Gempa Padang
Kisah Para Penyintas Gempa Dahsyat 10 Tahun Lalu di Sumbar, Ada yang Terjepit Selama 18 Jam
Pukul 17.16 WIB, 30 September 2009 lalu, Sumatera Barat diguncang gempa berkekuatan 7,6 Skala Richter (SR).
Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Mona Triana
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Pukul 17.16 WIB, 30 September 2009 lalu, Sumatera Barat diguncang gempa berkekuatan 7,6 Skala Richter (SR).
Hal tersebut menjadi sejarah memilukan bagi masyarakat Sumbar terutama bagi para penyintas bencana.
Pada pemutaran video dalam acara Peringatan 10 Tahun Gempa Sumbar di Hotel Grand Inna Padang, Senin (30/9/2019) malam.
• POPULER SUMBAR - Perantau Minang di Wamena Ingin Pulang Kampung|10 Tahun Mengenang Gempa
• 10 Tahun Gempa Padang, Wakil Wali Kota Hendri Septa Ingat Susuri Sungai Kering Demi Selamatkan Anak
Pria asal Padang Pariaman, Ismail mengungkapkan dirinya terjepit 18 jam akibat reruntuhan.
"Pukul 11.00 WIB baru saya dibawa ke rumah sakit. Tiba di RS pukul 16.00 WIB. Kemudian saya dirawat 17 hari di rumah sakit," ungkap Ismail.
Namun, kini ia telah bangkit.
Ia berharap kejadian serupa tidak terulang, sebab peristiwa tersebut meninggalkan duka baginya.
Selain itu, penyintas bernama Gusti Anola juga mengungkap saat gempa 2009 ia kehilangan anak laki-laki satu-satunya.
• Kerugian Gempa di Sumbar 30 September 2009 Capai Rp 4,8 Triliun, 1.200 Orang Tewas dan Hilang
• LIVE FACEBOOK Refleksi 10 Tahun Gempa Padang Sumatera Barat
"Anak saya Angga, masih sekolah kelas 1 SMP di Padang. Usianya 12 tahun. Ia anak saya satu-satunya dan menjadi korban gempa 2009," ucap Gusti Anola.
Gusti Anola bercerita, saat itu anaknya berada di lembaga pendidikan Gama.
Biasanya ia selalu menjemput anaknya, tapi hari itu ia urung.
"Saya pulang kerja. Kemudian saya memasak. Saat memasak, terjadilah gempa. Saya minta bapaknya ke sana menjemput Angga.
Setibanya di lokasi, tempat kejadian sudah rata dengan tanah," kenang Gusti Anola.
• Refleksi 10 Tahun Gempa Sumbar, Teatrikal hingga Pembacaan Puisi oleh Gubernur Irwan Prayitno
• LIVE STREAMING: Tablig Akbar Memperingati 10 Tahun Gempa Sumbar di Masjid Nurul Iman Padang
Ia terus mencari anaknya hingga malam. Tapi ia tidak juga bertemu dengan anaknya tersebut.
"Di atas mobil, saya bertayamum. Saya pulang ke rumah. Tapi saya terus mencari. Cuaca saat itu hujan. Tapi saya juga tak menemukan Angga. Akhirnya, saya sabar, tangguh, dan terus berikhtiar," ucap Gusti Anola.
Tak hanya itu, seorang penyintas Nofiyanti juga mengenang bagaimana dahsyatnya Gempa Sumbar 2009.
Nofiyanti menuturkan saat gempa ia bersama kedua anaknya berobat ke daerah Pondok, Padang.
Dalam perjalanan, kata dia, seorang anaknya yang biasa ceria tiba-tiba melamun.
• 12 Mahasiswa Meninggal Akibat Gempa 30 September 2009, STBA Prayoga Padang Gelar Tabur Bunga
• LIVE STREAMING: Peringatan Gempa Sumbar 30 September 2009 di Tugu Gempa Padang
Setelah pengobatan, diambil darah anaknya yang sakit. Kemudian, dia menunggu di luar.
"Kemudian terjadi gempa sangat kuat sekali. Langsung jatuh plafon. Pecah rasanya," ucapnya.
Dia saat itu mengimbau anaknya untuk lari. Dia menarik anaknya.
"Aspal bergelombang. Kami yang mulanya berdiri, langsung duduk menghindari reruntuhan" ujarnya.
Terakhir ia mendengar dentuman keras jatuh di belakangnya. Kemudian dia tak mendengar lagi suara anaknya.
• DETIK-DETIK - 10 Tahun Mengenang Kota Padang dan Pariaman Luluh Lantak Diguncang Gempa Dahsyat
• Cagar Budaya Balai Kota Lama Jadi Saksi Bisu Keganasan Gempa 30 September 2009 di Padang
"Anak saya kritis. Rambutnya saya usap. Dia buka matanya. Yang kuat ya, Nak, baca takbir," ucapnya.
Ke depan ia meminta ada petunjuk dari pemerintah kemana bisa lari dan menyelamatkan diri, apabila terjadi bencana. (*)