Berita Populer Sumbar

Populer Sumbar: Tanggul Drainase Bukittinggi Jebol, Masjid Tua Bersejarah Jorong Bingkudu Canduang

Editor: Rizka Desri Yusfita
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tanggul drainase di Jalan Veteran, Kelurahan Puhun Tembok, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi jebol, Selasa (7/6/2022) sore.

Seperti halnya Rumah Gadang, bangunan masjid ini memiliki kandang atau kolong dibawahnya setinggi 1,5 meter dengan pondasi terpisah dari benton.

Lalu bangunan masjid dibangun tanpa menggunakan paku, yaitu dengan sistem pasak.

Keseluruhan bangunan Masjid Bingkudu memiliki luas 21 x 21 meter dengan tinggi dari permukaan tanah hingga ke puncak atap 19 meter.

Sebuah tiang raksasa berbentuk persegi 16 berdiameter 1,25 meter di tengah bangunan menjadi tonggak utama masjid atau disebut juga tiang macu.

Di sekeliling tiang macu, terdapat 24 tiang lainnya dengan berbagai ukuran berbentuk persegi 12. Diameternya mulai dari 20 hingga 45 centimeter.

Terdapat pula lima tiang pada bagian mihrab masjid ini, dengan mihrab terletak di sebelah barat yang sedikit menjorok keluar.

Semua tiang yang berdiri pada masjid ini berasal dari kayu utuh tanpa sambungan.

Masjid ini memiliki dua lantai.

Lantai utama sebagai tempat ibadah dengan langit-langit yang mencekung.

Lantai dua sebagai tempat penyimpanan atau gudang yang dihubungkan dengan tangga kayu dari lantai satu

Pintu masuk masjid terdapat di sebelah timur yang di sana terdapat sebuah menara setinggi 11 meter yang juga berbahan kayu.

Bagian dalam masjid dihiasi dengan lampu gantung dan lampu dinding kuno dengan berbagai ukuran.

Mimbar masjid berbentuk leter L dipenuhi dengan ukiran khas Minangkabau.

Selain itu terdapat sebuah bangunan luar masjid yang juga difungsikan sebagai gudang atau tempat penyimpanan.

Sebelah utara masjid terdapat pandam pekuburan yang salah satunya merupakan kuburan Syekh Ahmad Taher, salah satu ulama masyur di Canduang.

Pemugaran

Sejak berdiri Masjid Bingkudu telah melewati berbagai macam pemugaran.

Arman mengatakan, pemugaran terakhir dilakukan dengan penggantian atap ijuk dengan seng dan penggantian dinding dan jendela yang lapuk.

Atap ijuk diganti oleh masyarakat setempat secara bergotong royong sekitar lima tahun lalu mengingat kondisi masjid yang kian lapuk akibat bocoran air dari ijuk.

"Penggantian ini dilakukan tidak merubah bentuk aslinya," kata Arman.

Dia menjelaskan pemugaran pertama dilakukan pada 1920 oleh Syekh Ahmad Taher. Kemudian pada 1925 dilakukan pembangunan menara masjid.

Pada 1950 dilakukan pemugaran atap dan dua tahun setelahnya pemugaran tiang.

Pada 1957 atap ijuk diganti dengan seng dan kemudian diganti lagi oleh Pemkab Agam dengan ijuk saat renovasi pada 1989.

Tiang macu masjid diganti dengan baton berbahan kapur putih pada 1960 karena mengalami kerusakan cukup parah.

Kemudian pada 1961 dinding yang lapuk diganti dengan yang baru dan puncak masjid diganti pula karena patah akibat angin kencang.

"Warna masjid dari dulu sampai kini tidak pernah berubah, warnanya tetap biru," ungkapnya.

Kini, bangunan tua ini memiliki fasilitas toilet dan tempat berwudhu yang baru di sebelah timur setelah dibangun beberapa tahun lalu.

Kemudian di sini juga terdapat asrama putri dari pesantren Syekh Ahmad Taher. 

(*)

Berita Terkini