Keracunan MBG di Agam
Tragedi Nasi Goreng Program MBG di Kabupaten Agam, Menyingkap Rantai Keracunan Massal
Rabu, 1 Oktober 2025, seharusnya menjadi hari biasa yang menjanjikan bagi ribuan pelajar di Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rahmadi
Penghentian Operasi dan Alasan Sertifikasi Baru
Fokus masalah pun mengarah tajam kepada dapur penyedia. Pada Kamis (2/10/2025), operasional SPPG YPKA secara resmi dihentikan sementara.
Ketua SPPG, Aulia Korimah, mengakui bahwa penghentian ini disebabkan karena pihaknya belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Pengakuan ini memicu kegaduhan.
SLHS adalah dokumen fundamental yang menjamin kelayakan bangunan, penggunaan sumber air, pemilihan, pengolahan bahan baku, hingga penyajian dan distribusi makanan—persyaratan dasar bagi fasilitas pengolahan pangan.
Kori berdalih bahwa SLHS adalah persyaratan baru dari BGN (Badan Gizi Nasional) dan sebelumnya tidak ada keharusan untuk mengantongi sertifikat tersebut.
Baca juga: Jojo Balas Kekalahan Atas Viktor Axelsen pada Hari Pertama Turnamen Bdmntn-XL 2025
Meskipun ia mengklaim bahwa selama satu bulan pengoperasian, SPPG YPKA sudah mengikuti prosedur yang berlaku, tragedi keracunan ini menjadi penyebab tambahan yang memaksa penghentian operasi hingga batas waktu tak ditentukan, sembari menunggu hasil pemeriksaan lab.
Rantai Kelalaian Struktural, Mayoritas Dapur Tak Berizin
Pengakuan YPKA segera diikuti oleh langkah tegas dari pemerintah daerah. Bupati Agam, Benny Warlis, mengkonfirmasi masalah struktural yang lebih besar, tujuh dapur SPPG di wilayahnya teridentifikasi belum mengantongi SLHS.
Ini mengisyaratkan bahwa kegagalan higienitas bukan hanya terjadi di satu dapur, melainkan menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan standar dalam keseluruhan pelaksanaan program MBG di tingkat kabupaten.
Bupati Warlis lantas memerintahkan agar seluruh dapur yang tidak memiliki izin operasional yang memadai, termasuk tujuh dapur yang belum bersertifikat, untuk ditutup sementara.
Ia bahkan mengancam akan mendatangi langsung jika dapur-dapur tersebut mengabaikan permintaan untuk segera mengurus SLHS, menegaskan bahwa masalah ini menyangkut kesehatan masyarakat.

Baca juga: LBH Padang Sebut Korban Keracunan MBG di Agam Bisa Gugat Pemerintah, Singgung Pelanggaran HAM
Penutupan dapur penyedia makanan juga menjadi reaksi yang umum di banyak daerah lain yang mengalami kasus keracunan MBG, menegaskan bahwa masalah sanitasi dan kualitas masih menjadi isu nasional yang serius.
Tragedi ini juga menjadi pengingat penting bagi Badan Gizi Nasional (BGN), yang sebelumnya telah mencatat ribuan kasus keracunan MBG sepanjang tahun 2025.
Data dari BGN mengungkapkan bahwa mayoritas insiden terjadi karena SPPG tidak mematuhi Standar Operasional Prosedur (SOP).
Bahkan, di tingkat nasional, dilaporkan masih ada ribuan dapur MBG yang belum memiliki sertifikat higienis. Kasus Agam menambah panjang daftar insiden yang dipicu oleh minimnya kelayakan operasional dapur penyedia makanan.
LBH Padang: Kasus Keracunan MBG di Agam Bukan yang Pertama, Sudah Terjadi di Berbagai Daerah |
![]() |
---|
LBH Padang Minta Program MBG Dievaluasi Usai Kasus Keracunan di Agam, Pelaksanan Dinilai Serampangan |
![]() |
---|
LBH Padang Sebut Korban Keracunan MBG di Agam Bisa Gugat Pemerintah, Singgung Pelanggaran HAM |
![]() |
---|
LBH Padang Desak Negara Bertanggung Jawab Penuh atas Insiden Keracunan MBG di Agam |
![]() |
---|
LBH Padang Buka Posko Pengaduan Korban Keracunan MBG di Agam |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.