Literasi Digital Pasbar

Sabar Penguat Hati Yang Rapuh

Editor: Fuadi Zikri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi.

Kakak : bu, kenapa ibu diam saja..?
Ibu      : bagaimana ya nak, untuk saat ini ibu belum punya uang untuk membayar SPP, tapi kalian tidak usah khawatir ibu akan coba bicara dengan ayah nanti.

Setelah kami makan malam bersama, ibu menceritakan kepada ayah apa yang sudah disampaikan oleh kakak.

Setelah mendengar penjelasan dari ibu, raut wajah ayah langsung berubah seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang tidak kami ketahui, apa sebenarnya yang terlitas di dalam fikiran ayah..?

Keesokan harinya tepat pada pukul 06.30 WIB, aku dan kakak akan berangkat ke sekolah, kami langsung minta izin kepada ibu dan ayah serta tidak lupa meninggalkan sebuah pelukan hangat untuk adik laki-laki kami satu-satunya yang masih berusia kurang lebih 2 tahun.

Aku, kakak, dan teman-teman yang lain berangkat ke sekolah, perjalanan ke sekolah terasa sangat menyenangkan meskipun jarak tempuh dari rumah ke sekolah sekitar lebih kurang dua kilometer.

Hampir di pertengahan jalan, aku baru menyadari tenyata ayah ada dibelakang kami dan sepertinya ayah menuju arah yang sama dengan kami.

Ketika ayah sudah dekat dengan kami, aku dan kakak bertanya kepada ayah.

Aku     : ayah mau kemana?
Kakak : iya ayah mau ke sekolah ya?
Ayah menjawab : iya ayah ingin bertemu langsung dengan kepala sekolah kalian.
Kakak : baiklah yah.

Sesampai di sekolah kami langsung masuk ke kelas sedangkan ayah langsung menemui bapak kepala Yayasan di ruangan kepala.

Sepanjang cerita ayah dengan bapak kepala Yayasan, disitu ayah menceritakan keadaan ekonomi kami pada saat itu, bukan hanya itu saja ayah juga meminta keringanan dalam pembayaran uang sekolah kami.

Setelah mendengar keluhan dari ayah, bapak kepala Yayasan menjawab bahwa untuk ketentuan biaya tidak bisa ditawar lagi, apalagi saat itu pihak sekolah sangat membutuhkan suntikan dana yang besar.

Sebab, sekolah kita sekarang dalam proses pembangunan yang harus di selesaikan paling lambat tahun ajaran baru ini, karena lokal belajar yang masih kurang.

Mendengar penjelasan dari bapak tersebut, ayah menjadi terdiam. “Baiklah kalau itu sudah menjadi keputusan sekolah, kami selaku orang tua hanya bisa menerima, tapi bagaimana kalau seandainya saya membantu mencarikan tambahan dana dengan meminta sumbangan kerumah- rumah warga untuk pembangunan sekolah ini dengan catatan salah satu dari anak saya diberikan kelonggaran biaya,” ucap ayah kepada Kepala Yayasan.

Akhirnya Bapak Kepala menyetujui permintaan yang diajukan oleh ayah. Ayah merasa sangat senang sekali mendengar jawaban dari bapak kepala Yayasan tersebut, sebelum ayah pulang pihak sekolah mengambil beberapa buah foto dokumentasi sekolah sebagai alat yang bisa digunakan ayah ketika akan meminta sumbangan nantinya.

Ayah melakukan pekerjaan itu 4 kali dalam seminggu dan sisa 3 hari lagi untuk ayah menarik becak.

Halaman
1234

Berita Terkini