Berita Populer Sumbar

3 POPULER SUMBAR: Kuda Fort De Kock Mati, Asir Dental Care Buka Suara, dan Harga Cabai Merah Naik

Simak kumpulan berita menarik seputar Sumatera Barat yang telah tayang dalam 24 jam terakhir di TribunPadang.com.

Editor: Rahmadi
Dokumentasi/Dinas Pertanian Bukittinggi
KEMATIAN KUDA PEJANTAN - Kuda pejantan Fort De Kock yang merupakan aset Pemko Bukittinggi dilaporkan mati pada Kamis (10/7/2025). 

TRIBUNPADANG.COM  – Simak kumpulan berita menarik seputar Sumatera Barat yang telah tayang dalam 24 jam terakhir di TribunPadang.com.

Pertama, kuda pacu Fort De Kock milik Pemko Bukittinggi, Sumatera Barat mati di usia 19 tahun pada Kamis (10/7/2025).

Kuda pejantan ini merupakan aset pemerintah kota yang dibeli dari Australia dengan harga Rp800 juta pada tahun 2008.

Kedua, Dokter gigi Rini Susilawati dari Asir Dental Care membantah tuduhan malapraktik dari pasiennya, Hengki Saputra.

Rini Susilawati membantah keras klaim Hengki yang menyebut pencabutan gigi pada Oktober 2021 menyebabkan kebutaan.

Ketiga, kenaikan harga cabai merah di Pasar Inpres Sijunjung dipicu oleh faktor cuaca yang tidak menentu.

Pedagang menyebut cuaca buruk menyebabkan gagal panen di sejumlah daerah penghasil, sehingga pasokan cabai berkurang dan harga melonjak.

Baca berita selengkapnya berikut ini:

1.  Kuda Pacu Pemko Bukittinggi Mati di Usia 19 Tahun, Dulu Dibeli dari Australia Rp800 Juta Tahun 2008

Kuda pacu Fort De Kock milik Pemko Bukittinggi, Sumatera Barat mati di usia 19 tahun pada Kamis (10/7/2025).

Kuda pejantan ini merupakan aset pemerintah kota yang dibeli dari Australia dengan harga Rp800 juta pada tahun 2008.

Fort De Kock dibeli pada masa kepemimpinan Wali Kota Djufri, dan menjadi satu-satunya kuda pacu pejantan milik Pemerintah Kota Bukittinggi.

Selama hidupnya, kuda tersebut menghasilkan banyak keturunan unggulan dan mengharumkan nama Bukittinggi di berbagai arena balap.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Bukittinggi, Hendry mengungkapkan jika Fort De Kock mati pada Kamis kemarin, sekira pukul 11:30 WIB.

Baca juga: Masih Ada ASN Tak Paham HAM di Sumbar, Kemenkumham Soroti Buruknya Pelayanan Publik

"Fort De Kock mati sekitar jam 11.30 WIB, usianya sekarang sudah 19 tahun," ungkap Hendry saat memberikan keterangan, Jumat (11/7/2025).

"Kuda ini sudah dibeli sejak 2008 oleh Wali Kota Djufri dengan harga Rp800 juta," sambung Hendry.

Saat ini kata Hendry, pihaknya belum bisa memastikan penyebab kematian Fort De Kock yang merupakan satu-satunya kuda aset Pemkot.

Meski sebarnya, kuda tersebut sudah mengalami gejala demam pada dua pekan terakhir.

"Untuk kematiannya sudah kami laporkan ke Wali Kota, selanjutnya akan dikubur bersama tim forensik dan labor hewan. Beberapa bagian tubuh akan diambil untuk pemeriksaan," katanya.

Baca juga: 4 Bahan Pokok Naik di Pasar Bawah Bukittinggi, Cabai Merah Tembus Rp35.000 per Kilo

Menurut Hendry, Fort De Kock selalu rutin menjalani pemeriksaan kesehatan dengan dua tahun terakhir, namun mengalami penurunan kekuatan fisik.

"Hasil labor terakhir HB kuda ini tinggi, terjadi juga pembengkakan di bagian kaki. Bahkan mendapatkan infus sebanyak dua botol," ucap Hendry.

Kematian Fort De Kock menjadi kesedihan tersendiri dari mantan Wali Kota Bukittinggi, Djufri yang langsung mendatangi kantor dinas pertanian.

"Tentu saya berduka dan saya yakini seluruh pecinta kuda pacu di Bukittinggi merasakan hal yang sama. Fort De Kock telah banyak mengharumkan nama Kota Bukittinggi dengan prestasi luar biasa dari keturunannya selama ini," kata Djufri.

Fort De Kock tercatat memiliki banyak keturunan yang berhasil menjadi juara balap kuda pacu di tingkat Sumatera Barat dan ikut berpartisipasi di kancah nasional.

"Kuda setinggi 170 ini bernilai Rp 2,5 miliar jika dikalkulasikan dengan harga saat ini. Saya bersama rekan lain pecandu kuda kecewa dengan kematiannya, semoga ada lagi bibit pejantan tangguh kuda pacu dihadirkan di Bukittinggi," kata seorang peternak kuda, Oskar Mentoih.

 

2. Pihak Asir Dental Care Pariaman Bantah Tuduhan Malapraktik, Cabut Gigi Tak Picu Kebutaan Pasien

Dokter gigi Rini Susilawati dari Asir Dental Care membantah tuduhan malapraktik dari pasiennya, Hengki Saputra.

Rini Susilawati membantah keras klaim Hengki yang menyebut pencabutan gigi pada Oktober 2021 menyebabkan kebutaan.

Dokter Rini menjelaskan kronologi tindakan medis yang terjadi hampir empat tahun lalu itu.

Rini menyampaikan penjelasannya berdasarkan catatan rekam medis kliniknya pada Jumat (11/7/2025).

Saat Hengki Saputra pertama kali datang ke praktik Rini di Pariaman Tengah, ia ditemani ibunya dengan niat untuk mencabut gigi.

Baca juga: Dokter Gigi Rini di Pariaman Beberkan Rekam Medis Hengki 4 Tahun Silam, sebelum Mengalami Kebutaan

Sebelum tindakan, Rini mengaku telah melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kondisi kesehatan pasien dan gigi yang akan dicabut.

"Hasil pemeriksaan saya sampaikan pada pasien dan ibunya, bahwa kondisi pasien baik dan gigi yang akan dicabut memenuhi syarat untuk tindakan medis," ujar Dokter Rini.

Ia menambahkan bahwa gigi yang dicabut adalah gigi berlebih di bagian atas depan, dekat langit-langit mulut.

Dokter Rini menegaskan bahwa proses pencabutan gigi dilakukan dengan prosedur sederhana sesuai dengan standar operasional profesinya. Ia juga memberikan obat minum pasca-pencabutan.

Penjelasan ini bertolak belakang dengan pernyataan Hengki dan ibunya, Nurhasni, yang mengklaim adanya pendarahan hebat dan Dokter sempat beberapa kali beristirahat selama proses pencabutan.

Baca juga: Kasus Kebutaan Hengki, Dokter Rini: Mencabut Gigi Bisa Menyebabkan Kebutaan Itu Adalah Mitos

BUTA SETELAH CABUT GIGI- Rini Susilawati dari Asir Dental Care dengan tegas membantah tuduhan malapraktik yang dialamatkan kepadanya oleh pasien Hengki Saputra. Sebelum tindakan, Rini mengaku telah melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kondisi kesehatan pasien dan gigi yang akan dicabut.
BUTA SETELAH CABUT GIGI- Rini Susilawati dari Asir Dental Care dengan tegas membantah tuduhan malapraktik yang dialamatkan kepadanya oleh pasien Hengki Saputra. Sebelum tindakan, Rini mengaku telah melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kondisi kesehatan pasien dan gigi yang akan dicabut. (TribunPadang.com/Panji Rahmat)

"Pernyataan itu tidak masuk akal," bantah Dokter Rini.

Ia menyoroti fakta bahwa sehari setelah pencabutan, Hengki kembali datang ke kliniknya untuk menambal beberapa giginya, sebuah fakta yang juga tercatat dalam rekam medis.

"Sebelum melakukan penambalan, saya cek bagian gigi yang kemarin dicabut. Kondisinya normal, pendarahannya normal, tidak ada pembengkakan. Karena pasien memakan obat sesuai anjuran," jelasnya.

Menurut Dokter Rini, jika memang terjadi malapraktik, seharusnya ada komplikasi serius seperti pendarahan hebat, pembengkakan, atau pembusukan pada area yang baru dicabut.

Berdasarkan kronologi dan rekam medis yang ada, Dokter Rini memastikan bahwa pernyataan pasien tidak sesuai dengan tindakan medis yang telah ia lakukan.

Ia juga dengan tegas menyatakan bahwa klaim pencabutan gigi bisa menyebabkan kebutaan adalah mitos.

Baca juga: Dokter Gigi di Pariaman Buka Suara di Tengah Tuduhan Malapraktik dalam Kasus Kebutaan Hengki Saputra

"Mencabut gigi bisa menyebabkan kebutaan itu adalah mitos, dalam ilmu kedokteran tidak ada hubungannya," tegasnya.

"Saraf gigi dan mata itu berseberangan, bukan berkaitan. Saraf gigi itu berhubungan dengan rahang, sedangkan saraf mata berhubungan dengan otak," papar Dokter Rini, menjelaskan secara medis.

Oleh karena itu, ia menilai keterangan dari pihak kepolisian yang menyebutkan bahwa pertumbuhan tumor jinak maupun ganas pada otak secara tidak langsung bisa mengganggu saraf mata, dan akhirnya menyebabkan pengurangan penglihatan bahkan kebutaan seperti yang dialami Hengki Saputra, adalah sesuai.

 

3. Cuaca Buruk Picu Gagal Panen, Harga Cabai Merah di Sijunjung Naik Tembus Rp40 Ribu

Kenaikan harga cabai merah di Pasar Inpres Sijunjung dipicu oleh faktor cuaca yang tidak menentu.

Pedagang menyebut cuaca buruk menyebabkan gagal panen di sejumlah daerah penghasil, sehingga pasokan cabai berkurang dan harga melonjak.

Saat TribunPadang.com berkunjung ke Pasar Inpres pada Jumat (11/7/2025) harga cabai mulai berangsur naik menjadi Rp 40 ribu sekilo.

Salah satu pedagang cabai bernama Ayu mengatakan harga cabai merah hampir tiap minggu ini mengalami kenaikan.

“Beberapa minggu ini harga cabai berangsur naik, minggu sebelumnya cuma Rp 35 ribu sekarang sudah Rp 40 ribu sekilo,” terangnya.

Baca juga: Sekolah Rakyat di Solok Terapkan Sistem Asrama, Pembangunan Fasilitas Masih Berlangsung

HARGA CABAI SIJUNJUNG - Harga cabai merah di Pasar Inpres yang terletak di Nagari Muaro, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat mulai naik. Saat TribunPadang.com berkunjung ke Pasar Inpres pada Jumat (11/7/2025) harga cabai mulai berangsur naik menjadi Rp 40 ribu sekilo.
HARGA CABAI SIJUNJUNG - Harga cabai merah di Pasar Inpres yang terletak di Nagari Muaro, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat mulai naik. Saat TribunPadang.com berkunjung ke Pasar Inpres pada Jumat (11/7/2025) harga cabai mulai berangsur naik menjadi Rp 40 ribu sekilo. (TribunPadang.com/Arif Ramanda Kurnia)

Ia juga menyebut stok cabai daerah masih mencukupi belum terlihat jelas cabai kotak atau luar daerah.

“Cabai yang saja jual ini berasal dari Sumpur Kudus aslinya cabai daerah sini dengan kualitas bagus,”ucapnya.

Menurut Pedagang lain bernama Ratih, kenaikan harga cabai bisa jadi karna faktor cuaca yang tidak menentu.

Faktor cuaca bisa mengakibatkan gagal panen hingga stok cabai dari daerah berkurang bisa menyebabkan kenaikan harga.

“Harga cabai emang susah diprediksi jelang sehari bisa naik turun,” jelasnya.

Ia juga mengatakan terkait daya beli masyarakat masih stabil dan biasa saja.

“Penjualan saat ini masih stabil kecuali jika harga cabai diatas Rp 50 ribu sekilo daya beli masyarakat agak menurun,” tutupnya.

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved