Catatan Perjalanan, Ike Revita, Dosen Prodi Magister Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas (FIB Unand)
DESA Matotonan, sebuah potensi destinasi sekaligus objek wisata, tetapi eksotis yang terletak di Siberut Selatan, Mentawai, telah lama menjadi rahasia yang tersembunyi di tengah-tengah keindahan Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Jauh dari keramaian perkotaan, desa ini menghadirkan pesona alam yang tak tergoyahkan dan budaya yang kaya, menjadikannya tujuan wisata yang menarik bagi para penggemar petualangan dan pencinta alam.
Dengan dikelilingi oleh hutan hujan tropis yang hijau dan pegunungan yang gagah, Desa Matotonan menawarkan pemandangan yang menakjubkan.
Sungai-sungai yang jernih mengalir di antara pepohonan lebat, menciptakan suasana yang menenangkan dan memikat hati siapa pun yang mengunjunginya.
Para pengunjung dapat melakukan trekking menantang melalui jalan setapak yang tersembunyi, mengungkap keindahan alam yang belum tersentuh.
Namun, keistimewaan Desa Matotonan tidak hanya terletak pada alamnya yang menakjubkan. Desa ini adalah rumah bagi suku Mentawai, salah satu suku asli Indonesia yang telah mempertahankan tradisi dan budaya mereka selama berabad-abad.
Pengunjung dapat menyaksikan secara langsung kehidupan sehari-hari suku Mentawai, mulai dari rumah panggung tradisional mereka yang disebut ‘uma’ hingga seni tato Mentawai yang rumit dan unik.
Desa Matotonan juga menawarkan kesempatan langka bagi para pengunjung untuk berinteraksi dengan masyarakat setempat dan belajar tentang kehidupan mereka.
Anda dapat mengenal lebih dekat dengan kegiatan pertanian tradisional, berpartisipasi dalam upacara adat, atau bahkan belajar berburu dengan cara tradisional. Keakraban dan keramahan penduduk setempat akan membuat kita merasa seperti di rumah sendiri.
Daerah yang juga disebut dengan wilayah sikerei ini memiliki pesona yang luar biasa. Keramahan penduduk yang alami dan tidak dibuat-buat menimbulkan rasa terenyuh karena untuk kondisi kekinian sangat sulit mencari ketulusan dan sincerity.
Tegur sapa, senyum, atau lambaian tangan tidak hanya dilontarkan oleh orang tua tetapi juga anak-anak. Sungguh sebuah keramahtamahan dan sikap humble yang tidak dibuat-buat.
Perjalanan ke Desa Matotonan bukanlah tanpa tantangan. Akses ke desa ini membutuhkan perjalanan yang cukup panjang dan memerlukan persiapan yang matang.
Dimulai dengan menaiki kapal cepat, dari Kota Padang selama lebih kurang 3,5 jam dan mendarat di Muara Siberut Selatan. Dilanjutkan dengan Sampan kecil bermesin yang dikenal dengan nama Pompong selama lebih kurang 6 jam untuk sampai ke Desa Matotonan.
Sekarang sudah ada pilihan, menggunakan kendaraan umum (mobil pick up terbuka) melewati jalan yang (bagi saya) tidak bisa disebut jalan, karena selain banyaknya lobang yang dalam.