"Tapi kalau sudah terdidik untuk itu, ketika dihadapkan gelombang kedua dan ketiga, kita sudah siap," jelas Defriman Djafri
Menurut Defriman Djafri yang perlu bukan PSBB nya dicabut, tapi membuat kearifan lokal di dalam model pembatasannya.
• Menurutmu Apa Dampak Negatif jika Seseorang Suka Menunda-nunda Pekerjaan? Jawaban Soal SMA TVRI
• Cek Jawaban SD Kelas 4-6 Soal Seekor Cacing Berada 20 cm di Bawah Permukaan Tanah di TVRI
Inovasi kearifan lokal ini yang seharusnya dijadikan role model ke kabupaten dan provinsi yang lain.
Namun, yang menjadi kendala ialah masjid dan pasar.
Ia mencontohkan, di masjid Depok, dibuat kalau mau salat gak masalah, asal orang yang salat di karantina di masjid itu dalam sebulan.
Nanti di tes swabnya, kalau aman, gak ada orang luar, dia bisa salat jemaah dan tarawih. Asal bisa lingkungan sekitar menjamin itu.
"Itu kan bisa dibuat pernyataan, tanda tangan, atau babinsa disitu, wali nagari diberlakukan seperti itu. Kalau itu bisa menjamin, bisa dilonggarkan PSBB, tapi bukan dicabut," imbuh Defriman Djafri.
Tetapi jika orang tetap bergerak dari satu tempat ke tempat lain, siapa yang akan menjamin?
• Jawaban: Jika Kamu Diwariskan Keterampilan Membatik, Bagaimana Cara Mengajarkannya kepada Temanmu?
• Bagaimana Pendapatmu tentang Usaha Wayan dalam Berlatih? Cek Jawaban SD Kelas 1-3 Belajar dari Rumah
Ketika PSBB selesai artinya orang beraktivitas, yang akan dihadapi justru imported cases.
Orang yang masuk dari Jambi, Pekanbaru, Jakarta, Malaysia, itu yang akan dihadapi pasca PSBB ketika dicabut.
Intinya terletak pada kesiapan masyarakat.
Tapi kalau masyarakat sudah dididik disiplin, mau pandemi apapun bisa dikendalikan.
Karena sudah terbiasa menggunakan masker dan usai membeli kebutuhan pokok selalu cuci tangan.
"Itu yang harus dididik," tutur Defriman Djafri. (*)