Kabar Irjen Teddy Minahasa Ditangkap
Gelar Adat Teddy Minahasa Tidak Perlu Dicabut, Sadri Chaniago: Jangan Sehabis Tolong Hilanglah Jasa
Gelar adat Tuanku Bandaro Alam Sati yang disematkan kepada Irjen Pol Teddy Minahasa Putra menuai kritik dari sejumlah masyarakat Minangkabau.
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN - Gelar adat Tuanku Bandaro Alam Sati yang disematkan kepada Irjen Pol Teddy Minahasa Putra menuai kritik dari sejumlah masyarakat Minangkabau.
Hal itu setelah Irjen Teddy Minahasa Putra tersandung kasus pengedaran narkoba beberapa waktu lalu.
Sejumlah masyarakat menilai perlu dilakukan pencabutan atas gelar tersebut karena bisa mencoreng nama baik masyarakat Minangkabau.
Namun penilaian berbeda disampaikan tokoh masyarakat Kota Pariaman Sadri Chaniago.
Baca juga: Tokoh Masyarakat: Gelar Kehormatan Irjen Teddy Minahasa seperti Bunga Buatan, Tidak Bisa Diwariskan
Sadri Chaniago merasa tidak perlu dilakukan pencabutan atas gelar sang Sako yang diterima oleh Irjen Teddy Minahasa Putra.
Menurutnya adat Minangkabau tidak sekasar itu.
"Jangan sampai terjadi, sahabih tolong (sehabis tolong), hilanglah jaso (hilanglah jasa)," kata Wakil Ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari) IV Angkek Padusunan Kota Pariaman itu.
Baginya persoalan ini bisa dipulangkan kepada raso (logika) dan pareso (timbangan perasaan).
Baca juga: Soal Gelar Kehormatan Irjen Teddy Minahasa Usai Terjerat Narkoba, LKAAM Sumbar: Kita akan Rapatkan
Sebenarnya, lanjut dia, saat pemegang gelar sang sako sudah tidak memenuhi kriteria lagi, maka secara prinsip yang bersangkutan sudah tidak layak menyandangnya, walaupun tanpa dicabut secara resmi.
"Ibarat ikatan kayu, gelar itu akan lepas dengan sendirinya," kata Dosen Ilmu Politik Universitas Andalas itu.
Menurutnya, jika kejadian serupa terjadi pada gelar Sako yang disandang oleh penghulu atau datuak di sebuah kaum dan pasukuan, proses pencabutan gelar itu tidak langsung terjadi.
Ia menjelaskan, para penghulu atau Datuak yang melanggar pantang larang dalam adat ini, untuk kesalahan ringan, kalau baabu dijantiak (jika berdebu dijentik).
Kalau kumuah disasah (kalau kotor dicuci), jika kesalahan menengah.
Lalu untuk kesalahan berat, dikikih balangnyo (dikikis belangnya), dipiuah gadiangnyo (diperas gadingnya), dicabuik galanyo (dicabut gelarnya).
"Tapi biasanya kasus berat ini diselesaikan melalui "sidang malam", tidak di depan sidang khalayak ramai," terang Mahasiswa S3 Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia itu.