Hingga akhir November 2020, tercatat jumlah korban meninggal sebanyak 5 orang dan luka-luka 3 orang pada kecelakaan di perlintasan sebidang.
Baca juga: Selama 2 Hari, 2 Mobil Tertabrak Kereta Api di Pariaman, Sopir dan Penumpang Luka-luka
"Kecelakaan di Divre II banyak terjadi pada perlintasan sebidang liar meskipun di lokasi sudah terdapat rambu-rambu lalu lintas bahkan ada penjagaan swadaya oleh masyarakat," tambah Rusen.
Menurut Rusen, hal ini menandakan masih rendahnya disiplin masyarakat pengguna jalan saat akan melewati perlintasan kereta api.
Ia melanjutkan, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 124 menyatakan pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Adapun dalam UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114 menyebutkan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup, dan/atau ada isyarat lain.
Baca juga: Kereta Api Padang - Naras Hantam Mobil Kijang Innova di Pariaman, Tak Ada Korban Jiwa
Kemudian, mendahulukan kereta api dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.
Sementara sesuai PM 36 Tahun 2011 tentang Perpotongan Dan/Atau Persinggungan Antara Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain pada Pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa pada perlintasan sebidang, kereta api mendapat prioritas berlalu lintas.
Rusen mengatakan kecelakaan di perlintasan sebidang tidak hanya merugikan pengguna jalan tapi juga merugikan KAI dari segi biaya perawatan kerusakan sarana dan menjadi penyebab keterlambatan penumpang sampai di tujuan.
“Sekali lagi kami mengimbau masyarakat untuk mematuhi seluruh rambu-rambu yang ada, berhenti sebelum melintas, serta tengok kanan dan kiri terlebih dahulu."
"Hal ini harus menjadi budaya pada masing-masing pengguna jalan demi keselamatan perjalanan kereta api dan keselamatan para pengguna jalan itu sendiri,” tutup Rusen. (*)