Keracunan MBG di Agam
Tragedi Nasi Goreng Program MBG di Kabupaten Agam, Menyingkap Rantai Keracunan Massal
Rabu, 1 Oktober 2025, seharusnya menjadi hari biasa yang menjanjikan bagi ribuan pelajar di Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rahmadi
“Sisa, sebanyak 12 pasien masih menjalani perawatan intensif di ruang rawat inap hingga Jumat pagi, berjuang melawan gejala mual yang masih mereka rasakan,” ujar Kepala Bidang Sarana (KTU) RSUD Lubuk Badung Arno.
Kondisi yang memerlukan observasi ketat ini menunjukkan bahwa keracunan yang diderita tidaklah ringan, dan tenaga medis harus memastikan perbaikan kondisi secara bertahap sebelum mereka diizinkan kembali ke rumah.
Baca juga: MBG Selamatkan Hidup Ibu Tunggal Hamil di Tangsel, Sedih Dengar Pihak Minta Program Disetop
Di RSIA Rizki Bunda, tujuh pasien anak juga sempat menjalani perawatan, di mana tiga masih dirawat dan dua lainnya menjalani rawat jalan.
Kesaksian Siswa, Ayam Berdarah dan Telur Menghitam
Jauh sebelum tragedi nasi goreng ini, telah ada firasat buruk yang sayangnya terabaikan, mengindikasikan bahwa masalah higienitas dan kualitas makanan mungkin sudah berakar lama.
Hanifa, seorang siswi kelas 1 SMP sekaligus penerima manfaat MBG, menyingkap kisah makanan yang rutin ia temui sejak program dimulai pada September 2025.
Ia mengaku pernah menemukan ayam yang masih berdarah, nasi yang keasinan, hingga lauk pauk yang mulai mengeluarkan bau tak sedap.
Temuan ini adalah alarm keras mengenai buruknya kontrol kualitas bahan baku dan proses pengolahan di dapur penyedia.
Baca juga: LBH Padang Minta Program MBG Dievaluasi Usai Kasus Keracunan di Agam, Pelaksanan Dinilai Serampangan
Puncak kecurigaan terjadi pada menu hari Rabu itu. Hanifa melihat telur dadar yang disajikan memiliki warna yang agak menghitam, meskipun ia yakin itu bukan gosong. Karena tidak ada rasa aneh saat disantap, ia menghabiskannya, sebuah keputusan yang fatal.
“Malamnya (Rabu) hingga Kamis pagi, saya muntah-muntah, pusing, dan demam, sehingga harus dilarikan ke Puskesmas Manggopoh,” ujarnya.
Kisah lain datang dari seorang guru TK Aisyah Kampung Tangah, Weri Oktavia, yang juga menjadi korban. Sebagai pendidik, Weri menjalankan prosedur dengan mencicipi menu nasi goreng pada Rabu pagi sebelum disajikan kepada 15 muridnya sekitar pukul 09.00 WIB. Anehnya, Weri tidak menemukan masalah.
"Kalau secara rasa, bentuk dan bau tidak ada masalah. Saat saya cicipi semuanya tidak menandakan makanan kedaluwarsa," ujarnya saat diwawancarai dalam kondisi terbaring.
Merasa aman, makanan itu dibagikan. Namun, malam harinya, Weri merasakan pusing dan mual berkepanjangan. Diagnosis dokter mengonfirmasi bahwa gejalanya sama dengan gejala keracunan.
Kesaksian Weri menyoroti betapa sulitnya mendeteksi kontaminasi berbahaya, seperti bakteri atau virus, hanya dengan indra perasa menguatkan dugaan bahwa masalahnya terletak pada kontaminasi bakteriologis tak kasat mata yang terjadi selama proses pengolahan, atau mungkin pada bahan baku yang digunakan.
Baca juga: Warga Agam Temukan Tengkorak Manusia Saat Cari Kayu, Polisi Minta Cek Anggota Keluarga Hilang
Pakar Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Mohamad Reza menggarisbawahi bahwa gejala keracunan dapat muncul akibat kualitas bahan makanan yang digunakan. Bahan makanan tersebut terkadang tidak segar atau sudah terkontaminasi bakteri sejak awal.
LBH Padang: Kasus Keracunan MBG di Agam Bukan yang Pertama, Sudah Terjadi di Berbagai Daerah |
![]() |
---|
LBH Padang Minta Program MBG Dievaluasi Usai Kasus Keracunan di Agam, Pelaksanan Dinilai Serampangan |
![]() |
---|
LBH Padang Sebut Korban Keracunan MBG di Agam Bisa Gugat Pemerintah, Singgung Pelanggaran HAM |
![]() |
---|
LBH Padang Desak Negara Bertanggung Jawab Penuh atas Insiden Keracunan MBG di Agam |
![]() |
---|
LBH Padang Buka Posko Pengaduan Korban Keracunan MBG di Agam |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.