Pemilu 2024

Dosen HTN Unand Yakin Ada Kejutan di Putusan Sengketa PHPU Nanti: Setidaknya Gibran Didiskualifikasi

Ilhamdi Putra, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas berpandangan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini sedang berada dalam keadaan yang ...

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Fuadi Zikri
Istimewa/WikiCommons
Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Ilhamdi Putra, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas berpandangan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini sedang berada dalam keadaan yang agak sulit ditebak.

"Terkait kemungkinan putusan MK, Saya sebenarnya memproyeksikan bisa jadi MK dalam putusan besok (hari ini) akan memberikan putusan yang menolak permohonan I (kubu Anies-Muhaimin) ataupun II (kubu Ganjar-Mahfud) kemungkinan penolakan perkara itu oleh MK sangat tinggi," ujar Ilhamdi kepada TribunPadang.com, Minggu (21/4/2024) malam.

Pandangan tersebut ia lontarkan berkaca dari track record MK yang dalam empat sengketa Pilpres sebelumnya menunjukkan bahwa MK hanya menghitung selisih.

"Makanya, kemarin Bg Charles Simabura (salah seorang saksi ahli dalam sengketa PHPU) dalam kesaksiannya lebih menekankan ke sengketa proses, yang seharusnya juga menjadi ranah kewenangan MK," ujarnya.

Adapun bila MK hanya merujuk pada kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM) berdasarkan UU pemilu, menurut pengajar di Hukum Tata Negara Universitas Andalas ini, pengertiannya akan sangat sempit, sementara MK lebih bersifat aktif judicial activism dalam memutus PHPU

"Itu baru dari satu sudut pandang, lalu, bisakah MK kiranya memenuhi harapan publik hari ini? Sangat mungkin bisa, karena kalau kita analisis pendapat-pendapat ahli yang disampaikan pihak terkait, yang dihadirkan kelompok 02 itu pun sebenarnya pandangan ahlinya tak semuanya yang bisa memuaskan dan diterima dalam nalar hukum," terang Ilhamdi.

Di samping itu, Ilhamdi bilang bahwa sejumlah pakar telah berpendapat, dan menyatakan bahwa MK diprediksi akan menolak permohonan gugatan dari kubu 01 dan 03 karena telah tersandera putusan nomor 90 yang meloloskan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.

Baca juga: POPULER SUMBAR: Pohon Tumbang di Jalinsum Dharmasraya dan Longsor di Jalan Lintas Padang-Muara Labuh

Masalahnya kemudian, putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga tidak memerintahkan agar putusan itu kembali diperiksa.

"Dikunci lagi di putusan berikutnya, yang melegalkan putusan nomor 90 terkait dengan usia terhadap calon presiden dan wakil presiden, karena dibunyikan berpengalaman sebagai kepala daerah," tuturnya.

Sementara itu, lanjut Ilhamdi, bila MK akhirnya memang menolak semua gugatan, MK akan terlempar jauh dari harapan publik, yang masalahnya kemudian muncul ke permukaan ialah hakim-hakim di MK dipandang semakin tidak bernyali lagi karena cengkraman tangan oligarki.

"Kalau kita lihat secara proporsional, saya yakin ada kejutan, kejutannya paling tidak, Gibran akan didiskualifikasi, bukan pasangan calon, karena sekiranya pasangan calon efek sistemiknya itu pemungutan suara ulang, atau MK bisa memenangkan satu pihak tapi itu sangat kecil kemungkinannya," kata dia lagi.

Lebih jauh, seminimal mungkin, Ilhamdi memperkirakan dalam putusannya, komposisi hakim MK dalam memutus sengketa Pilpres 2024 ini akan terpecah.

"Dengan delapan hakim bisa jadi komposisinya 5:3, 6:2, 7:1. Lalu bila kemungkinan 4:4, ketua yang memutuskan, dalam UU MK kan harusnya ganjil, kalau dari delapan 4:4 ketua yang memutuskan, ketua yang akan jadi penentu," jelas dia.

"Jadi sebenarnya Ketua MK memiliki posisi yang sangat strategis, itulah kenapa MKMK memutuskan Anwar Usman harus berhenti dari jabatan Ketua MK," pungkas Ilhamdi.

_____
Baca berita terbaru di Saluran TribunPadang.com dan Google News

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved