Berita Nasional

Profil Suparta, Terdakwa Korupsi 300 T Rekan Harvey Moeis Meninggal Dunia saat Jalani Vonis 19 Tahun

Suparta mengembuskan napas terakhirnya saat masih menjalani masa penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cibinong, Bogor.

|
Editor: Primaresti
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
TERDAKWA KORUPSI MENINGGAL- Direktur PT Refined Bangka Tin Suparta setelah menjalani sidang kasus korupsi tata niaga komoditas timah Rp 300 triliun di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024). Ia dikabarkan meninggal dunia setelah menjalani perawatan di RSUD Cibinong, Senin (28/4/2025) 

TRIBUNPADANG.COM - Suparta, terdakwa kasus tata niaga komoditas timah yang juga merupakan rekan Harvey Moeis, meninggal dunia di RSUD Cibinong Bogor, Senin (28/4/2025) sekitar pukul 18.05 WIB.

Suparta mengembuskan napas terakhirnya saat masih menjalani masa penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cibinong, Bogor.

Ia terlibat dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022, meninggal dunia.

KORUPSI 300 TRILIUN - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah Harvey Moeis mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/9/2024). Sidang kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah yang merugikan negara mencapai Rp300 triliun tersebut beragendakan pemeriksaan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
KORUPSI 300 TRILIUN - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah Harvey Moeis mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/9/2024). Sidang kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah yang merugikan negara mencapai Rp300 triliun tersebut beragendakan pemeriksaan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Kasus ini sempat membuat gaduh publik lantaran Suparta dan rekan-rekannya disinyalir merugikan negara hingga Rp 300 triliun.

Namun, belum diketahui pasti penyebab Suparta meninggal dunia.

"Penyebab meninggalnya belum ada info," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar kepada wartawan, Senin malam.

Tak banyak informasi soal Suparta, termasuk di Bangka Belitung, tempat dirinya mendirikan perusahaan smelter PT Refined Bangka Tin (RBT).

Namun, begitu dalam kasus mega korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung tersebut, Suparta didakwa menerima uang hasil korupsi timah senilai Rp 4,5 triliun.

Baca juga: UPDATE Sidang Kasus Korupsi di PT Timah: Sandra Dewi Bersaksi, Kerugian Negara Capai Rp 300 Triliun

Sosok Suparta

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari Bangkapos.com, Suparta tidak familiar di masyarakat Bangka Belitung.

Tetapi nama Suparta lebih banyak dikenal di kalangan sesama pebisnis tambang timah.

Namanya mencuat dan baru diketahui setelah Kejaksaan Agung mengusut kasus korupsi Timah yang menyeret Suparta.

Suparta diketahui menjabat sebagai Direktur PT Refined Bangka Tin (RBT).

Suparta merupakan pemegang saham utama PT RBT dengan total kepemilikan saham 73 persen.

Suparta memiliki saham 73 persen di smelter yang berlokasi di Sungailiat, Kabupaten Bangka Tersebut.

Suparta melalui PT RBT disebut menerima aliran dana korupsi senilai Rp 4,5 triliun.

Angka tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan terdakwa lainnya.

Berteman Dengan Harvey Moeis

Selain itu, Suparta dikenal berteman sejak lama dengan suami Sandra Dewi, Harvey Moeis yang sebelumnya sama-sama aktif di bisnis batubara sejak kurun 2012-2013.

Hingga pada 2016, Suparta pun bercerita kepada Harvey Moeis bahwa ia telah mengambil alih perusahaan timah di Babel.

Karena mengetahui Harvey akan menikah dengan Sandra Dewi yang diketahui orang Babel, Suparta mengajaknya untuk terjun di bisnis timah.

Namun, Harvey menyatakan akan belajar terlebih dahulu.

Setelah melihat ke lapangan dan mempelajari seluk beluk timah, Harvey memutuskan tidak terlibat bisnis.

Hingga akhirnya Suparta pun menjadikan Harvey Moeis sebagai penyambung PT RBT dengan PT Timah.

Perjalanan Proses Hukum Suparta

Suparta ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan Kejaksaan Agung dalam kasus korupsi timah pada Rabu (21/2/2024).

Kemudian, ia menjalani siang perdana di di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Suparta didakwa terlibat kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan keuangan negara Rp 300 triliun.

Selain itu, Suparta pun didakwa menerima bagian Rp 4,5 triliun terkait kasus korupsi tersebut.

Hingga akhirnya ia dituntut Jaksa Penuntut Umum dengan hukuman 14 tahun penjara.

Selain itu, Jaksa juga meminta Suparta dihukum membayar pidana denda sebesar Rp 1 miliar. Apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.

Selanjutnya, Suparta pun dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 4,57 triliun dan apabila Suparta tidak bisa membayar uang pengganti tersebut dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup pidana tambahan ini.

Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun.

Namun, dalam vonis pada pengadilan tingkat pertama, Suparta dihukum lebih ringan dari tuntutan jaksa.

Suparta dijatuhi vonis 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila tidak membayar maka diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

Tak hanya itu, Suparta juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 4.571.438.592.561 atau Rp 4,5 triliun.

Apabila Suparta tidak mampu membayar maka harta bendanya akan disita Jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti tersebut.

Bila terdakwa tidak memiliki harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun.

Atas vonis yang dibacakan Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (23/12/2024), Suparta pun mengajukan banding.

Kemudian pada tahap banding, Hakim pengadilan Tinggi Jakarta memperberat vonis Suparta menjadi 19 tahun penjara.

Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim Subachran Hardi Mulyono menyatakan Suparta terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) secara bersama-sama.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 19 tahun," kata Hakim Subachran dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Kamis (13/2/2025).

Selain pidana badan, Suparta juga dijatuhi pidana denda oleh Majelis hakim sebesar Rp 1 miliar subsider kurungan selama 6 bulan apabila tidak membayar denda.

Tak hanya pidana badan dan denda, Hakim dalam amar putusannya juga membebankan Suparta membayar uang pengganti sebesar Rp 4,5 triliun.

Dengan ketentuan apabila tidak mampu membayar dalam kurun waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan punya kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti.

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 10 tahun," jelasnya.

Atas putusan tersebut Suparta pun mengajukan kasasi.

Suparta disebut  melanggar Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP.

Selain itu, ia juga terbukti melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Peran Suparta di Kasus Timah

Peran Suparta dalam kasus korupsi pengelolaan timah ini adalah bersama-sama Direktur Bisnis Pengembangan PT RBT Reza Ardiansyah dan Harvey Moeis selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin membeli bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Kemudian ketiganya juga bersekongkol membentuk perusahaan boneka seolah sebagai jasa pemborong yang akan diberikan SPK pengangkutan oleh PT Timah untuk disuplai terkait pelaksanaan kerja sama program sewa peralatan processing pelogaman timah.

Kemudian Suparta, Harvey Moeis, dan Reza Ardiansyah menjual bijih timah hasil penambangan ilegal itu kepada PT Timah Tbk.

Transaksi pembelian timah antara PT RBT dan PT Timah itu dilakukan dengan cek kosong.

Setelah itu, untuk mengolah bijih timah yang sudah dibeli, PT Timah Tbk juga diketahui menjalin kerja sama dengan PT RBT untuk menyewa peralatan.

Menindaklanjuti kerja sama itu, Suparta dan Reza yang diwakili Harvey Moeis melakukan pertemuan dengan Dirut PT Timah, Mochtar Reza Pahlevi dan Direktur Operasional PT Timah Alwin Albar serta 27 pemilik smelter swasta.

Pertemuan itu juga sekaligus membahas permintaan Riza dan Alwin atas bijih timah 5 persen dan kuota ekspor hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

Harvey Moeis kemudian meminta 5 dari 27 smelter swasta untuk memberikan dana pengamanan sebesar USD 500 hingga USD 750 per metrik ton.

Pembayaran itu dibuat Harvey seolah-olah untuk kepentingan dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelolanya atas nama PT RBT.

Suparta pun mengetahui dan menyetujui Harvey Moies melalui Helena selaku pemilik perusahaan money changer PT Quantum Skyline Exchange menerima biaya pengamanan dari perusahaan smelter swasta yaitu PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa yang selanjutnya diserahkan kepada Harvey Moeis.

Selain korupsi, Suparta juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Uang hasil pencucian itu dilakukan terdakwa melalui istrinya yakni Anggreini dengan cara pembelian sejumlah aset.

(Tribunnews.com/ fahmi/ bangkapos.com)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sosok Suparta, Terdakwa Korupsi Timah Rp 300 Triliun yang Meninggal di RSUD, Teman Harvey Moeis

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved