Kabupaten Solok

Prosesi Adat Pemakaman Unik di Solok, Jenazah Dibawa Pakai Keranda dari Anyaman Bambu

Proses adat itu dinamakan maanta mayit ka kuburan (mengantarkan mayat ke kuburan) yang ditampilkan oleh Nagari Bukit Tandang,

Penulis: Nandito Putra | Editor: Rahmadi
TribunPadang.com/Nandito Putra
Perwakilan Nagari Bukit Tanrang saat menampilkan prosesi adat maanta mayit ka kuburan pada acara pawai kebudayaan Kabupaten Solok, Selasa (14/3/2023) 

TRIBUNPADANG.COM, SOLOK - Ribuan masyarakat dari 74 Nagari di Kabupaten Solok memadati halaman depan Islamic Center, Nagari Koto Baru, Kecamatan Kubung, Selasa (14/3/2023).

Mereka menampilkan beragam ciri khas kebudayaan yang ada di masing-masing nagari.

Secara umum, penampilan dari masing-masing nagari di Kabupaten Solok tersebut hampir identik, seperti prosesi maantaan marapulai, manjalang mintuo dan bararak bako.

Yang jadi jadi pembeda dari penampilan kebudayaan tersebut terdapat pada jenis pakaian adat yang dipakai peserta kirab kebudayaan.

Tetapi dari puluhan penampilan pawai kebudayaan itu, ada satu prosesi adat yang memiliki keunikan tersendiri dan jadi pembeda dari penampilan nagari-nagari lainnya.

Baca juga: Ribuan Masyarakat dari 74 Nagari Ikuti Kirab Kebudayaan Meriahkan HUT ke-110 Kabupaten Solok

Proses adat itu dinamakan maanta mayit ka kuburan (mengantarkan mayat ke kuburan) yang ditampilkan oleh Nagari Bukit Tandang, Kecamatan Bukit Sundi, Kabupaten Solok.

Saat acara arak-arakan berlangsung, kontingen Bukit Tandang membawa keranda dari bahan bambu yang ditutup kain batik.

"Ini adalah prosesi adat satu-satunya yang ada di Sumatera Barat dan masih dipertahankan sampai saat ini," kata Wan Piliang, Ketua Pemuda Bukit Tandang, kepada Tribunpadang.com, Selasa (14/3/2023).

Wan yang juga menjabat sebagai malin di Bukit Tandang ini mengatakan, ketika ada masyarakat yang meninggal dunia, ia dibawa menggunakan keranda yang dibikin dari anyaman bambu dan pelepah pohon anau.

"Sejak dulu kami tidak mengenal pemakaian keranda dari besi. Semua masyarakat nagari menolak karena kami memiliki prosesi adat ketika ada yang meninggal," katanya.

Baca juga: Temukan Kukang di Depan Rumah, Warga Solok Serahkan Primata Pemalu ke BKSDA Sumbar

Wan menyebutkan, makna dari prosesi maantaan mayit ka kuburan adalah untuk memperat rasa kekeluargaan dan semangat gotong royong di nagari.

Jadi ketika ada yang mangkat, masyarakat akan bergotong royong membangun keranda dari bambu dan pelepah anau.

Ia mengatakan proses pembuatan keranda itu tidak bisa dilakukan secara sembarangan dan harus dipimpin oleh satu seorang malin atau pembantu penghulu dalam urusan agama di nagari.

Penutup keranda tersebut berbentuk segi empat dan tidak dibuat melengkung seperti keranda pada umumnya.

Wan menjelaskan, bahan  yang digunakan sebagai penutup berasal dari pelepah pohon anau.

Baca juga: Sambut Ramadan, Pemkab Solok Selatan Ajak Masyarakat Balimau Basamo, Gratis dan Berhadiah

Sementara bagian tandu pada keranda itu terbuat dari betung.

Menariknya, tidak semua mayat bisa dibawa menggunakan penutup anyaman pelepah pohon anau.

Penutup keranda dari pelepah anau hanya dipernuntukan bagi mereka yang meninggal dalam keadaan sudah menikah.

"Kalau yang meninggal masih bujangan atau belum menikah, tidak pakai penutup. Hanya pakai tandu saja, lalu ditutup kain," katanya.

Kemudian di tengah-tengah penutup keranda terdapat anyaman yang menyerupai kerucut dan ditutupi kain yang dinamai susungan.

Baca juga: Ragam Acara akan Meriahkan Perayaan HUT ke-110 Kabupaten Solok, Berikut Jadwal dan Lokasinya

Susungan juga memiliki perbedaan, tergantung status sosial si mayat. Misalnya, ketika ada penghulu yang meninggal, maka pada susungan akan dipasangkan deta.

Kemudian ketika ada seorang malin atau ulama yang meninggal, maka pada susungan akan dipasangkan sorban.

Begitu pula ketika yang meninggal adalah bundo kanduang, maka akan dipasangkan tingkuluak pada bagian susungan.

Sedangkan untuk masyarakat biasa, susungan hanya ditutupi kain biasa.

Wan melanjutkan, keranda yang digunakan untuk membawa mayat akan ditinggalkan di pusara, tepat disamping gundukan tanah kuburan dan dibiarkan lapuk.

Baca juga: Wawako Ramadhani Resmi Buka Lomba Pramuka Tingkat III, Dikuti SMP se-Kota Solok

"Jadi pembuatan keranda ini selalu dilakukan ketika ada yang meninggal. Satu orang satu juga kerandanya," tandasnya.

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved