Buntut Demo Siswa SMA Negeri 5 Padang, 12 Orang Tim Pencari Fakta (TPF) Diterjunkan ke Lapangan

Penulis: Rezi Azwar
Editor: afrizal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SMA Negeri 5 Padang, di jalan Raya Balai Baru, Gunung Sarik, Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat. Siswa mogok belajara dan melakukan aksi demo di sekolah, Senin (11/3/2019).

Aksi demo dan mogok belajar siswa SMA Negeri 5 Padang berbuntut diterjunkannya tim pencari fakta. Sekretaris Dinas Pendidikan Sumbar menerjunkan 12 orang anggota TPF

Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rezi Azwar

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Sebanyak 12 orang Tim Pencari Fakta (TPF) akan terjun ke lapangan sebagai buntut demo siswa SMA Negeri 5 Padang.

12 orang ini akan menggali fakta di lapangan penyebab aksi mogok belajar yang dilakukan siswa SMA Negeri 5 Padang sejak Senin (1/3/2019) lalu. 

Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat, Bustavidia, menuturkan tim pencari fakta ini turun ke lapangan di SMA 5 Padang hari ini juga Rabu (13/3/2019).

"Hari ini, Tim Pencari Fakta (TPF) ada sekitar 12 orang yang akan turun ke lapangan, dan sebelum berangkat kami breafing dulu," katanya saat dihubungi TribunPadang.com, Rabu (13/3/2019).

Anggota DPRD Sumbar, Hidayat, menuturkan masalah yang terjadi di SMA Negeri 5 Padang hingga berujung mogok belajar dan demo siswa menjadi evaluasi yang sangat serius bagi Dinas Pendidikan. 

Dia meminta dalam proses investigasi masalah ini, hendaknya melibatkan berbagai pihak.

Termasuk guru dan siswa. 

Siswa SMA Negeri 5 Padang Masih Mogok Belajar, Pelajar Banyak Masuk Keluar Pekarangan Sekolah

Siswa SMA Negeri 5 Padang Demo Kepala Sekolah, Tak Mau Belajar Sampai Ada Keputusan Disdik

Tim pencari fakta hendaknya juga mendengarkan aspirasi siswa. 

"Kita minta berbagai pihak juga diikutsertakan dalam proses investigasi tersebut, termasuk guru dan siswa oleh tim investigasi mendengarkan aspirasi adik-adik siswa," kata Komisi V DPRD Sumbar, kemarin, Selasa (12/3/2019).

Siswa SMAN 5 Padang saat mendatangi DPRD Sumbar, Selasa (12/3/2019) (TribunPadang.com/Rezi Azwar)

Senin (11/3/2019) kemarin, siswa SMA Negeri 5 Padang mengelar demontrasi dan mogok belajar usai upacara bendera. 

Melakukan aksi di lapangan sekolah SMA Negeri 5 Padang, siswa menuntut kepala sekolah turun dari jabatan

Mereka pun bertekad, baru belajar lagi setelah mendapatkan keputusan dari Dinas Pendidikan bahwa keinginan mereka disetujui. 

"Kalau belum turun, kami tetap akan mogok belajar. Kalau sudah dapat keputusan dari dinas, yang sudah menurunkan kepala sekolah, baru kami mulai belajar dan melakukan kegiatan seperti biasa, " kata Fiqri Nugraha, siswa Kelas XI Mipa enam, kepada TribunPadang.com.

Hal senada juga disampaikan siswa lainnya. 

"Harapannya, kepala sekolah diturunkan," sambung Rini Ramadhani Irdas, siswa kelas XI Mipa enam.

Rini menambahkan, misalkan tidak diturunkan, setidaknya kepala sekolah bisa memperbaiki kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi.

Pendukung Jokowi Hadir Dekat Lokasi Kampanye Prabowo di Pekanbaru, Pajang Spanduk 01 Seberang Jalan

Deretan Fakta Terbaru Bom Sibolga, 2 Ledakan Terjadi Dini Hari hingga Tak Terkait Kunjungan Jokowi

"Setidaknya, diganti kepala sekolahnya. Kakak kelas juga mendukung dalam aksi ini," tambahnya.

Fiqri Nugraha menjelaskan, aksi demontrasi dan mogok belajar yang mereka lakukan karena kurangnya perhatian yang diberikan untuk kegiatan siswa.

Perjuangan yang mereka lakukan serasa kurang dihargai.   

Awalnya memang ada dukungan untuk kegiatan ekskul di sekolah.

"Tapi, lama-kelamaan dari kegiatan OSIS dan pengurus-pengurus lainnya merasakan kegiatannya mulai tidak jelas," tambahnya.

Fiqri mengatakan dia merasakan perjuangan siswa tidak dilihat oleh kepala sekolah.

Padahal siswa berjuang demi nama sekolah.

"Ini aspirasi kami saja," ungkapnya.

Ia mengatakan, aksi yang dilakukan ini tidak ada anarkis.

Mereka usahakan untuk tidak anarkis.

