Peneliti Polstra Menilai Sistem Hybrid Dapat Akomodir Suara Rakyat dan Kelembagaan Partai Menguat

Sistem proporsional terbuka diyakini merupakan aplikasi dari prinsip bahwa rakyat sebagai penentu dalam sebuah negara demokrasi.

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: afrizal
istimewa
Peneliti Polstra Research and Consulting, Eris Nanda. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG- Peneliti Polstra Research and Consulting Eris Nanda mengatakan bahwa ada dua prinsip yang berhadapan dalam perdebatan sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup.

Sistem proporsional terbuka diyakini merupakan aplikasi dari prinsip bahwa rakyat sebagai penentu dalam sebuah negara demokrasi.

Sedangkan, sistem proporsional tertutup diyakini sebagai upaya penguatan kelembagaan partai politik, sebagai institusi politik yang dibutuhkan dalam sistem politik yang demokratis.

Dua hal prinsip diatas, menurut Eris sejatinya dibutuhkan dalam kehidupan berdemokrasi.

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pengujian UU Pemilu nantinya diharapkan tidak melemahkan salah satu dari dua prinsip di atas.

Baca juga: BREAKING NEWS: Bacapres PDIP Ganjar Pranowo Tiba di Palembang, Disambut Teriakan Presiden di Bandara

"Kami menyarankan agar dipertimbangkan sistem pemilu proposional terbuka-terbatas (hybrid), sistem ini kami nilai mampu mengakomodir dua prinsip tadi," kata Eris dalam keterangan tertulisnya, Jumat (19/5/2023).

Alumnus Jurusan Ilmu Politik Universitas Andalas (Unand) ini menjabarkan, dengan sistem hybrid jika ada seorang caleg yang berhasil memperoleh suara seharga satu kursi di dapilnya, maka UU menjamin kursi tersebut untuk si caleg terpilih.

"Namun jika tidak ada satupun caleg di partai dan dapil yang sama memperoleh suara seharga satu kursi, tetapi akumulasi suara partainya memiliki jatah satu kursi, maka kepada siapa kursi tersebut diberikan; apakah sistem nomor urut atau suara terbanyak, diberikan ruang kepada partai politik untuk menentukan," ujar dia.

Eris meyakini, dengan demikian agenda prinsip dari rakyat untuk rakyat dan penguatan kelembagaan partai politik dapat berjalan.

Semoga, lanjutnya, hal ini menjadi pertimbangan, dan sistem pemilu dapat segera mendapatkan kepastian.

Baca juga: Kisah Ahmad Soleh Ingin Jumpa Ganjar Pranowo di Palembang, Rela Naik Motor 4 Jam dari Banyuasin

Direktur Riset dan Program Polstra ini menjelaskan bahwa demokrasi yang baik tidak hanya memperkuat kedaulatan rakyat, tetapi juga harus memperhatikan penguatan kelembagaan partai politik.

"Jika keterikatan rakyat dengan partai politik semakin kuat, Party ID semakin tinggi, dengan begitu partai semakin profesional, sebab mau tidak mau akhirnya nanti parpol dituntut dan dikawal rakyat untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Apalagi, dalam sistem demokrasi ada 2 hal yang wajib, yaitu pemilu dan partai politik," ujar dia.

Sistem pemilu memang menjadi perhatian banyak kalangan, terutama dari kontestan pemilu.

Perdebatan soal sistem pemilu memuncak kala politisi PDIP menggugat UU Nomor 7 Tahun 2017 ke MK, dan meminta MK untuk mengubah aturan sistem pemilu proposional terbuka menjadi tertutup. 

Saat ini persidangan di MK masih terus berlangsung, sementara tahapan pemilu 2024 terus berjalan.

Adapun kondisi ini dinilai menimbulkan suasana politik yang tidak pasti. (*)

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved