Sumatera Barat

Advokat dan Jurnalis di Sumbar Konsolidasi, Hendra Makmur Sebut 4 Kuadran Arus Media

Kasus kekerasan pada pers meningkat baik secara nasional maupun lokal Sumbar dalam rentang beberapa tahun

Penulis: Emil Mahmud | Editor: Emil Mahmud
ISTIMEWA
Konsolidasi Jurnalis, Advokat, dan Akademisi Hukum di Sumbar: Menolak RUU Penyiaran dan Mendorong Konsolidasi Masif Masyarakat Sipil”. Kegiatan diadakan di lantai 2 Soerabi Bandung, Enhai Kota Padang, Provinsi Sumbar (27/5/2024). 

 


Organisasi dimaksud terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Sumatera Barat, Rumah Bantuan Hukum (RBH) Padang, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Padang, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumatera Barat, dan Asosiasi Pers Mahasiswa (Aspem) Sumatera Barat.

Adapun persoalan kebebasan pers yang dihasilkan dari proses diskusi dan konsolidasi lintas profesi dan organisasi jurnalis-advokat ini, terdapat temuan-temuan yang cukup kompleks. Di antaranya: ancaman, intimidasi, bahkan mendapatkan kekerasan dari aparat penegak hukum saat melakukan kerja-kerja jurnalistik seperti peliputan aksi demonstrasi dan sejenisnya. Tidak terkecuali terkait kemunculan RUU Penyiaran yang diyakini dan amat dikhawatirkan mengancam kebebasan pers, termasuk komunitas pers di Sumatera Barat.

 

Menurut Ilhamdi Putra, selaku Akademisi yang juga menjabat sebagai manajer riset LBH Pers Padang, RUU Penyiaran amat membahayakan iklim kebebasan pers.

 

Kekhawatiran ini, menurut Ilhamdi sangat berdasar. Alih-alih diregulasikan sebagai undang-undang perubahan kedua, RUU Penyiaran lebih berupa pembentukan undang-undang baru. Sebab draf RUU Penyiaran justru mengubah keseluruhan norma dalam UU 32/2002 Tentang Penyiaran melalui penambahan 93 pasal baru dan tanpa satupun pasal yang dipertahankan.

 

Dari sisi desain, RUU Penyiaran seolah hendak menciptakan dualisme antara KPI dan Dewan Pers melalui perluasan kewenangan KPI. Dengan kata lain, beberapa norma dalam RUU Penyiaran berpotensi mengalami perbenturan dengan norma UU Pers yang menjadi legitimasi kewenangan Dewan Pers.

 

Ilhamdi melanjutkan bahwa, secara simultan hal itu mengakibatkan terjadinya pendikotomian ekosistem jurnalistik. Pendikotomian ini berasal dari pembelahan antara karya jurnalistik audio dan audio-visual yang berdasarkan RUU Penyiaran digawangi oleh KPI, dan mengakibatkan wilayah kewenangan Dewan Pers menyempit pada karya jurnalistik konvensional-general.

 

Sementara dari sisi substansi, selain tentang larangan jurnalisme investigasi yang ramai diperbincangkan, RUU Penyiaran mengandung banyak pasal karet, misalnya larangan peliputan gaya hidup negatif.

 

Bahkan terdapat beberapa pasal yang berpotensi bertentangan dengan nilai-nilai budaya lokal yang majemuk. Selain itu RUU Penyiaran juga berpotensi menyandera keberpihakan politik pengusaha pers dan pengelola media untuk tetap mendukung pemerintahan karena adanya larangan menyiarkan pemberitaan berdasarkan kepentingan politik pengusaha pers atau pengelola media, sedangkan parameter kepentingan politik itu ditafsirkan secara subjektif.

Halaman
123
Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved