Warga Lima Puluh Kota Minta Jalur Tol Dipindahkan, DPRD Sumbar Segera Undang Stakeholder
Puluhan warga Kabupaten Limapuluh Kota mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat (Sumbar), Jumat (2/10/2020)
Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Emil Mahmud
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Puluhan warga Kabupaten Limapuluh Kota mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat (Sumbar), Jumat (2/10/2020).
Warga yang merupakan perwakilan 4 nagari di Kabupaten Limapuluh Kota tersebut diterima langsung oleh Ketua DPRD Sumbar, Supardi.
Empat nagari tersebut yakni Nagari Koto Baru Simalanggang, Nagari Taeh Baruah, Nagari Lubuak Batingkok, dan Nagari Gurun.
Ketua DPRD Sumbar Supardi mengatakan, empat daerah tersebut kena dampak rencana proyek pembangunan jalan Tol Padang-Pekanbaru.
• Lahan Terancam Proyek Jalan Tol Padang-Pekanbaru, Warga Limapuluh Kota Mengadu ke DPRD Sumbar
• Tol Pekanbaru-Dumai Diresmikan Presiden, Semen Padang Bangga Telah Berkontribusi
Prinsipnya, kata Supardi, warga menyetujui pembangunan jalan tol, karena proyek strategis nasional.
"Cuma, warga meminta jalur yang dipakai untuk pembangunan jalan tol itu, bukan jalur padat penduduk dan produktif," ungkap Supardi.
Karena bagaimanapun, lanjut Supardi, filosofi orang Minang itu ketika mereka tidak lagi punya harta dan tanah, identitas Minang itu dipertanyakan.
"Tanah bagi mereka sebuah pondasi, ciri kehidupan mereka. Kita tidak ingin kasus di Padang Pariaman terjadi, sehingga pembangunan tol terhambat," ujar Supardi.
Supardi meminta agar Kementerian PUPR mendata secara objektif, meskipun saat ini masih fase perencanaan.
Supardi tidak ingin di fase perencanaan ini, ada hal-hal yang membuat masyarakat tidak bisa terima dengan rencana pembangunan jalan tol.
"Ke depan kami akan mengundang stakeholder terkait yang berhubungan dengan jalan tol ini. Kami akan lihat jadwal Bamus dan aspirasi warga bisa ditindaklanjuti," tambah Supardi.
Menurut Supardi, ada peluang jalur tol tersebut dipindahkan. Mengingat saat ini masih tahap sosialisasi perlu ada alternatif, jika dialihkan kemana akan dipindahkan.
Supardi juga mengingatkan, agar tim yang melakukan sosialisasi juga harus mengerti dengan budayanya orang Minang sehingga tidak memicu persoalan.
Selain itu, yang paling penting menurut Supardi adalah ganti rugi lahan.
"Tim appraisal akan menilai ganti rugi, jangan nanti ganti rugi disamakan antara lahan produktif dengan lahan tidak produktif," ujar Supardi.
Kepala Bidang (Kabid) Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sumbar, Dedi Rinaldi rencana pembangunan tol baru basic desain di wilayah tersebut.
Namun, katanya, aspirasi masyarakat sudah dicatat dan akan didiskusikan pada rapat yang selanjutnya.
Untuk kemungkinan pergeseran jalur, tambah dia, akan didiskusikan dengan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) karena untuk trase jalan tol ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi.
"BUJT akan melakukan verifikasi ke lapangan langsung," katanya.
• Jalan Tol Pekanbaru Dumai Bisa Dilewati Gratis hingga 2 Januari 2020, Jam Operasional 08.00-16.00WIB
• Terowongan Jalan Tol Pekanbaru - Padang Dibangun Jepang? Wagub Sumbar Nasrul Abit Ungkap Pertemuan
Mengadu ke DPRD Sumbar
Dilansir TribunPadang.com, sejumlah warga di Limapuluh Kota mengadu ke DPRD Sumbar, Jumat (2/10/2020).
Mereka adalah masyarakat nagari yang akan dilewati jalan tol Padang-Pekanbaru.
Yakni Nagari Koto Baru Simalanggang, Nagari Taeh Baruah, Nagari Lubuak Batingkok, dan Nagari Gurun.
• Tol Pekanbaru-Dumai Diresmikan Presiden, Semen Padang Bangga Telah Berkontribusi
Pria kelahiran 1963, Mapilindo, khawatir jika lahan pemukiman, kebun maupun sawahnya masuk dalam proyek pembangunan Tol Padang-Pekanbaru.
"Kami takut kehilangan mata pencaharian, kehilangan pemukiman juga," tutur Mapilindo berkaca-kaca.
Mapilindo tinggal di Nagari Gurun. Di daerah tempat tinggalnya terdapat 21 rumah penduduk.
Lahan pertanian di Nagari Gurun panjangnya 3,5 km.
• Soal Banjir di Padang, Pengamat Tata Ruang dan Lingkungan: Tolak Izin Bangunan di Daerah Resapan
Itu dilakui Mapilindo merupakan lahan produktif semua.
"Sawah semua itu. Kalau dampak sosial ekonomi jelas hancurlah, kebiasaan masyarakat bertani."
"Ketika dialihkan usaha lain, memulai lagi dari nol. Jika membuat percetakan sawah baru, itu butuh waktu 15 hingga 20 tahun," kata Mapilindo.
Membuka lahan pertanian, kata Mapilindo, tidak mudah meski dia sendiri pendatang.
Dia masuk ke Nagari Gurun sekitar tahun 1969, waktu itu masih dalam bentuk hutan.
• Irwandi-David Chalik Usung Bukittinggi Kota Sehat, Yakin Masyarakat Bisa Menentukan Pilihan
"Orang tua kami cerita, sampai membuat perangkap harimau di lokasi itu dan lainnya. Sekarang tanah itu sudah jadi dan subur, itu sumber kehidupan."
"Tahu-tahu, lahan kami mau dihancurkan. Jadi, hati nuraninya itu mana? Apakah pemerintah punya hati nurani atau tidak? itu dilema bagi kami," ucap Mapilindo dengan suara serak.
Mapilindo berharap, pemerintah menjunjung tinggi asas keadilan. Lalu berusaha mencari lahan yang tidak jadi lahan pertanian penduduk.
"Kami cuma pandai pegang cangkul dan pegang sabit. Ketika kami pindah ke daerah baru, kami belum punya pengalaman untuk berdagang," imbuh Mapilindo.
• Saat Covid-19 - Irwandi Paslon Urut 3 Temui Langsung Warga, Kampanyekan Paslon Idaman
Sementara itu, perwakilan masyarakat Jorong III Balai, Nagari Lubuak Batingkok Rahman Syarif Dt Patiah (39) mengatakan, yang jadi keberatan bagi warga sekitar adalah proyek jalan tol melintasi pemukiman padat penduduk.
Bahkan melewati balai adat yang merupakan simbol sakral bagi masyarakat setempat.
"Juga melewati tempat ibadah, musala, lebih parahnya ada dua kampung persukuan yang habis dan lenyap," terang Rahman Syarif.
Menurut Rahman Syarif, kalau tidak punya tanah, berarti bukan orang Minang.
"Tanah itu tidak bisa ditukar dengan uang, bagaimanapun kami akan bertahan," tambah Rahman Syarif.
• Walau Menang Pelatih AC Milan Stefano Pioli Sebut Laga Lawan Rio Ave Semalam Menguras Emosi
Dia menyarankan pemerintah mengalihkan jalan tol itu ke tempat yang tidak padat pemukiman penduduk, dan tidak melalui tempat ibadah dan lainnya.
Di sisi lain, Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Sumbar Yoni Candra menyebut, ada 300 rumah lebih yang dihuni oleh masyarakat di empat nagari tersebut.
Selain itu juga ada sawah seluas 700 Ha lebih.
"Ini belum terinventarisir secara keseluruhan, belum lagi ladang, kawasan ternak di empat nagari itu, kemungkinan ini akan lebih banyak kalau diidentifikasi lagi," ujar Yoni Candra.
Bahkan, ungkap Yoni Chandra, ada di satu nagari, satu kaum hilang kawasan tanahnya.
• Maju Pilwako Jalur Independen, Paslon Ramlan-Syahrizal Ingin Lanjutkan Pembangunan Bukittinggi
Ia menyatakan, pada prinsipnya masyarakat tidak menolak pembangunan jalan tol yang merupakan proyek strategis nasional.
"Cuma pembangunannya dinilai tekesan dipaksakan, banyak masyarakat yang dirugikan," sebut Yoni Chandra.
"Saya tidak tahu alasan pemukiman padat penduduk dan lahan produktif dipakai untuk jalur tol, apakah meminimalisir pembiayaan atau bagaimana."
"Tapi enggak mungkin demi pembangunan orang -orang kehilangan tempat tinggal dan mata pencahariannya," tegas Yoni Chandra.
Ke depannya, ia berharap kepada pemerintah menyelesaikan persoalan tersebut sesuai harapan warga.
"Jalan tol dialihkan ke kawasan tidak padat penduduk dan bukan lahan produktif. Jika dilihat secara kewilayahan, masih banyak kok wilayah yang bisa dibangun jalan tol," jelas Yoni Chandra. (*)