LBH Dilarang Temui Klien di Penjara, Kalapas Muaro Padang: Masa Pengenalan Belum Boleh Dikunjungi

Prakiraan Cuaca Sumbar Rabu 13/3/2019, Semua Wilayah Cerah Berawan

"Ketidakjelasan ini bukan dari kami, tapi dari Bundanya sendiri," katanya.

Dia memberi contoh saat siswa membuat sebuah acara.

Semua perencanaan sudah matang termasuk jumlah biaya dan waktu pencaiaran.

"Jauh-jauh hari sudah di ACC oleh Bunda, tapi tepat pada hari H-11 dibatalkan secara tiba-tiba, dengan alasan tidak adanya dana dan kejelasan yang pasti," katanya.

Kondisi itulah yang ia ungkit bersama siswa lainnya.

Siswa pun menyayangkan penghargaan yang didapatkan kepala sekolahnya dari pihak luar.

"Bunda di luar sekolah, dan di dinas mendapat penghargaan inovatif kemarin ini, dilihat sebagai kepala sekolah yang baik," katanya.

Tapi di dalam sekolah baginya tidak seperti itu.

Kepala sekolah tidak pantas mendapaktkan penghargaan tersebut.

"Kami di sini ditekan, seperti anak Tari, dan anak palang merah remaja (PMR). Saat anak PMR pergi lomba, tidak didanai, uang makan tidak ada, dan ketika sudah bawa sembilan piala juara umum. Bunda ikut foto-foto," katanya.

Siswa SMA Negeri 5 Padang lakukan demo terhadap kepala sekolahnya, pada pagi setelah upacara bendera di lapangan dalam sekolah, Senin (11/3/2019).

Kepala Sekolah SMA Negeri 5 Padang, Yeni Putri ketika dikonfirmasi menuturkan tadi pagi setelah dirinya datang masih tetap salaman dengan anak-anak.

Saat upacara bendera pun berjalan dengan lancar.

Dimas Ekky Pratama Antusias Sambut Balapan MotoGP Indonesia

Setelah upacara ia langsung ke ruangan komputer.

Namun siswa sudah bersorak di lapangan upacara dengan membawa spanduk.

"Katanya mereka tidak senang dengan Bunda. Karena aspirasi mereka tidak tersalurkan. Contoh uang komite yang tidak transparan, dan tiap pergi lomba tidak ada uangnya," katanya.

Yeni Putri menuturkan ia dapat konfirmasi mengenai uang komite SMA Negeri 5 Padang sudah tidak ada pemungutan sejak Juli sampai Desember.

"Karena sekolah tidak kuat Undang-undangnya untuk melakukan pemungutan, tapi uang komite, tentu orang komite yang mengelola," katanya.

Antara komite sekolah dengan orangtua siswa belum menemukan kata setuju sehingga belum melakukan pemungutan apa-apa.

"Disaat anak-anak lomba dan minta uang ke Bunda, kata Bunda kita gak punya uang. Kalau juga ingin lomba, tentu kita tidak punya uang," katanya.

Saat diberitahu kondisi tersebut, Yeni Putri mengatakan siswa setuju dibayar orang tua.

"Dan kalau setuju, mana surat persetujuan orang tuanya. Baru ada surat izin dikeluarkan untuk ikut lomba,"

Ia mengatakan, tentang LPI juga sudah ia jelaskan, kalau uang sekolah tidak ada, bagaimana mau lomba, uangnya banyak.

"Dan, mereka mengatakan mereka setuju menggunakan dana orang tua," katanya.

Ditambahkannya saat mereka juara satu, dirinya traktir anak-anak itu dengan uang pribadi.

"Sekarang kita lihat verifikasi dari Dinas Pendidikan nanti, bagaimana ke depannya akan masalah ini," ujarnya.

Ia mengatakan, yang penting ia tidak berbuat, tidak melakukan korupsi, dan selalu mendukung kegiatan anak-anaknya.

"Soal akademik bunda latih mereka dengan biaya Rp 18 juta lebih sekitar empat orang. Bunda latih setiap hari, dan guru-guru juga melatihnya di pustaka setiap hari," katanya.

Ia mengatakan, kalau akademik belajar, guru-guru masuk mengajar semuanya, dan ia selalu mendukung anak-anak, agar lebih maju lagi.

"Menunggu hasil verifikasi dari pihak dinas, proses belajar tetap berjalan dahulu, dan Buk Yeni tetap kepala sekolahnya dulu," ungkapnya.

Yeni Putri  menuturkan ia tetap melakukan aktivitas seperti biasa.

Kalau ada muridnya tidak mau belajar, itu berarti ia tidak berhasil mendidik karakter muridnya.

"Jadi, kita tegaskan saja siapa yang mau belajar dan siapa yang tidak mau," katanya.

Apa yang dikatakan siswa itu, tegas dibantah Yeni Putri tidak benar.

"Buktinya ada Bunda dukung semuanya. Setiap ada lomba Bunda ACC, dengan melaporkannya ke pihak komite," katanya.

Ia juga menjelaskan, untuk dana BOS, jika kegiatan di luar sekolah tidak boleh digunakan.

Dana BOS itu digunakan di dalam sekolah misalnya pembinaan, dan pelatihan-pelatihan.(*)

Berita Terkini