Kisah Fatmiyeti Kahar, Menyingkap Tabir Gelap Kasus Kekerasan Perempuan

Kasus pengusiran seorang korban pelecehan seksual, merupakan momentum besar dalam hidup Fatmiyeti Kahar kala pulang ke tanah Pariaman untuk menjadi

Penulis: Panji Rahmat | Editor: Mona Triana
ist
Fatmiyeti Kahar (kanan) Tokoh Perempuan Pembuka Tabir Gelap Kekerasan Perempuan dan Anak di Padang Pariaman Berpose Bersama Anak dan Cucunya 

Pengusiran, makian, kata kotor dan kejar-kejaran dengan masyarakat dan niniak mamak silih berganti menghiasi lika-liku perjalanan mereka.

Tidak terhitung juga makan batin itu mengundang tangis air mata bagi tiga perempuan itu.

"Paling sedih itu waktu kami dianggap mencari makan dari perjuangan ini," terang perempuan yang mengabdi pada lembaga itu dengan uang pribadinya.

Bahkan tiga perempuan itu sempat di cap sebagai pendamping kasus cabul oleh instansi kepolisian masa itu.

Sempat Dipecat dari LPKTPA Tahun 1995

Usia lembaga mulai matang, tapi Teta dihadapi persoalan pelik saat ada persetubuhan antara ayah kandung dan anak di kawasan rumahnya (Cubadak Air).

Ragam nasehat dari pemuka adat, agama dan masyarakat setempat membuat perempuan yang hobi membaca ini, berpaling untuk tidak menyelesaikan kasus itu. Terlebih tempat kasus itu terjadi, suaminya sedang menjabat sebagai kepala desa.

Namun upaya anak kelima dari sembilan bersaudara itu terhendus oleh kakaknya, ia langsung diberhentikan pada tahun 1995.

Padahal selama lima tahun mengabdi dalam lembaga sukarela itu, ia sudah berhasil mengawal lebih dari seratus kasus.

"Kakak itu orangnya tegas dan profesional, sehingga saya diberhentikan tanpa pertimbangan saya adalah adiknya," kata teta sembari tertawa kecil mengenang kondisi waktu itu.

Berhenti dari lembaga itu, perempuan yang senang melahap buku tersebut, mulai berfikir untuk meninggalkan pengabdiannya selama 5 tahun itu. Walau sudah banyak memakan tenaga, fikiran, air mata dan perasaan.

Saat diberhentikan, Teta kembali menekuni pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga, kelihainnya memasak terus ia asah.

Sampai akhirnya pada 1997 teta mendapat pelatihan mengolah tape kering di Jawa Barat oleh pemerintah setempat.

Kesibukannya mengolah tape kering, sempat membuat teta tidak kepikiran untuk kembali.

Melalui pelatihan itu ia banyak mendapat undangan sebagai trainer di sejumlah daerah di Sumatera Barat (Sumbar) dan membuka usaha serupa di Kota Pariaman sampai saat ini.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved