Berita Sumatera Barat

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar Jelaskan Virus ASF Penyebab Ribuan Babi Mati

Dari hasil pemeriksaan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar), hingga kini jumlah ternak babi

Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Emil Mahmud
TribunPadang.com/reziazwar
Ilustrasi: Sarana transportasi jalur laut menggunakan Kapal penyeberangan rute Padang-Mentawai, Sumbar. Tampak Kapal KMP Gambolo yang sedang menepi di Pelabuhan Bungus Padang 

Sementara itu, imbuhnya babi yang masih hidup di Sipora harus dilindungi serta  babi yang sudah terinfeksi  segera diisolasi.

Sebelumnya, dikabarkan Ribuan hewan ternak Babi di Pulau Sipora, Tua Pejat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumbar dilaporkan mati dalam kurun waktu yang relatif singkat baru-baru ini.

Dari hasil pemeriksaan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Mentawai, hewan ternak Babi masyarakat yang mati mencapai 7.500 ekor.

Kematian babi diduga akibat wabah penyakit yang menyerang atau Virus Demam Babi Afrika atau yang dikenal dengan African Swine Fever (ASF).

Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Mentawai Hatisama Hura saat dihubungi TribunPadang.com, Selasa (10/3/2020) malam.

Hatisama Hura menjelaskan seekor babi tertular virus ASF memiliki gejala seperti mengalami demam, adanya warna kemerahan di sekitar telinga, perut, dan tidak bisa berdiri.

Hingga saat ini, ungkapnya terkadang gejala lain yang timbul yakni hilangnya nafsu makan.

"Hal yang jelas yakni ada proses sebelum seekor babi tersebut mati, bukan mati mendadak," tegas Hatisama Hura.

Dia menambahkan virus-virus itu menyebar lewat serangga, pakaian yang memelihara, dan daging yang belum dimasak.

VIDEO - Warga Kabupaten Sijunjung Temukan Potongan Kerangka Manusia di Semak-semak

Polisi Temukan Pakaian Dalam Wanita di Sekitar Temuan Potongan Kerangka Manusia di Sijunjung

Selain itu, ASF dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi.

"Menular dari sumber yang terinfeksi, terbawa ke daerah yang baru, sehingga menyebar," jelas Hatisama Hura.

Hatisama Hura juga menjelaskan virus ASF dapat bertahan hidup selama tiga tahun di suatu wilayah.

Karenanya, imbuh Hatisama Hura, untuk saat ini perlu upaya menurunkan risiko babi terserang virus ASF.

Di antaranya, biosekuriti yang ketat, tetap menjaga kebersihan kandang, penyemprotan disinfektan ke seluruh kandang, dan kebersihan petugas.

Selain itu, dia mengatakan babi yang mati harus dikubur agar virus tidak menyebar.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved