Pemilu 2024

MK Tolak Permohonan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Salah Satu Hakim Punya Pendapat Berbeda

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka.

Editor: Rahmadi
Tribunnews.com
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat sidang pleno pada Kamis (15/6/2023) di Gedung MK, Jakarta. MK memutuskan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka. 

Seperti diketahui, sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum digugat oleh beberapa orang.

Berdasarkan berkas yang diunggah di laman MK, orang yang menggugat, yaitu Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marjiono.

Para penggugat tersebut memohon agar sistem Pemilu 2024 digelar dengan proporsional tertutup.

Di sisi lain, ada delapan partai politik di parlemen selain PDIP yang tetap menginginkan sistem pemilu digelar secara proporsional terbuka.

Kedelapan partai tersebut yaitu Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, PKS, Demokrat, dan PPP.

Baca juga: Breaking News: Enam Wali Nagari di Kabupaten Solok Terdaftar jadi Bacaleg untuk Pemilu 2024

Lalu, persidangan terakhir digelar pada 30 Mei 2023 lalu.

Kendati demikian, dalam perjalanan menuju putusan gugatan sistem Pemilu 2024, eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, menyebut memperoleh informasi bahwa MK akan memutuskan sistem Pemilu 2024 digelar secara proporsional tertutup.

Isu tersebut dilontarkannya melalui cuitan di akun Twitter pribadinya, @dennyindrayana, Minggu (28/5/2023).

"Pagi ini (Minggu) saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," tulisnya.

Dirinya juga mengatakan informasi tersebut berasal dari seseorang yang dapat dipercaya kredibilitasnya.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," pungkasnya.

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved