Kisah Inspiratif

KISAH Kakek Zulmanis, Pemulung di Padang Pernah Diusir Istri karena Hanya Serahkan Rp 50 Ribu

Penulis: Rizka Desri Yusfita
Editor: Emil Mahmud
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Kisah Pilu Kakek Pemulung di Padang

Kisah Pilu Kakek Pemulung di Padang pernah Diusir Istri, Lantaran Hanya Serahkan Rp 50 Ribu

Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Selama 30 tahun, Kakek Zulmanis bekerja memulung dan mencari barang rongsok di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).

Berbekal gerobak sepeda, laki-laki 62 tahun itu menelusuri jalan lalu mengumpulkan berbagai macam barang bekas.

Pekerjaan sebagai pemulung dilakoninya hanya sekadar untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

Kakek Zulmanis kini sendirian tinggal di sebuah kontrakan yang beralamat di Jalan Sawahan Dalam No 14 A.

"Saya tinggal sendiri di Padang. Saya sudah berpisah dengan anak istri saya," ujar Pria kelahiran Batusangkar, 5 Juli 1958 silam.

Hiruk pikuk Kota Padang ternyata menyembunyikan kisah pilu dari seorang kakek yang hidup sebatang kara ini.

Empat tahun lamanya ia berpisah dengan anak dan istri tercinta.

"Saya berpisah karena uang. Ketika itu saya hanya dapat penghasilan Rp 50 ribu. Saya kasih sama istri, dia menolak. Dibungkusnya kain saya, lalu dilemparnya ke becak," cerita laki-laki yang ingin dipanggil "Gaek" ini.

Zulmanis memiliki tiga orang anak, masing-masing tamat SLTP dan SMA. Hanya satu orang yang belum menikah.

Dia mengatakan rindu dengan anak-anaknya, tapi mau gimana lagi anak-anaknya ikut ibunya ke Jakarta.

Sambil istirahat, dia bercerita tentang kesehariannya.

Dia mengatakan, dalam sehari jika beruntung dia bisa mendapatkan Rp 50 ribu.

Tapi, jika tidak dia hanya mendapatkan sebungkus nasi dari orang-orang di jalanan yang merasa iba terhadap dirinya.

"Kalau dapat uang, saya bisa makan. Kalau gak dapat, tentu gak makan," terangnya.

Sejak muda dia terpaksa merantau ke Padang berharap mendapat hidup lebih baik.

Dia sudah lama di Padang, yakni sejak 1975 silam.

Sempat punya usaha jualan buah-buahan seperti jeruk dan duku, namun itu juga tak bertahan lama.

Dia mengatakan, membeli buah itu ternyata harus berutang lebih dulu.

Kasus Corona Nol, Sistem Pendeteksian di Indonesia Sempat Diragukan

KISAH PEREMPUAN Pemulung yang Mendadak Buta, Ditinggal Suami Diduga Selingkuh

POPULER PADANG - Hasil Diagnosa RSUP M Djamil Terkait Ini| Kisah Kakek Masril Jadi Pemulung

Jika tak ada jual beli, tentu hanya menyisakan utang.

Karena takut berutang, makanya dia memutuskan untuk memilih botol bekas.

"Dari Batusangkar ke Padang mengadu nasib, saat itu saya masih bujang," ucap Zulmanis.

Dia memulung dari pagi sampai sore, kadang malam-malam juga, berangkat pukul 08.00 pagi dan pulang pukul 22.00 WIB.

Kemana saja Zulmanis mencari botol bekas, kalau terasa tak kuat lagi dia memilih untuk berhenti sejenak dan beristirahat.

Tinggal di sebuah kontrakan dengan uang sewa Rp 300 ribu, cukup berat bagi dia.

Namun, dia bersyukur masih ada dermawan yang kadang-kadang memberinya sedikit uang.

"Awalnya, saya tidur dimana saja. Lalu, ada orang baik hati yang menawarkan untuk tidur di kontrakan saja karena dia cemas saya tertangkap oleh Satpol PP jika tidur di jalan," ujar Zulmanis.

Berpuluh-puluh tahun hidup di Padang menjadi pemulung, tentu tidak mudah bagi Zulmanis.

Namun ia mengakui sangat menikmati pekerjaan di usia senjanya. Kata dia, kalau kerja yang lain, tidak kuat lagi.

"Gaek tidak kuat lagi bekerja, terpaksalah seperti ini, mengumpulkan barang bekas itu tidak begitu berat karena badan sudah tak berdaya," jelas Zulmanis.

Karton, plastik, apapun yang dibuang orang dikumpulkan oleh Zulmanis.

Jika ia sakit, dia menanggung sakit itu sendiri.

Dia mengaku punya kartu BPJS, hal itu bisa digunakannya saat sakitnya sudah parah.

Selama ini, dia memiliki seorang teman yang selalu peduli dan jika sakit teman tersebutlah yang membawanya ke puskesmas terdekat.

"Saya sering sakit, tapi kepada siapa akan dikadukan. Hanya ke yang Maha Esa saja," ucap Zulmanis.

Zulmanis pernah mencoba meradu nasib jadi pengemis. Tapi itu hanya sebentar, tak banyak orang yang memberinya uang.

Ilustrasi: Kisah Pilu Kakek Pemulung di Padang (TribunPadang.com /Rizka Desri Yusfita)

Namun dia sadar, saat itu dirinya masih kuat. Sejak saat itu, dia gak mau lagi mengemis.

Dia tetap berusaha selagi bisa dan terus mengayuh becak mencari barang bekas.

Zulmanis mengaku selama memulung tidak pernah menabung, karena dia tidak punya uang yang banyak untuk ditabung.

"Mau gimana lagi. Itu yang saya dapatkan. Kemana mau mengadu. Dapat sekali, hanya untuk makan," katanya.

Setiap memulung, cerita Zulmanis, kalau ada orang di luar rumah, pasti dia menanyakan berguna atau tidak barang itu.

Kadang-kadang dia diberi uang belanja oleh sang pemilik rumah.

Zulmanis menegaskan, kondisi ekonomi yang serba pas pasan memaksanya untuk memulung dari satu tempat ke tempat lain.

Dia mengungkapkan, sempat kerja di kantor lurah sebagai petugas kebersihan.

Satu rumah ia berhasil mengumpulkan Rp 10 ribu. Yang memberi uang bukan pihak lurah, tapi pribadi orang rumah.

POPULER PADANG - Kakek Ramli Penjual Rokok di Pasar Raya| Hutan Pantai Segera di Pantai Padang

Kisah Kakek Ramli Penjual Rokok di Pasar Raya Padang, Semangat Kerja Meski Kaki Tidak Sempurna

Namun ia trauma ketika saat mengambil sampah di rumah warga, ia menemukan kotoran manusia di sebuah kantong plastik.

Awalnya ia tak tahu isi dari kantong plastik itu.

Ketika di masukkan ke becak, plastik itu pecah.

"Saya muntah dan sempat tidak sadarkan diri. Ada warga yang memberi minum. Sejak saat itu, saya berhenti total dari pekerjaan itu. Baru pindah mencari botol bekas ke jalanan," tutur Zulmanis.

Sekian lama menjadi pemulung, dia mengaku belum dapat bantuan, walaupun hanya sekadar bantuan perbaikan becak.

Tak banyak harapan Zulmanis.

"Saya hanya ingin menjalani hidup saja," tutup Zulmanis. (tribunpadang.com/rizka desri yusfita)

Berita Terkini