Berita Nasional
Rapat RUU TNI di Hotel Mewah jadi Sorotan, Kompleks Gedung DPR Kurang Luas?
Rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang digelar di sebuah hotel mewah baru-baru ini menarik perhatian publik.
TRIBUNPADANG.COM - Rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang digelar di sebuah hotel mewah baru-baru ini menarik perhatian publik.
Banyak yang bertanya-tanya, mengapa rapat yang seharusnya bisa dilaksanakan di Gedung DPR justru dipindahkan ke lokasi yang jauh lebih eksklusif?
Apakah kompleks Gedung DPR yang ada saat ini memang kurang memadai untuk mengakomodasi rapat-rapat penting seperti ini?
Diektahui, Gedung DPR/MPR RI selesai dibangun pada 1 Februari 1983.
Kompleks Gedung DPR/MPR memiliki luas sekitar 80.000 meter persegi.
Baca juga: Presiden Prabowo Berpesan saat Rapim TNI-Polri 2025: Selalu Mawas Diri, dan Introspeksi
Selain itu, ada juga yang menanyakan urgensi pembahasan RUU tersebut hingga membuat DPR rela rapat hingga malam hari.
Kegiatan rapat ini pun sampai digeruduk dan diintervensi oleh unsur masyarakat sipil yang mengatasnamakan Koalisi Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.
Sembari membawa poster protes, tiga orang perwakilan koalisi tersebut memasuki ruang rapat dan meneriakan penolakan RUU TNI.
Alhasil pihak pengamanan langsung menarik keluar tiga orang tersebut, bahkan sempat terjadi insiden fisik antara pihak pengamanan dan unsur sipil.
Kepada wartawan, para aktivis tersebut mempertanyakan urgensi pembahasan RUU TNI di hotel mewah secara tertutup. Mereka juga mengirimkan surat terbuka untuk Komisi I DPR RI untuk menunda proses pembahasan RUU TNI.
Merespons polemik pembahasan di hotel mewah, Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar mengklaim bahwa rapat sudah sesuai prosedur dan aturan yang berlaku di DPR.
Menurut Indra, seluruh rapat yang digelar di luar gedung DPR harus mendapat persetujuan dari pimpinan DPR. Terkait pemilihan tempat, Indra menjelaskan bahwa rapat berjalan maraton dan simultan sehingga membutuhkan waktu yang panjang dan tempat yang sesuai.
Terlebih rapat berlangsung hingga malam hari bahkan dini hari, sehingga anggota DPR membutuhkan tempat istirahat. Indra berujar, gedung DPR sendiri tak ada tempat istirahat, selain itu, penyalaan listrik di ruangan dinilainya justru lebih boros ketimbang menyewa hotel.
Lebih lanjut terkait pemilihan Hotel Fairmont, dikatakan oleh Indra bahwa Sekretariat Komisi I DPR RI telah menghubungi beberapa hotel untuk mencari tempat yang memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan.
Hal yang utama adalah harga yang terjangkau dengan government rate serta fasilitas yang sesuai untuk rapat maraton. Indra memastikan bahwa pemilihan hotel bukan keputusan sepihak.
Formappi: Cari tempat nyaman untuk 'berkompromi'
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengkritisi pemilihan lokasi rapat Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang (UU) TNI yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3/2025).
Peneliti Formappi, Lucius Karus, menilai langkah ini lebih dari sekadar mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat bagi anggota DPR, tetapi mencerminkan upaya kompromi dalam pembahasan isu-isu krusial terkait revisi UU TNI.
"Komisi I DPR dan wakil pemerintah memilih rapat di hotel bukan karena sekadar ingin cari tempat yang nyaman untuk beristirahat, tetapi mereka justru cari tempat nyaman untuk berkompromi," kata Lucius kepada Tribunnews.com, Minggu (16/3/2025).
Lucius berpendapat, beban untuk mencapai kompromi menjadi alasan Komisi I DPR dan pemerintah menggelar rapat secara sembunyi-sembunyi.
Sebab, kata dia, kompromi akan sulit apabila rapat digelar di Gedung DPR mudah diawasi masyarakat melalui jurnalis hingga masyarakat sipil.
"Jadi kompromi memang pasti akan afdol di tempat tersembunyi karena melalui kompromi bisa jadi ada banyak hal yang ditransaksikan," ujar Lucius.
Dalam rapat tersebut, Komisi I DPR RI bersama perwakilan pemerintah membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) revisi UU TNI.
Salah satu poin utama yang menjadi perhatian adalah perluasan peran TNI di ranah sipil, termasuk peluang bagi personel aktif untuk menduduki jabatan di institusi non-militer serta revisi batas usia pensiun.
Lucius menilai, usulan tersebut justru mengarah pada kembalinya model dwi fungsi ABRI seperti di era Orde Baru.
"Pengaturan yang condong menguntungkan TNI itu bukan terkait penguatan profesionalitas tetapi justru terkesan ingin mengembalikan kejayaan TNI masa Orba melalui dwi fungsi ABRI saat itu," tegasnya.
Dia menegaskan, keinginan memperluas kewenangan berlawanan dengan harapan masyarakat sipil agar TNI harus profesional sebagai alat pertahanan negara saja.
"Dengan lawan yang nampak cukup solid di publik, DPR dan Pemerintah nampaknya harus bersifat. Siasat itu demi bisa meloloskan UU TNI sesuai yang sejak awal diinginkan penyusun draf revisi UU TNI," ucap Lucius.
Lebih lanjut, Lucius mengkritik pola pembahasan yang berlangsung cepat dan tertutup, mengingat tren serupa terjadi dalam sejumlah legislasi lain yang kontroversial.
Dia menyebut revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, UU IKN, hingga UU Minerba sebagai contoh produk legislasi yang disusun dalam tempo singkat dan minim partisipasi publik.
"Lihat UU Cipta Kerja dan UU KPK. Gegara diam-diam dan buru-buru, KPK kita jadi lemah seperti sekarang. Ya mungkin saja pada saatnya nanti, TNI hasil revisi UU TNI ini juga akan lemah pada waktunya," ungkap Lucius.
Selain itu, Formappi juga menyoroti waktu penyelenggaraan rapat yang bertepatan dengan kebijakan efisiensi anggaran dari Pemerintahan Prabowo Subianto.
Diketahui, Komisi I DPR dan pemerintah memang tengah kebut membahas revisi UU tentang TNI.
Revisi tersebut mencakup penambahan usia dinas keprajuritan hingga peluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga.
16 lembaga bisa dijabat TNI aktif hingga aksi penolakan dari Perwakilan Sipil.
Polemik RUU TNI terus bergulir seiring dengan bertambahnya perubahan dalam isi RUU tersebut, mulai dari jumlah jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif hingga operasi militer nonperang yang jumlahnya bertambah.
Rapat panitia kerja (panja) pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3/2025) digelar secara tertutup.
Dalam rapat tersebut diwarnai oleh aksi penolakan. Penolakan itu berupa interupsi dari Koalisi Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.
Pantauan Tribunnews.com di lokasi, para perwakilan dari masyarakat sipil tersebut tiba di depan luar ruang rapat sekitar pukul 17.40 WIB.
Jumlah mereka sebanyak 3 orang. Mereka mengenakan kemeja hitam, ada yang mengenakan jaket abu-abu, dan jaket hitam.
Setelah membentangkan spanduk penolakan RUU TNI, mereka langsung membuka pintu ruang rapat, meneriakkan seruan lantang soal penolakan RUU TNI. Rapat pun terhenti sejenak.
Pihak pengamanan pun bergerak cepat dan memaksa mereka keluar. Bahkan, ada sedikit insiden fisik antara pihak pengamanan dan unsur masyarakat sipil tersebut.
"Teman-teman, hari ini kami mendapatkan informasi bahwa proses revisi undang-undang TNI dilakukan secara tertutup di Hotel Fairmont, yang mana kita tahu hotel ini sangat mewah dan kami justru mendapatkannya dari teman-teman jurnalis. Proses ini tidak hanya kemudian diinformasikan kepada masyarakat, tetapi juga seolah-olah ditutupi yang kemudian kami mempertanyakan apa alasan proses pembahasan RUU TNI dilakukan secara tertutup," kata perwakilan sipil tersebut.
Mereka juga mengirimkan surat terbuka untuk memberikan masukan kepada Komisi I DPR untuk menunda proses pembahasan RUU TNI.
"Secara substansi, kami pandang dan kami nilai sangat kemudian mengaktifasi kembali dwifungsi militer. Oleh karena itu, kedatangan kami di sini menuntut agar proses ini dihentikan selain bertolak belakang dengan kebijakan negara mengenai efisiensi juga," kata dia.
"Terkait dengan pasal dan substansinya itu jauh dari upaya semangat menghapus dwi fungsi militer dan jauh dari semangat reformasi sektor keamanan di Indonesia," kata dia.
DPR dan Pemerintah Kompak Tak Berikan Kesimpulan
Rapat Panja membahas RUU TNI yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, selama dua hari sudah selesai dilakukan. Namun, baik dari pimpinan Komisi I DPR dan pihak pemerintah, tak ada yang memberikan keterangan.
Pantauan di lokasi, rapat RUU TNI selesai pada pukul 22.30 WIB. Sejumlah pejabat yang meninggalkan lokasi tanpa memberikan keterangan antara lain Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto hingga Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI lainnya, Dave Laksono dan Ahmad Heryawan, tampak tidak terlihat keluar ruangan rapat saat para peserta rapat membubarkan diri.
Utut yang keluar melalui pintu depan, ditanya awak media soal kesimpulan rapat panja. Namun, Utut tidak mau bicara soal kesimpulan rapat Panja RUU TNI tersebut.
"Yang lain saja, jangan saya terus," kata Utut kepada wartawan, Sabtu (15/3/2025).
Utut terus ditanya soal hasil rapat Panja selama dua hari tersebut.
Namun, Politisi PDIP tersebut terus berjalan dan tidak menggubris pertanyaan wartawan soal kesimpulan rapat.
Dalam pernyataan kepada wartawan di sela-sela rapat, Utut dan TB Hasanuddin sempat memberikan keterangan kepada media soal jalannya rapat tersebut.
Beberapa poin di antaranya yakni terkait isi RUU TNI, hingga polemik rapat RUU TNI yang digelar pada hari libur di Hotel Fairmont.
Utut menilai bahwa kritik tersebut adalah pendapat publik. Dia pun membandingkan rapat lainnya para legislator Senayan yang dilaksanakan di hotel mewah.
"Kalau dari dulu coba cek UU Kejaksaan di Hotel Sheraton, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Intercon (Hotel Intercontinental), kok nggak kamu kritik?" kata Utut saat ditemui di Hotel Fairmont.
Saat ditanya soal efisiensi, Utut tak menjawab secara tegas.
Dia hanya mengatakan bahwa rapat panja ini juga sebagai rapat konsinyering,
"Kamu tahu arti konsinyering? Konsinyering itu dikelompokan gitu ya," tandasnya.
Sementara TB Hasanuddin menjelaskan isi dalam lanjutan rapat panja membahas RUU TNI. Ada pembahasan mencakup operasi militer selain perang.
"Jadi dari 14 berubah menjadi 17. Tadi panjang lebar dan sebagainya, dan kemudian disepakati 17 itu dengan narasi-narasi yang diubah," kata TB Hasanuddin kepada wartawan.
Dari ke-17 operasi militer selain peran, TB Hasanuddin mengatakan TNI punya kewajiban di antaranya untuk membantu di dalam urusan pertahanan siber yang ada di pemerintah.
"Kemudian yang kedua mengatasi masalah narkoba. Dan kemudian yang lain-lainnya, jadi ada tiga," kata dia.
Saat ditanya soal kewenangan TNI mengatasi narkoba, Politisi PDIP itu mengatakan hal tersebut bakal diatur dalam Perpres.
"Yang mana perbantuannya yang dilakukan oleh TNI, perbantuan kepada pemerintah, dan kemudian di mana ranah hukumnya dan lain sebagainya. Tapi yang jelas TNI tidak ikut dalam penegakan hukumnya," kata dia.
Soal implementasinya pun, TB belum mau menjelaskan secara detail
"Implementasinya nanti saja, karena saya bukan pemerintah. Saya hanya membentuk undang-undang dengan yang lain," tandasnya.
Selain itu, berdasarkan revisi yang diusulkan, ada 15 kementerian dan lembaga yang dapat ditempati oleh prajurit aktif TNI. Sebelumnya, berdasarkan Pasal 47 ayat 2 dalam UU TNI yang masih berlaku, hanya sepuluh kementerian/lembaga yang dapat ditempati oleh prajurit aktif.
Dimana, lima institusi baru yang ditambahkan dalam revisi UU TNI adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, BNPB, BNPT, Bakamla, dan Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung.
Namun, TB Hasanuddin menjelaskan, dari pembahasan Panja RUU TNI hari ini, ditambahkan satu lagi institusi yang bisa dijabat oleh prajurit TNI aktif, yakni Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI.
“Tadi juga didiskusikan itu ada penambahan. Yang pertama itu undang-undang nomor 34 tahun 2004, itu kan 10 (institusi). Kemudian, muncul dalam provisi itu adalah 5 (tambahan). Mungkin sudah tahu ya teman-teman,” kata TB Hasanuddin kepada wartawan, Sabtu (15/3/2025).
“Sekarang ada ditambah satu yaitu Badan (Nasional) Pengelola Perbatasan,” sambung dia.
TB mengatakan, tambahan institusi yang bisa di jabat prajurit TNI ini karena daerah perbatasan yang rawan, dan selama ini telah dijabat prajurit TNI.
“Karena dalam Perpres itu dan dalam pernyataannya badan pengelola perbatasan yang rawan, berbatasan itu memang ada penempatan anggota TNI,” terang dia.
Mantan Sekretaris Militer era Presiden Megawati Soekarnoputri ini pun mengatakan, dalam Panja juga dibahas soal penempatan prajurit TNI di tempat lain di luar yang 16 institusi itu.
TB Hasanuddin menegaskan, prajurit TNI harus pensiun/ mengundurkan diri dari dinas militer jika menempati jabatan di luar 16 institusi yang telah disepakati.
“Kemudian pertanyaan tadi soal penempatan prajurit TNI di tempat lain di luar yang 16 itu tetap harus mengundurkan diri. Jadi kalau itu sudah final,” tegas purnawirawan jenderal bintang dua ini.
Disahkan Sebelum Reses
Revisi Undang-undang TNI yang tengah dibahas Komisi I DPR RI bersama pemerintah tak menutup kemungkinan segera disahkan pekan depan.
Apalagi, saat ini RUU TNI masuk tahap panitia kerja (Panja) membahas daftar inventarisasi masalah atau DIM.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto kepada wartawan di sela-sela rapat Panja bersama pemerintah di Hotel Fairmont Jakarta, Sabtu (15/3/2025).
“Kalau saya yang tidak pakai target, tetapi kalau memang hari ini selesai dan saya anggap dan kita semua sepakat sudah lebih dari cukup dan baik, ya kenapa tidak (disahkan pekan depan),” ujar Utut.
Politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini pun berharap pembahasan DIM RUU TNI di tingkat Panja berjalan dengan lancar.
Sehingga, pembahasan bisa berlanjut di rapat kerja (Raker) perundingan tingkat 1 bersama para menteri.
Adapun, menteri yang ditugaskan di tingkat Raker yakni Menteri Hukum, Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan dan Menteri Sekretaris Negara.
“Kalau ini bisa selesai tuntas, saya tidak ingin ada yang gantung. Kalau ini semua tuntas kita Raker. Raker itu perundingan tingkat 1. Perundingan tingkat 1 itu antara Menteri yang ditugaskan dengan DPR,” kata Utut.
“Menteri yang ditugaskan ada 4. Menteri Hukum, itu yang soal peraturan perundangan. Menteri Keuangan yang kaitan dengan budget. Terus Menteri Pertahanan selaku usernya sendiri. Dan satu lagi, Menteri Sekretariat Negara,” sambungnya.
Utut pun menyebut, pengesahan RUU TNI ini pun tak menutup kemungkinan bakal dilakukan saat rapat paripurna pada masa sidang kali ini.
“Ya kalau memang Menterinya siap, ini kan Undang-Undang dua sisi. Pak Safri (Menhan) pernah bilang dan itu di-stated sama dia, kalau bisa masa sidang ini,” ungkap Utut.
“Kalau memang dia siap, ya kita ini siap, ya kita Raker. Bukannya berarti ngejar target, yang penting sudah dibahas dengan sebaik-baik,” ujarnya.
Sebagai informasi, berdasarkan revisi yang diusulkan, berikut adalah daftar 16 kementerian dan lembaga yang dapat ditempati oleh prajurit aktif TNI:
1. Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
2. Kementerian Pertahanan Negara
3. Sekretaris Militer Presiden
4. Badan Intelijen Negara (BIN)
5. Badan Sandi Negara
6. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
7. Dewan Pertahanan Nasional (DPN)
8. Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (SAR Nasional)
9. Badan Narkotika Nasional (BNN)
10. Kementerian Kelautan dan Perikanan
11. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
12. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
13. Badan Keamanan Laut (Bakamla)
14. Kejaksaan Agung
15. Mahkamah Agung (MA)
16. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
(Tribunnews) (Tribun Kaltim)
Dedi Mulyadi Buat Gebrakan Lagi, Kini Blak-blakan Minta Nama Kabupaten Bandung Barat Diganti |
![]() |
---|
Umardiah Kaget Pesawat yang Ditumpangi Sepulang Haji Diteror Bom, Baru Tahu seusai Evakuasi |
![]() |
---|
Asal Usul Kapal JKW Mahakam dan Dewi Iriana, Pemilik Jawab Isu terkait Jokowi dan Tambang Raja Ampat |
![]() |
---|
Bahlil Jawab Keterlibatan Jokowi dengan Tambang Nikel Raja Ampat, Singgung Kapal JKW dan Dewi Iriana |
![]() |
---|
Mahfud MD Curiga Ada Kekuatan Besar Hentikan Kasus Pertamina: Presiden Merasa TNI Harus Turun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.