Penemuan Mayat di Batang Anai

Kekecewaan Mendalam Bisa Picu Kebencian yang Berujung Pembunuhan Keji, Begini Penjelasan Sosiolog

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KASUS PEMBUNUHAN MUTILASI- Sejumlah petugas kepolisian saat mengevakuasi dua kantong jenazah di Pasar Usang, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Kamis (19/6/2025). Sosiolog dari Universitas Negeri Padang (UNP) Sumatera Barat, Erianjoni, menilai bahwa tindakan menghabisi nyawa seseorang dengan cara dimutilasi dipicu oleh kebencian yang mendalam dari diri pelaku.

TRIBUNPADANG.COM, PADANG – Sosiolog dari Universitas Negeri Padang (UNP) Sumatera Barat, Erianjoni, menilai bahwa tindakan menghabisi nyawa seseorang dengan cara dimutilasi dipicu oleh kebencian yang mendalam dari diri pelaku.

Menurut Erianjoni, hal ini juga terjadi pada SJ, pelaku pembunuhan berantai di Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, yang membunuh tiga korbannya secara keji.

"Kejahatan seperti ini dipicu oleh kebencian yang mendalam. Kebencian tersebut bisa muncul dari dendam akibat kekecewaan yang dialami oleh pelaku," kata Erianjoni kepada TribunPadang.com, Jumat (20/6/2025).

Lebih lanjut, Erianjoni menjelaskan bahwa puncak dendam dalam diri seseorang diperparah oleh pengalaman emosional yang belum terselesaikan.

Baca juga: SJ Kelabui Keluarga Siska Korban Pembunuhan di Padang Pariaman, Satu Tahun Tuduhan Salah Arah

"Dendam itu muncul karena kekecewaan mendalam, yang kemudian berubah menjadi kebencian. Inilah yang mendorong pelaku melakukan pembalasan dengan cara yang sangat keji," katanya.

Ia juga menilai bahwa pengalaman masa lalu, khususnya asmara turut membentuk karakter pelaku.

"Pengalaman selama menjalani asmara bisa memunculkan dendam dan rasa kecewa. Hal inilah yang membuat pelaku nekat melakukan pembunuhan dengan cara tidak biasa, seperti mutilasi ini," ungkapnya.

Selain itu, Erianjoni menyebut, ide untuk melakukan mutilasi kemungkinan juga berasal dari tayangan di media sosial yang mudah diakses saat ini.

Baca juga: Percakapan Terakhir Korban Mutilasi di Padang Pariaman dengan Ibunya, Awalnya Hanya Pamit Sebentar

"Saat ini, akses ke konten kekerasan sangat terbuka. Tayangan-tayangan semacam itu bisa menjadi sumber ide dan inspirasi bagi seseorang untuk meniru tindakan kekerasan, termasuk mutilasi," jelasnya.

Ia menambahkan, kebiasaan menonton konten kekerasan tersebut bisa membentuk seseorang menjadi pembunuh berdarah dingin.

"Konten seperti itu bisa membentuk karakter pelaku sebagai pembunuh berdarah dingin, yang dalam istilah psikologi bisa disebut psikopat," tegasnya.

Tak hanya dipengaruhi tontonan dan dendam, menurut Erianjoni, pelaku juga kemungkinan besar tidak memiliki figur pengarah atau pembimbing yang membentuk kepribadiannya sejak kecil.

"Selain dari pengaruh media sosial, sikap psikopat juga bisa dipicu oleh tidak adanya sosok yang membimbing atau mengarahkan pelaku ke jalan yang benar sejak kecil. Akibatnya, pelaku tumbuh tanpa kendali dan akhirnya tega menghabisi nyawa orang lain dengan cara yang kejam," tutupnya. (TribunPadang.com/Muhamad Afdal Afrianto)

Berita Terkini