Hal itu mengingat syarat ambang batas selisih perolehan suara antara Pemohon dengan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota Nomor Urut Nomor Urut 3 Safni dan Ahlul Badrito Resha (Pihak Terkait) sebagai pemenang yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lima Puluh Kota.
Dalam hal ini Pemohon tidak memenuhi ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Berdasarkan ketentuan Pasal yang dimaksud, Pemohon hendaknya memiliki selisih perolehan suara tak lebih dari 1,5 persen dari Pihak Terkait atau setara 2.310 suara.
Namun perolehan suara Pemohon kenyataannya hanya 43.422 suara, sedangkan Pihak Terkait 52.951 suara. Dengan demikian, selisih di antara keduanya mencapai 9.529 suara atau 6,19 persen.
“Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo,” ujar Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh.
Baca juga: Kebakaran Hanguskan Rumah Gadang di Guguak VIII Koto Lima Puluh Kota, Tidak Ada Korban Jiwa
Sebelumnya di dalam sidang perdana pada Jumat (10/1/2025), Pemohon telah mendalilkan terkait kelalaian Termohon dalam menetapkan Pihak Terkait sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota.
Hal itu lantaran Pihak Terkait, yakni Safni dianggap tidak memenuhi persyaratan administratif karena ijazah yang diduga bermasalah.
Selain permasalahan ijazah, Pemohon juga mendalilkan soal praktik politik uang untuk mempengaruhi pemilih pada masa tenang di 13 kecamatan dan 79 nagari.
Dengan dalil-dalil permohonan yang disampaikan, Pemohon melayangkan petitum agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 1017 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota Tahun 2024.
Kemudian dalam petitumnya, Pemohon meminta untuk diadakan pemungutan suara ulang.(*)