Jawaban:
Sebagai guru Pendidikan Pancasila, saya menyadari bahwa keteladanan bukan sekadar menyampaikan nilai, tetapi mencontohkan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Saya mulai mengubah metode mengajar, tidak hanya fokus pada aspek kognitif, tetapi juga membangun nilai empati, mindfulness (perhatian penuh), compassion (kasih sayang), dan critical inquiry (berpikir kritis).
Suatu hari, saya mendapati seorang murid tampak acuh saat diskusi kelas. Alih-alih menegurnya di depan umum, saya mendekatinya secara pribadi, mendengar keluh kesahnya tanpa menghakimi. Rupanya ia sedang menghadapi masalah keluarga yang berat. Dari sini, saya belajar menerapkan compassion dan mindfulness dalam interaksi sehari-hari.
Saya kemudian merancang pembelajaran bertema "Menerapkan Nilai Kemanusiaan dalam Kehidupan Sehari-hari". Kegiatan dimulai dengan refleksi perasaan siswa, dilanjutkan menonton video dokumenter tentang anak korban bencana. Diskusi kelompok pun mengupas peran negara dan masyarakat dalam mewujudkan keadilan sosial.
Hasilnya, siswa tidak hanya memahami materi sila kedua Pancasila, tetapi juga belajar merasakan, peduli, dan berbuat nyata. Beberapa bahkan menulis surat dukungan untuk anak-anak korban bencana sebagai bentuk empati yang tumbuh.
Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa menjadi teladan berarti menghadirkan nilai-nilai yang kita ajarkan dalam tindakan nyata. Dengan mengintegrasikan Pembelajaran Sosial Emosional, guru tidak hanya mencetak siswa yang cerdas secara akademik, tetapi juga berjiwa besar dan berempati.
Catatan: Contoh jawaban ini hanya sebagai referensi untuk membantu guru peserta PPG Daljab 2025 dalam menyelesaikan tugas di Ruang GTK.