Citizen Journalism
Opini: Refleksi Dinamika Sosial dalam Tindak Tutur Era Digital
SALAH satu bagian penting dari studi linguistik adalah tindak tutur (Revita, 2008), yang menekankan
Oleh Ike Revita,Penulis adalah Dosen Prodi Magister Linguistik FIB Unand
Tindak tutur di era digital mencerminkan dinamika sosial yang terus berkembang, di mana kata-kata bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga cermin dari identitas dan nilai-nilai generasi- Ike Revita
SALAH satu bagian penting dari studi linguistik adalah tindak tutur (Revita, 2008), yang menekankan penggunaan bahasa sebagai tindakan sosial.
Bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan informasi, tetapi juga untuk melakukan hal-hal seperti meminta, mengajak, berjanji, atau bahkan menolak.
Tindak tutur semakin kompleks dalam konteks generasi muda, terutama dengan hadirnya teknologi digital (Revita, 2023) yang mengubah cara mereka berinteraksi dan berkomunikasi.
Dunia yang dihuni oleh generasi muda saat ini, yang juga dikenal sebagai generasi milenial dan Gen Z, semakin terhubung secara digital.
Mereka menggunakan media sosial, pesan instan, dan berbagai platform online lainnya sebagai cara utama untuk berkomunikasi. Di sinilah cara mereka berbicara berkembang dengan ciri-ciri yang berbeda dari generasi sebelumnya.
Untuk menyampaikan maksud dan tujuan mereka, mereka lebih sering menggunakan bahasa yang ringkas, penuh singkatan, emoji, dan meme.
Seringkali dianggap sebagai karakteristik komunikasi generasi muda, yang cenderung cepat, efektif, dan kontekstual.
Namun, ada dinamika sosial yang menarik untuk diperhatikan di balik kemudahan dan kecepatan ini. Tindak tutur generasi muda bukan hanya alat komunikasi; itu adalah representasi dari prinsip, identitas, dan budaya mereka.
Misalnya, ketika seorang remaja mengirimkan pesan singkat yang disebut OTW untuk memberi tahu orang lain bahwa ia sedang dalam perjalanan, terbangun konteks sosialsebuah pemahaman bersama yang tidak perlu dijelaskan dengan rinci.
Sangat mirip dengan emoji, yang memungkinkan pengguna mengekspresikan emosi dan sikap mereka tanpa menggunakan kata-kata yang panjang (Revita, 2020).
Sebaliknya, tindak tutur generasi muda juga mengalami kesulitan. Karena keterbatasan ruang untuk nuansa dan intonasi dalam komunikasi digital, seringkali terjadi salah paham atau miskomunikasi (Revita, 2023a).
Tergantung pada cara penerima memahami pesan, pesan yang semula dianggap lucu dapat dianggap serius atau bahkan menyinggung. Di sinilah pemahaman Pragmatik--disiplin yang menyelidiki bagaimana konteks mempengaruhi makna yang disampaikan--sangat penting.
Selain itu, perilaku yang ditunjukkan oleh generasi muda menunjukkan pergeseran dalam hierarki sosial. Komunikasi mereka cenderung lebih egaliter (Revita, 2024a), mengaburkan perbedaan antara yang tua dan yang muda dan formal dan informal.
Misalnya, dalam situasi yang sebelumnya dianggap formal, penggunaan panggilan akrab sekarang lebih umum dan bahkan dianggap sebagai tanda keakraban.
Era dunia digital, memanggil seseorang dengan nama seperti bro dan sis, atau bahkan hanya nama sudah cukup untuk menunjukkan rasa hormat dan keakraban.
Namun, ini tidak berarti bahwa tindak tutur generasi muda menghindari prinsip tradisional sepenuhnya.
Mereka tetap sopan dan menghargai orang lain dalam banyak kasus, meskipun dengan cara yang berbeda.
Misalnya, mereka mungkin tidak menggunakan kata-kata formal, tetapi menunjukkan rasa terima kasih melalui emoji atau cara lain yang lebih sesuai dengan dunia digital.
Ini mengindikasikan bahwa nilai-nilai dasar tetap sama, meskipun cara komunikasi berubah (Revita, 2020).
Sebagai pendidik dan pengamat bahasa, kita harus melihat fenomena ini dari perspektif yang lebih luas.
Tindak tutur yang ditunjukkan oleh generasi muda tidak merupakan kehancuran budaya atau bahasa, tetapi lebih merupakan ekspresi dari dinamika sosial yang sedang berlangsung.
Mereka mengubah bahasa dan cara mereka berkomunikasi untuk memenuhi kebutuhan dan situasi baru, yang seringkali berbeda dari generasi sebelumnya.
Memahami cara generasi muda berbicara, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang cara mereka melihat dunia, membangun identitas, dan mengatur hubungan sosial. Ini tidak hanya penting untuk bidang linguistik, tetapi juga untuk pendidikan, budaya, dan masyarakat umum (Revita, 2018).
Pada akhirnya, bahasa dan tindak tutur menunjukkan perubahan sosial yang konstan.
Melalui kreativitas dan inovasi generasi muda, kita melihat bahwa bahasa tetap hidup dan berkembang seiring dengan zaman.
Kita tidak boleh mengkritik atau menolak cara mereka berkomunikasi; sebaliknya, kita harus belajar dari mereka dan menghargai bagaimana mereka menggunakan bahasa untuk menciptakan makna, membangun hubungan, dan menavigasi dunia yang semakin kompleks ini.(*)
MAN IC Padang Pariaman Menebar Harapan Jemput Masa Depan: Berakit-rakit ke Hulu, Berenang ke Tepian |
![]() |
---|
Kuliah Kerja Nyata: Program Mahasiswa di Indonesia Serupa, Bakti Siswa & Magang Industri di Malaysia |
![]() |
---|
Opini Ruang Kota Tanpa Asap: Car Free Day Antara Negara Serumpun Indonesia & Malaysia |
![]() |
---|
Opini Bahasa Melayu: Bila Percuma di Malaysia, Gratis di Indonesia |
![]() |
---|
UNP Pelatihan Emotional Spritual Question di SMAN 1 Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, Sumatera Barat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.