Harimau di Agam

Yayasan Jejak Harimau Sumatera: Kematian Tragis Harus Jadi Ajang Refleksi Upaya Pelestarian

Eksistensi Harimau Sumatera kian terancam. Kehidupannya semakin terdesak oleh pelbagai ancaman. Habitat kian menyusut, membuat populasinya semakin ...

Penulis: Rima Kurniati | Editor: Fuadi Zikri
BKSDA Sumbar
Seekor harimau sumatera (HS) betina ditemukan mati terjerat di Jorong Sungai Pua, Nagari Sungai Pua, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, pada Kamis (25/7/2024). 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Eksistensi Harimau Sumatera kian terancam. Kehidupannya semakin terdesak oleh pelbagai ancaman. Habitat kian menyusut, membuat populasinya semakin berkurang. Konflik-konflik yang terjadi berujung pada kematian pun, tak terhindarkan.

Masih segar dalam ingatan, seekor Harimau Sumatera ditemukan mati terlilit sling jerat babi di area perkebunan warga di Jorong Tikalak, Nagari Tanjung,Beringin Selatan, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, pada Selasa (16/5/2024).

Hasil nekropsi, disimpulkan terjadinya pendarahan dibeberapa organ seperti rongga dada, paru-paru, dan pendarahan pada leher. Harimau ini, juga terpapar panas matahari yang sangat tinggi dan hipoksia akut.

Kejadian serupa terulang pada Kamis (25/7/2024). Satu individu ditemukan mati. Penyebabnya sama, sling jerat. Nagari Sungai Pua, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, tempat ditemukan bangkai Harimau itu.

Founder Yayasan Jejak Harimau Sumatera, Andri Mardiansyah menilai bahwa peristiwa tragis kematian dua Harimau Sumatera akibat saling jerat dalam dua tahun terakhir di Sumatera Barat, kembali menjadi cerminan dari ancaman serius keberlangsungan hidup satwa pemuncak itu.

Kata Andri, meski rekam jejak kehidupan Harimau Sumatera diwarnai dengan tradisi dan mitologi kuat yang kemudian mampu menghantarkan pada stratifikasi hewan tertinggi, namun belum mampu menjadi benteng kuat untuk membendung kasus serupa agar tidak lagi terjadi.

"Jika disebut harimau ini sudah menjadi salah satu bagian integral dari identitas budaya yang mencerminkan kekayaan tradisi dan nilai-nilai kearifan lokal, seharusnya kejadian serupa tidak terulang lagi. Dijaga betul agar tidak punah,"kata Andri Mardiansyah melalui keterangan tertulis, Senin (29/7/2024).

Baca juga: Momentum Global Tiger Day Harus jadi Refleksi Upaya Pelestarian Harimau Sumatera

Andri bilang, terjadinya jalinan protagonis dan antagonis yang memunculkan dua pemaknaan terhadap harimau Sumatera yakni, sebagai sosok yang disakralkan bahkan dianggap memiliki nilai atau dimensi spiritual serta, sebagai sosok yang mengancam jiwa keselamatan, menjadi tantangan besar konservasi harimau saat ini.

"Bicara soal konservasi Harimau Sumatera, tidak bisa ditopangkan ke Pemerintah saja, Kementerian LHK melalui BKSDA misalnya. Butuh sinergi yang kuat termasuk dengan seluruh lapisan masyarakat. Pergerakan penyadartahuan, edukasi dan sebagainya harus lebih masif lagi. Tidak stop di acara seremonial saja,"ujar Andri.

Peringatan Global Tiger Day alias Hari Harimau Sedunia yang jatuh pada 29 Juli setiap tahunnya, harus dijadikan momentum penting, ajang refleksi upaya pelestarian dengan serius dan keberlanjutan.

"Ancaman nyata yang dihadapi Harimau Sumatera, termasuk perburuan liar, deforestasi, alih fungsi lahan dan apapun itu namanya yang dapat berujung pada hilangnya habitat alami, menjadi PR besar kita bersama. Perlu kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi lingkungan untuk melindungi populasi harimau agar tidak mengikuti jejak saudaranya dari tanah Bali dan Jawa yang sudah punah,"tutup Andri Mardiansyah.

_____
Baca berita terbaru di Saluran TribunPadang.com dan Google News

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved