Literasi Digital Pasbar

Sabar Penguat Hati Yang Rapuh

Editor: Fuadi Zikri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi.

Alhamdulillah perjalanan pertama ayah meminta sumbangan kerumah-rumah, ayah mendapatkan uang sejumlah Rp356.000 tetapi setelah beberapa lama melakukan pekerjaan itu semakin lama jumlah uang yang terkumpul semakin sedikit, tidak menutup kemungkinan ayah pulang hanya membawa uang recehan saja.

Hampir satu tahun ayah menjalani pekerjaan itu, selama itu pula kami harus menahan cacian, cemoohan dari orang-orang sekitar, selain itu aku dan kakak juga mengalami hal yang sama di sekolah, kami sering sekali diolok-olok oleh teman- teman, mereka segaja mempraktekkan bagaimana cara ayah meminta sumbangan ke rumah mereka dan ibu juga sering mendapat perkataan yang kurang meyenangkan dari orang-orang sekitar.

Mereka menyampaikan kalau kami belanja hasil uang dari meminta-minta dan mereka juga bilang kalau tidak dari uang sumbangan mungkin kami tidak akan bisa makan, padahal dari sisa setoran ke Yayasan uang yang di terima oleh ayah hanya dapat membeli susu SGM untuk adik saja tidak seperti yang mereka fikirkan.

Tetapi sebagai anak kami bangga mempunyai orang tua yang selalu berjuang keras untuk kami, karena kami tau betapa sulit yang dilalui ayah untuk pendidikan kami, ayah rela jalan kaki dari pagi sampai malam, sering sekali kami sudah tidur ayah baru sampai kerumah, karena lokasi yang di tempuh begitu jauh.

Selama meminta sumbangan setiap hari ayah harus mendatangi tempat yang berbeda, kalau hari ini ayah ke Simpang Empat berarti besok ayah harus menukar arah perjalanannya ke Simpang Tiga Ophir.

Singkat cerita, akhirnya aku dan kakak bisa menyelesaikan Pendidikan kami sampai SLTA, kakak tidak ingin berangan-angan untuk kuliah karena kakak tidak ingin membebani orang tua kami lagi, untuk tamat SLTA saja sudah merasa sangat bersyukur.

Akan tetapi, aku ingin sekali lanjut ke perkuliahan tapi keinginan itu harus ku simpan dulu sampai aku mendapatkan celah untuk itu, jadi setelah kakak mendapatkan ijazah ayah langsung membawa kakak ke tempat saudaranya untuk meminta pekerjaan.

Kebetulan pada saat itu ditempat sepupu ayah bekerja membuka lowongan untuk jadi Staf di kantor DPKAD Pasaman Barat, tetapi statusnya hanya sukarela, tidak apa-apa kata ayah yang terpenting anakku bisa bekerja di Pemerintahan.

Meskipun kakak tidak mendapatkan pekerjaan sesuai dengan yang dia cita-citakan, kakak tetap semangat dan bertanggungjawab dengan pekerjaan yang diberikan kepadanya.

Kakak menginjakkan kaki di kantor tersebut mulai tahun 2008, baru satu tahun kakak bekerja, aku pun mencari lowongan pekerjaan dengan sering ikut dengan kakak ke Simpang Empat.

Aku mendapatkan pekerjaan di sebuah koran warta Pasbar berlokasi di dekat SMA 1 Pasaman pada saat itu. Karena sudah sering berada di luar tempat tinggal ku, semakin lama hati ini rasanya ingin sekali kuliah, apalagi aku sering mendengar dari ucapan orang-orang sekitar bahwasanya untuk lima tahun kedepan Pendidikan SLTA tidak akan berlaku lagi.

Jika aku kuliah aku belum punya uang untuk mendaftar, jadi sepanjang pemikiran tersebut aku teringat dengan adik ibuku yang tinggal di Ujung gading, kebetulan paman tersebut memiliki ekonomi yang mapan, aku langsung menelfon paman tersebut dan menceritakan keinginanku.

Aku sangat kaget dan sekaligus senang mendengar respon paman ku itu. Paman menyuruhku datang untuk menjemput uang pendaftaran kuliah ku, tanpa berfikir Panjang setelah aku mendapatkan uang dari paman, aku langsung mendaftar ke STAI YAPTIP Pasbar dan aku mengumpulkan uang hasil kerjaku untuk membayar uang semester.

Satu tahun kuliah, aku mendapatkan calon pendamping hidup yang katanya siap untuk mengkuliahkan aku sampai selesai. Tawaran itu ku terima.

Apa yang diucapkan oleh pasangan hidupku ini semuanya kenyataan, aku lanjut kuliah dan mendapatkan gelar Serjana Pendidikan Agama Islam yang mana gelar disetarakan pada saat itu menjadi S.Pd.

Halaman
1234

Berita Terkini