Tambang Meledak di Sawahlunto

PT NAL Klaim Aktivitas Tambang Sesuai SOP, LBH Padang: Jika Sudah Jalankan SOP, Kenapa Bisa Meledak?

LBH Padang menduga, PT Nusa Alam Lestari (NAL) melakukan upaya cuci tangan atas ledakan tambang batu bara di Sawahlunto, Sumatera Barat

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Fuadi Zikri
TribunPadang.com/Hafiz Ibnu Marsal
Kapolda Sumbar Irjen Suharyono meninjau langsung lokasi kecelakaan di lubang tambang batubara PT NAL Sawahlunto, Sumbar, Jumat (9/12/2022). 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menduga, PT Nusa Alam Lestari (NAL) melakukan upaya cuci tangan atas ledakan tambang batu bara di Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).

Dalam keterangan resmi LBH Padang, berdasarkan laporan penelitian Hasniati Astika, dkk dengan judul 'Pengembangan Alat Deteksi Gas Pada Tambang Batubara Bawah Tanah dengan Sistem Kabel dan Telemetri' menyatakan, ledakan lubang tambang terjadi karena adanya faktor kimia.

Di tambang batu bara bawah tanah, udara yang mengandung 5-15 persen metana dan sekurangnya 12.1 persen oksigen akan meledak jika terkena percikan api. 

Lebih lanjut, dalam hasil penelitian Hasniati itu, penyebab lain dari ledakan dari lubang tambang yakninya tidak adanya ventilasi yang baik.

Dengan sedikit percikan api, entah itu dari benturan antara linggis dengan batuan atau dari terkelupasnya kabel listrik, maka ledakan gas metana tidak akan terhindarkan.

Baca juga: Keluarga Korban Tambang di Sawahlunto Bakal Dapat Bantuan: Uang Duka Hingga Jaminan Kecelakaan Kerja

Kepala Bidang SDA LBH Padang, Diki Rafiqi, menyangsikan pernyataan PT. NAL yang mengklaim telah melakukan aktivitas tambang sesuai SOP dengan pengukuran kadar kimia di lubang tambang.

Pernyataan PT NAL, kata Diki, merupakan hal spekulatif di tengah proses investigasi sedang berlangsung.

Perusahaan itu, dinilai LBH terlihat membentuk opini publik bahwa PT NAL tidak bersalah dan telah menjalankan SOP. "Jika sudah menjalankan SOP, pertanyaan kritisnya kenapa masih terjadi ledakan?," ujar Diki, Rabu (14/12/2022).

Diki melanjutkan, LBH mencatat, pada tahun 2016, tambang batu bara PT NAL juga pernah meledak sehingga menyebabkan empat orang meninggal, dan kini di tahun 2022 kejadian yang sama terulang kembali.

"Artinya PT. NAL sudah melakukan kesalahan yang sama dan kuat dugaan kami tidak ada penegakan hukum yang efektif sehingga peristiwa ledakan terulang kembali," kata dia.

Baca juga: Kejanggalan Meledaknya Tambang Batu Bara di Sawahlunto, PT NAL Klaim Aktivitas Tambang Sesuai SOP

LBH Padang meminta Menteri ESDM harus tegas dalam penjatuhan sanksi, begitu juga Polda Sumbar harus segera memintai pertanggungjawaban hukum.

"Jangan sampai kasus menguap begitu saja padahal sudah banyak nyawa melayang yang tak kan bisa dikonversi uang sebanyak apapun," pungkas dia.

PT NAL Mengklaim, Aktivitas Tambang Sudah Sesuai SOP

Kepala teknik tambang dari PT NAL Dian Firdaus menyebut, sebelum kejadian meledaknya tambang pukul 08.30 WIB, pengawas atau kepala lubang sudah terlebih dahulu mengecek lubang tambang pada pukul 07.30 WIB.

Sistem penyanggaan, sistem ventilasi, pompa air, dan segala macamnya disebut Dian sudah dilakukan pengawas atau kepala lubang pada pagi harinya.

Pengawas, katanya, keluar membawa hasil pengecekan bahwa saat itu kadar oksigen di lubang tambang di angka normal yaitu sebesar 20,7 persen. Sesuai standar, katanya, kadar oksigen minimal di angka 19,5 persen.

Baca juga: Tambang Meledak di Sawahlunto, LBH Padang Minta Pemerintah Bentuk Tim Independen untuk Investigasi

Lalu, karbondioksida juga tidak ditemukan di dalam tambang, yaitu diangka nol persen, begitu juga gas metan dan gas sulfur hidroksida yang disebut diangka nol persen.

"Maka dari itu, pengawas mempersilahkan pekerja untuk memasuki lubang tambang, karena kondisi sudah oke," ujar Dian kepada awak media, Selasa (13/12/2022).

14 orang kemudian masuk ke dua lubang tambang.

Pada Lori 1, lanjutnya dimasuki delapan orang pekerja, dan enam lainnya di lori 2.

Lalu, berselang waktu sepuluh hingga 12 menit, ledakan terjadi, sepuluh orang tewas karena tidak bisa menyelamatkan diri, sementara empat orang dari Lori 1 menderita luka karena sempat berupaya keluar dari lubang tambang.

Baca juga: Sudah Beroperasi Sejak 2006, Polisi Sebut Tambang yang Meledak di Sawahlunto Pernah Meledak 2016

Ia menjelaskan, secara ilmiah, penyebab ledakan ialah segitiga api, yaitu adanya unsur oksigen, pemicu, dan bahan bakar. "Tanpa pemicu, tanpa ada gas metan, tidak akan ada ledakan," kata dia.

Namun, Dian tidak bisa menjelaskan lebih rinci penyebab pasti insiden pada Jumat (9/12/2022) lalu. Kata dia, pihaknya akan melakukan investigasi internal, begitu juga investigasi dari inspektur tambang.

Dian Firdaus mengklaim bahwa semua aktivitas tambang pada hari sebelum kejadian sudah dilakukan sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.

"Mulai dari masuk ke dalam lubang sampai ke dalam lubang hingga pulang. Sebelum masuk lubang, pengawas lubang atau kelapa lubang, pada pagi hari mengecek pelaksanaan monitoring gas di tambang bawah tanah," ujar Dian.

Sebelum pekerja masuk lubang, lanjutnya, pengawas sudah mengecek kandungan gas dengan gas detector, yang selanjutnya melakukan pengecekan ke seluruh crone.

Setelahnya, kata dia, dilakukan pengecekan penyanggaan yang berupa penyangga kayu, yang dari pemasangan hingga finishing sudah dibuatkan langkah kerja cara pemasangannya.

Kemudian, juga ada SOP sistem ventilasi supply udara di tambang bawah tanah, kelistrikan tambang bawah tanah, pengairan, hingga pengangkutan batu bara dari tambang bawah tanah ke luar.

"Pekerja mesti mengetahui. Jika tidak, pekerja belum boleh masuk. Pengawas menyampaikan kepada pekerja dan mencatat di buku laporan," ujar dia.

Selanjutnya, pekerja masuk ke lubang tambang, dan sesuai SOP dilarang masuk sendirian, hingga kemudian masuk lubang ke crone kerja masing-masing.

Setelahnya mulailah pengambilan batu bara secara semi mekanis, hingga batu bara diambil dan diangkut dengan gerobak dan dikeluarkan dari lubang dengan lori.

Sistem penyanggaan, kata dia, juga mesti dilakukan sesuai prosedur, begitu juga sistem ventilasi sudah dimulai sebelum pekerja mulai bekerja dengan menggunakan blower.

Sistem ventilasi itulah yang dianggap sebagai teknik untuk penurunan konsentrasi gas berbahaya di lubang tambang. (TribunPadang.com/Wahyu Bahar)

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved