Oleh: Dharma Harisa
Kota Bukittinggi, sebuah destinasi wisata yang indah di Provinsi Sumatra Barat, menarik perhatian tidak hanya karena kekayaan budaya, sejarah, dan alamnya yang menakjubkan, tetapi juga karena tantangan yang dihadapinya. Terutama dalam pengelolaan sampah.
Bukittinggi termasuk kota penghasil sampah terbesar di Sumatra Barat. Tingginya jumlah kunjungan masyarakat luar ke Kota Bukittinggi untuk berwisata, mengakibatkan volume sampah turut meningkat.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, saat ini terdapat 125.23 ton timbulan sampah harian yang dihasilkan dari kegiatan masyarakat di Bukittinggi.
Dengan jumlah penduduk sekitar 121.588 jiwa, masing-masing orang setidaknya menghasilkan satu kilogram sampah per harinya. Diantaranya 55,98 persen merupakan sampah organik yang terdiri dari makanan dan tumbuhan, dan 44,02 adalah sampah anorganik.
Selain itu, kenaikan timbulan sampah setiap tahunnya juga di Bukittinggi. Pada tahun 2019, Bukittinggi menghasilkan 113.43 ton timbulan sampah setiap harinya. Dengan produksi timbulan sampah tahunan sebanyak 41,402.80 ton.
Sedangkan pada tahun 2022, kota wisata itu menghasilkan 45,707.54 ton sampah per tahun. Jika kita perhatikan, terjadi peningkatan 10,40 persen produksi sampah di Kota Bukittinggi selama 3 tahun terakhir.
Terlebih saat ini, Kota Bukittinggi tidak memiliki Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS). Sampah-sampah yang ada di Bukittinggi akan dibawa ke TPAS Regional Sumbar di Kelurahan Padang Karambia, Kecamatan Payakumbuh Selatan, Kota Payakumbuh.
TPAS Regional Payakumbuh sendiri dimanfaatkan untuk menampung sampah dari empat kota/kabupaten di Sumatra Barat. Yakni, Kota Payakumbuh, Kota Bukittinggi, Kabupaten Agam, dan Kabupaten Limapuluh Kota.
Dalam paparan akhir program Pengurangan Emisi melalui Perbaikan Sampah Perkotaan di Dinas Lingkungan Hidup Kota Bukittinggi, Selasa (21/11/2023), Direktur WALHI Sumbar Wengki Purwanto mengatakan kondisi TPAS tersebut sudah over capacity.
Kata Wengki, pada tahun 2024 Pemerintah Provinsi Sumatra Barat juga berencana akan menutup TPAS Regional Payakumbuh tersebut.
"Hal ini menjadi suatu isu yang serius," papar Wengki. lanjutnya, "Ada penelitian dari Universitas Pertahanan yang mengatakan, Kota Bukittinggi bisa lumpuh dalam satu hari karena sampah."
Dia mengilustrasikan jikalau sampah-sampah yang ada di Bukittinggi ditolak untuk masuk ke TPAS yang ada di Sumatra Barat.
"Kita bisa membayangkan jika Bukittinggi misalnya, 120 ton sampah itu kalau sehari saja tidak diangkut ke TPA, maka sampah itu bisa bertebaran di Kota Bukittinggi. Itu baru satu hari, bagaimana kita membayangkan jikalau sampah-sampah tersebut dibiarkan dua hari, tiga hari, bahkan satu minggu -- bisa dibayangkan akan ada tumpukan sampah dimana-mana," ucap Wengki.
"Beberapa kota di Indonesia sendiri sudah merasakan dampak dari masalah pengelolaan sampah. Kita bisa melihat kejadian di Kota Bandung beberapa waktu yang lalu. Kala tidak jalannya pengelolaan sampah dalam beberapa hari, setelah itu banyak kantong-kantong sampah menumpuk dijalanan, menimbulkan bau, penyakit dan berbagai masalah lain,"lanjutnya menjelaskan.