Keracunan MBG di Agam

Keracunan Massal MBG di Agam: Ahli Gizi Ungkap Kegagalan Proses Masak, Higiene, hingga Distribusi

Insiden keracunan massal program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Agam, yang melibatkan ratusan penerima manfaat

Penulis: Panji Rahmat | Editor: Mona Triana
TribunPadang.com/Panji Rahmat
KERACUNAN MBG AGAM - Pasien mendapatkan perawatan diduga mengalami keracunan usai mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Kamis (2/10/2025). Meskipun masih dalam perawatan, kondisi para pasien dilaporkan telah menunjukkan perbaikan. 

TRIBUNPADANG.COM, AGAM – Insiden keracunan massal program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Agam, yang melibatkan ratusan penerima manfaat, bukan semata-mata masalah komposisi menu, melainkan dugaan kuat kegagalan fatal dalam rantai pengolahan makanan. 

Dua Ahli Gizi dari RSUP M Djamil Padang, Mutia El Husna Munandar dan Ainil Mardhiyah, membedah secara sistematis celah keamanan pangan mulai dari dapur hingga piring saji.

Menanggapi komposisi menu nasi goreng, telur dadar, tahu goreng, selada, dan tomat yang disajikan, para ahli menganggapnya secara umum sudah memadai dari sisi nutrisi. 

"Secara komposisi, menu yang disajikan sudah mengandung makronutrien dan mikronutrien, sudah ada sumber makanan pokok, sumber protein hewani, protein nabati, serta sumber vitamin dan mineral dari sayuran," jelas Mutia El Husna Munandar

Namun, ia menekankan satu kekurangan, yang perlu dihadirkan dalam menu tersebut untuk memastikan komposisi menu bergizi seimbang, buah-buahan.

Baca juga: Pakar Unand Bandingkan Pengelolaan MBG di Indonesia dan Jepang, Jelaskan Faktor Keracunan

Fokus utama masalah pun bergeser dari kandungan gizi ke standar higienis. 

Kesaksian korban tentang ayam yang masih berdarah dan lauk yang mulai berbau tak sedap di hari-hari sebelumnya menunjukkan adanya kelalaian parah dalam proses memasak.

Ainil Mardhiyah, menyatakan, Banyak faktor yang menjadi penyebab dari kondisi ini. 

“Bisa dari proses pengolahan lauk yang belum sesuai baik dari segi suhu yang digunakan untuk memasak hingga waktu pemasakan,” ujarnya.

Ia menambahkan kemungkinan adanya kesalahan mendasar, Bisa juga dari kondisi bahan pangan yang masih beku ketika dimasak, sehingga bagian luar sudah terlihat matang namun bagian dalam masih mentah sehingga ayam masih berdarah dan menimbulkan bauk yang tidak sedap.

Dugaan kuat sumber keracunan tertuju pada telur dadar yang dilaporkan korban berwarna menghitam. 

Baca juga: LBH Padang Sebut Keracunan MBG di Agam Pelanggaran HAM, Penghentian Sementara Bukan Solusi

Meskipun tidak secara langsung menuding telur sebagai penyebab, ahli gizi menyoroti perlunya penyelidikan mendalam.

"Perlu digali lebih lanjut terkait warna pada telur dadar. Apakah menghitam karena hangus atau penggunaan tambahan kecap dan cabai yang merubah warna telur," ujar Ainil Mardhiyah

Ia melanjutkan, jika telur dicurigai, maka pertanyaan kritisnya adalah, Perlu juga diketahui batas waktu adonan telur dibuat sampai telur dadar terakhir yang tergoreng? Apakah masih dalam batas waktu aman?.

Masalah kontaminasi diperparah dengan waktu distribusi masakan massal. 

Nasi goreng yang disajikan pagi hari dan dikonsumsi dalam beberapa jam kemudian sangat rentan. 

“Makanan matang hanya memiliki batas waktu 2-4 jam untuk dapat bertahan di suhu ruangan sebelum masuk ke danger zone suhu (5∘C hingga 60∘C) yang memungkinkan pertumbuhan bakteri cepat," tegas Mutia El Husna Munandar, mempertanyakan realisme distribusi 2.669 porsi dalam waktu aman tersebut.

Baca juga: Tragedi Nasi Goreng Program MBG di Kabupaten Agam, Menyingkap Rantai Keracunan Massal

Kegagalan fatal yang menimpa guru yang sempat mencicipi makanan namun tetap keracunan menggarisbawahi perlunya kontrol kualitas yang jauh lebih ketat dari sekadar mengandalkan indra perasa. 

"Pencegahan keracunan makanan harus dilakukan sesuai standar dengan cara menerapkan langkah-langkah HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) secara tepat serta memperhatikan penerapan GMP (Good Manufacturing Practices)," tegas Mutia El Husna Munandar.

Terkuaknya fakta bahwa tujuh dapur, termasuk SPPG YPKA, beroperasi tanpa Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) menjadi alarm keras. 

Ainil Mardhiyah menyimpulkan dampak dari kelalaian ini, Setiap poin dari SLHS yang tidak diterapkan secara optimal berpeluang menjadi penyebab cemaran pangan.

Celah ini mencakup segala aspek, mulai dari sanitasi peralatan hingga kualitas air.

Baca juga: LBH Padang Minta Program MBG Dievaluasi Usai Kasus Keracunan di Agam, Pelaksanan Dinilai Serampangan

Kontaminasi dari bakteri seperti Staphylococcus aureus yang dicurigai dalam kasus keracunan ini pun bersumber dari manusia dan lingkungan. 

"Tenaga penjamah yang tidak menerapkan GMP dengan baik berpeluang menjadi sumber kontaminasi," kata Mutia El Husna Munandar, menekankan pentingnya higiene personal juru masak.

Para ahli gizi sepakat bahwa pengawasan keamanan pangan tidak dapat dilepaskan dari kompetensi profesional.

 "Kompetensi HACCP harusnya dimiliki oleh ahli gizi," kata 'Ainil Mardhiyah. 

Ia lantas mempertanyakan ketersediaan tenaga ahli di lapangan, Yang menjadi perhatiannya adalah berapa jumlah ahli gizi yang tersedia di setiap dapur dan berapa porsi makanan yang harus dihasilkan. 

Apakah perbandingan beban kerjanya sudah diperhitungkan, Untuk audit dan perbaikan sistem, pengurus daerah AsDI( Asosiasi Dietisien Indonesia ) Sumbar itu merekomendasikan, agar Akar masalah dapat ditemukan dengan menerapkan HACCP.

Sebagai langkah perbaikan menu ke depan, mereka menyarankan, Penggantian menu lebih dianjurkan pada penggunaan bahan lokal dan padat gizi. 

Jenis pengolahan makanan tidak menjadi masalah asalkan selama proses pemasakan memperhatikan dan menerapkan GMP dengan tepat.

Mereka juga menepis kekhawatiran penggunaan MSG sebagai pemicu keracunan.

"Penggunaan MSG masih aman dan diperbolehkan dalam batas wajar. MSG harusnya bukan menjadi penyebab keracunan makanan,” ujar keduanya.

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved