TRIBUNPADANG.COM - Polres Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta telah menetapkan tiga tersangka atas tragedi susur sungai SMPN 1 Turi, Sleman pada Selasa (25/2/2020).
Tragedi susur sungai yang menewaskan 10 siswa tersebut terjadi di Sungai Sempor Sleman, Jumat (21/2/2020) lalu.
Ketiga tersangka tersebut adalah IYA (36), DDS (58) dan R (58) yang menjabat sebagai Pembina Pramuka SMPN 1 Turi.
Ketiga tersangka mengaku menyesal bahkan menangis saat menyampaikan permohonan maafnya kepada masyarakat di depan awak media.
Namun yang menjadi perhatian publik ialah penampilan ketiga tersangka yang digunduli dengan seragam tahanan.
Banyak pihak yang menyayangkan tindakan aparat yang dinilai berlebihan karena menggunduli ketiga tersangka.
Pasalnya, mereka tampak kooperatif dan tidak ada tanda-tanda tiga guru tersebut melakukan perlawanan atau tidak menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
• Trauma Tragedi Susur Sungai, Siswi SMPN 1 Turi Ini Takut Lihat Air dan Tak Berani Sendirian di WC
Tak hanya itu, ada pula yang menganggap tindakan tersebut sudah keterlaluan sebab menyamakan para guru tersebut, seolah sebagai pelaku kriminalitas.
Sehingga akibat perbuatan itu, kini menimbulkan gejolak di masyarakat, khususnya para guru yang merasa geram dan keberatan dengan sikap arogansi dari aparat penegak hukum.
Dirangkum dari berbagai sumber, berikut beberapa tanggapan terkait polemik pelecehan tiga tersangka kasus susur sungai SMPN 1 Turi:
1. Ikatan Guru Indonesia: Penghinaan terhadap Profesi Guru dan Tuntut Kapolri Mundur jika Tak Bertindak
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim mengecam keras tindakan aparat kepolisian yang membotaki rambut tiga guru pembina Pramuka SMPN 1 Turi, Sleman yang ditetapkan sebagai tersangka insiden susur sungai.
Menurut Romli, pemotongan rambut tersebut merupakan penghinaan terhadap profesi guru.
"Peristiwa pemotongan rambut hingga botak terhadap guru-guru yang diduga lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga kegiatan yang didampinginya merenggut nyawa anak-anak didiknya adalah sebuah penghinaan terhadap profesi guru," ujar Romli kepada Tribunnews.com, Rabu (26/2/2020).
Romli menuntut Kapolri Jenderal Idham Azis memberikan hukuman berat terhadap oknum polisi yang melakukan tindakan tersebut.
Menurutnya, cara ini merupakan penghinaan meski guru tersebut telah melakukan kelalaian.