Kabupaten Solok

Cerita Petani dari Koto Hilalang Solok: Menggarap Sawah, Memupuk Kebersamaan

Bertani telah menjadi sumber penghidupan masyarakat Koto Hilalang, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok sejak lama.

Penulis: Nandito Putra | Editor: Rahmadi
TribunPadang.com/Nandito Putra
Ilustrasi lahan persawahan di Nagari Koto Hilalang, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok. 

TRIBUNPADANG.COM, SOLOK - Bertani telah menjadi sumber penghidupan masyarakat Koto Hilalang, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok sejak berabad-abad lampau.

Kalau tak dipisahkan hutan Suaka Margasatwa Barisan, Kota Padang hanya berjarak 12 kilometer dari Koto Hilalang.

Koto Hilalang termasuk salah satu pintu masuk ke jalan lama yang menghubungkan Solok dengan dataran Padang di sisi barat.

Puluhan rumah gadang masih berdiri kokoh dan terawat dengan baik. Beberapa di antaranya berdiri ringkih dan hampir roboh.

Nagari ini merupakan salah satu sentra beras di Kabupaten Solok. Di sini sawah lebih mendominasi dibanding pemukiman penduduk.

Baca juga: Area Sawah Luas, Padang Pariaman Memiliki Potensi Pertanian yang Besar

"Sulit menemukan orang yang tidak menggarap sawah di Koto Hilalang," kata Burhan, 58 tahun, dengan nada bangga, Jumat (7/4/2023) lalu.

Masai yang mulai memutih mengambil alih sepetak daging di antara batang hidung dan mulut Burhan. Ia sudah ke sawah sejak usia 16 tahun.

Saat Tribunpadang.com menyambangi nagari yang menyelip di kaki bukit barisan ini, musim panen tinggal sebentar lagi.

Lahan sawah di Koto Hilalang dibikin di lereng-lereng bukit membentuk terasering. Faktor alam inilah yang menyebabkan panen raya serentak tidak bisa diterapkan di sini.

Burhan mengatakan kalau padi dipanen secara serentak, maka akan kesulitan mencari orang yang akan membantu proses panen.

Baca juga: Tak Bayar Retribusi Sejak Juni 2022, Pemkab Solok Ancam Setop Air Baku PDAM Kota Solok

Terlebih nagari-nagari tetangga, seperti Selayo dan Gantung Ciri, juga mengandalkan pertanian sebagai sumber penghidupan.

Panen dilakukan secara bergilir dan gotong royong. Tenaga dibayar tenaga. Untuk itu masa tanam diberi jarak waktu berdasarkan kesepakatan pemilik yang sawahnya berdekatan.

"Kalau bertanam serentak, panen serentak, kemana dicari orang untuk membantu," katanya.

Budaya gotong royong itu sudah diterapkan sejak lama dan terus dilakukan dari generasi ke generasi.

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved