Kabupaten Solok
Mengunjungi Prasasti Paninggahan di Tepi Danau Singkarak, Situs Bersejarah yang Terabaikan
Prasasti Paninggahan, atau warga setempat menyebutnya dengan batu basurek, berada di tepian danau Singkarak, Nagari Paninggahan.
Penulis: Nandito Putra | Editor: Rahmadi
TRIBUNPADANG.COM, SOLOK - Nagari Paninggahan, Kecamatan Junjung Sirih, Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar) menyimpan salah satu situs bersejarah berupa prasasti bertuliskan huruf Palawa.
Balai Pelestarian Cagar Budaya atau BPCB Sumbar menetapkan prasasti ini sebagai cagar budaya dengan nomor inventaris 09/BCB-TB/A/15/2007.
Prasasti Paninggahan, atau warga setempat menyebutnya dengan batu basurek, berada di tepian danau Singkarak, Nagari Paninggahan, Kecamatan Junjung Sirih.
Dari pinggir jalan Paninggahan-Malalo, akses menuju prasasti ini harus melalui hamparan persawahan.
Untuk mencapai ke lokasi, pengunjung harus berjalan kaki sejauh lebih kurang 500 meter melalui pematang sawah dan ladang bawang.
Baca juga: Wisata Sumatera Barat: Melihat Masjid Tuo Kayu Jao di Solok, Berusia Lebih 500 Tahun
Tak ada petunjuk berupa plang di tepi jalan yang menandakan bahwa di Paninggahan terdapat sebuah prasasti bersejarah.
Berbekal titik koordinat yang dibagikan BPCB pada laman resminya, Tribunpadang.com mengunjungi Prasasti Paninggahan, Jumat (25/11/2022).
Namun google map hanya memberikan petunjuk sampai pemukiman warga yang berbatasan langsung dengan hamparan persawahan di tepi Danau Singkarak.
Beruntung, Nurshun, seorang petani di sana, bersedia menuntun Tribunpadang.com menuju lokasi prasasti Paninggahan berada.
"Tahu dari mana kalau di sini ada prasasti," kata Nurshun, mengawali pembicaraan.
Baca juga: Melihat Keindahan Rumah Gadang Hajjah Siti Rasyidah yang Berada di Tengah Kota Solok

Menurut dia, prasasti ini jarang dikunjungi orang. Sehingga tak banyak yang mengetahui keberadaannya.
"Pernah yang datang itu mahasiswa atau orang penelitian, itu juga sudah lama," katanya.
Di mesin pencarian, artikel atau penelitian yang membahas soal prasasti Paninggahan terbilang minim.
Adapun website BPCB Sumbar yang seharusnya menayangkan penjelasan soal prasasti ini juga tidak bisa diakses.
Setelah agak dekat dengan lokasi prasasti, Nurshun undur diri karena harus melanjutkan pekerjaannya di sawah.
Baca juga: Hujan Berkepanjangan, Kapal Wisata Sulit ke Pulau Angso Duo Pariaman, Pendapatan ABK Turun Drastis
"Di situ ada yang lagi mengurus keramba, bapak itu paham soal prasasti ini," katanya.
Jon Kenedy, 54 tahun, tengah sibuk menyauk air dari biduknya yang terparkir di tepi danau Singkarak.
Tiga meter dari tempatnya berdiri, sebuah bangunan berupa pondok dengan atap gonjong, menaungi sebuah batu berbentuk oval.
Pondok itu berukuran 2,5 x 1,5 meter. Di setiap sisinya diberi pagar besi bewarna hitam.
Salah satu sisi bangunan ini langsung bersentuhan dengan riak-riak air danau Singkarak.
Baca juga: Batu Basurek di Tanah Datar, Prasasti Pariangan Berbahasa Sansekerta, Pola Serupa Masa Adityawarman

"Ini karena beberapa hari sering hujan, jadi tepian danau menjadi lebih maju beberapa meter dari biasanya," kata Kenedi.
Kenedi diberi mandat secara tidak resmi oleh BPCB untuk menjaga prasasti karena berada dekat di lahan miliknya.
Sekira 30 meter ke tengah danau, ia juga mengelola keramba apung dan memarkir biduk di dekat prasasti itu berada.
Kenedi mengatakan, mulanya prasasti Paninggahan ditemukan di gundukan tanah menyerupai pulau di tepi danau Singkarak.
Keberadaan prasasti ini baru diketahui warga pada tahun 2005 lalu.
Baca juga: Memasuki Usia ke-64: Prasasti Timbang Terima NV PPCM Bersolek, Monumen Bukti Sejarah PT Semen Padang
Lantaran sering terendam kala air danau meluap sehabis hujan, warga berinisiatif memindahkan prasasti ini agak ke tepi.
Kenedi kala itu ikut menyaksikan bagaimana prasasti ini dipindahkan oleh petugas dari BPCB.
"Waktu ditemukan, prasasti ini sudah retak dan ada bagian yang pecah," katanya.
Setelah menempati posisi yang baru, 200 meter dari titik awak ditemukan, bagian prasasti yang pecah tersebut dilem kembali oleh pemerintah.
"Ketika dipindahkan, sekalian dibangun pondok untuk melindungi prasasti," katanya.
Baca juga: Wapres RI Tuntaskan Kunjungan di Kota Pariaman, Tanda Tangani Prasasti Pasar Rakyat dan GOR UNP
Ketika itu pemerintah, kata Kenedi, juga membangun plang yang menandakan bahwa prasasti ini merupakan situs cagar budaya.
Namun, dua tahun terakhir, plang tersebut patah dan hilang karena diterjang angin.
"Sudah pernah diusulkan agar plang penjelasan soal prasasti ini kembali dibangun, tapi sampai sekarang belum ditanggapi," ujarnya.
Kini kondisi prasasti itu terlihat tidak terurus. Semen yang berfungsi untuk meninggikan prasasti dari riak air danau mulai retak dan amblas.
Kenedi mengatakan, kala badai menerjang, air Danau menimbulkan ombak tidak beraturan, sehingga mengikis pondasi pondok tersebut.
Baca juga: Kisah dari Lintau: Senja di Rumah Gadang Mufidah Jusuf Kalla
Ia mengatakan, pemerintah pernah ingin memindahkan prasasti ini ke pinggir jalan utama Paninggahan-Malalo.
Namun usul itu ditolak warga, sebab, kata Kenedi, prasasti ini sudah menjadi bagian dari tepian danau Singkarak dan dikeramatkan.
"Kemudian juga pernah diusulkan akan dibangun jalan semen menuju prasasti, tapi ada beberapa warga yang tidak mau sawahnya dilalui jalan," katanya.
Nengsih Susilowati, peneliti Balai Arkeologi Sumatera Utara dalam penelitiannya di buku Budaya Maritim Nusantara: Prespektif Arkeologi menyinggung sedikit tentang prasasti Paninggahan.
Ia menulis, prasasti Paninggahan merupakan peninggalan masa kerajaan Malayapura di bawah kekuasaan Raja Adityawarman pada abad 14 M.
Baca juga: Jaga Kualitas dan Ketersediaan Air, 7 Ribu Bibit Pohon akan Ditanam Sekeliling Danau Singkarak
"Keberadaan Prasasti Paninggahan pada masa Adityawarman menggambarkan adanya aktivitas di tepian danau Singkarak pada masa itu," tulisnya (hlm 65).
Menurut Nengsih, posisi prasasti seperti sekarang menjelaskan bahwa lokasi saat pendirian prasasti merupakan area yang kering.
Namun ia tak menyinggung isi tulisan dalam prasasti Paninggahan.
Menurut Kenedi, pada 2010, seorang peneliti asal Belanda pernah mendatangi lokasi prasasti bersama sejumlah peneliti lain dari Jakarta.
"Kalau saya tidak salah, prasasti ini menceritakan tentang kekayaan alam danau Singkarak dan tanda kekuasaan raja Adityawarman," ujarnya.(TribunPadang.com/Nandito Putra)