Yang paling kentara, lanjutnya, soal karakter kepemimpinan yang tidak pas dirasa oleh masyarakat Solok, dan akhirnya terbawa dengan kompetisi Epyardi dan Mahyeldi.
"Buya (Mahyeldi) selalu disorot negatif oleh Epyardi dengan kata-kata yang cukup kasar, dan itu jauh dari nilai-nilai karakter ABS-SBK orang Minang dan jauh dari kepatutan. Itu membuat simpati orang terhadap Buya Mahyeldi menjadi tinggi," imbuhnya.
Menurut Edo, Mahyeldi sudah sejak awal memberikan perhatian terhadap Kabupaten Solok, karena banyak kebijakan-kebijakan pada dasarnya di program unggulan itu menyasar Solok.
"Namun dalam perjalanan kami lihat di pemberitaan, kebijakan itu tak bisa jalan karena memang bupati tak sejalan dengan kebijakan rencana strategis pemerintah provinsi, termasuk pengelolaan wisata Bukik Cambai yang memang sudah masuk profilnya gubernur, akhirnya di ambil alih. Banyak hal yang tidak bisa teraplikasikan secara lurus karena itu wilayahnya kabupaten," pungkasnya.(*)