Gempa Mentawai

Belajar dari Riwayat Gempa Merusak di Mentawai, Pemerintah Diminta Edukasi Masyarakat Soal Mitigasi

Gempa Mentawai, pemerintah diminta agar terus melakukan edukasi soal mitigasi kepada masyarakat karena potensi gempa tetap ada kedepannya.

Penulis: Rahmadi | Editor: Rizka Desri Yusfita
istimewa
Gempa Mentawai, pemerintah diminta agar terus melakukan edukasi soal mitigasi kepada masyarakat karena potensi gempa tetap ada kedepannya. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Kabupaten Mentawai Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) merupakan wilayah yang sering dilanda gempa bumi.

Pemerintah diminta agar terus melakukan edukasi soal mitigasi kepada masyarakat karena potensi gempa tetap ada kedepannya.

Sebelumnya, gempa mengguncang wilayah Kabupaten Mentawai pada Minggu (11/9/2022) berkekuatan M 6.1 pada pukul 06.10 WIB.

Kemudian gempa susulan pada 06.26 WIB dengan kekuatan M 5.4.

Baca juga: Gempa Mentawai tidak Terasa Kuat di Tua Pejat, Warga Beraktivitas seperti Biasa

Baca juga: Lima Rumah Ambruk akibat Gempa Mentawai, 3.327 Warga Mengungsi ke Atas Bukit

Plt. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono menjelaskan wilayah Kabupaten Mentawai sejak dulu sering terjadi gempa.

"Kita memang tinggal di wilayah yang sangat berpotensi gempa dan tsunami."

"Kita tidak boleh berkecil hati, itu adalah sebuah fakta bahwa kita ditakdirkan hidup di batas lempeng tektonik aktif."

"Mau tidak mau suka tidak suka ini adalah risiko yang harus kita hadapi," ujarnya saat dihubungi Minggu (11/9/2022).

Baca juga: Pasca Gempa Mentawai Berkekuatan M 6.1, Warga Sikabaluan Terus Bergerak ke Tempat Pengungsian

Baca juga: Gempa Mentawai - Pagi Ini Mentawai 2 Kali Diguncang Gempa, Getaran Terasa hingga ke Kota Bukittinggi

Berdasarkan catatan pihaknya, terdapat sembilan gempa bumi yang paling merusak pada wilayah kabupaten kepulauan tersebut.

Gempa yang paling merusak di Mentawai yaitu pada 30 September 2009 berkekuatan M 7.6.

Sebanyak 1.100 orang meninggal dunia, 2.181 orang luka-luka. Gempa yang merusak 2.650 bangunan itu juga ikut menimbulkan tsunami.

Kemudian gempa pada 6 Maret 2007 dengan kekuatan M 6.3 mengakibatkan 67 orang meninggal dunia, 826 luka-luka dan 43.719 rumah rusak.

Gempa lainnya, pada 13 September 2007 dengan kekuatan M 7.1 mengakibatkan 25 orang meninggal dunia, 161 luka-luka, 56.425 bangunan rusak.

Sebelumnya, pada 17 Desember 2006 juga terjadi gempa dengan kekuatan M 6.1.

Akibatnya 7 orang meninggal, 100 luka-luka, 680 rumah rusak.

Jauh sebelumnya, gempa juga terjadi pada 28 April 1979 dengan kekuatan M 5.8.

Akibaynya 64 orang meninggal dunia 9 orang hilang, 193 rumah roboh, 42 jembatan rusak.

Kemudian juga terdapat gempa lainnya yaitu pada 17 November 1984 dengan kekuatan M 7.4 dengan korban meninggal 1 orang dan 2 bangunan rusak.

Selain itu, gempa cukup besar juga terjadi pada tahun 1977 dengan kekuatan M 5.5 mengakibatkan 982 rumah rusak.

Pada tahun 2004 gempa berkekuatan M 5.6 mengakibatkan 5 orang meninggal, dan pada tahun 2014 dengan M 5.0 yang mengakibatkan sejumlah orang terluka.

Dari riwayat gempa tersebut, terdapat kejadian magnitudo gempa lebih kecil namun dampaknya lebih besar.

Hal ini terjadi karena sejumlah faktor di lapangan.

"Itu terjadi karena perbedaan kedalaman gempa, lebih dangkal maka guncangan lebih kuat."

"Kemudian ada juga faktor tanah, seperti tanah gambut maka akan lebih berdampak dibandingkan yang tidak, begitu juga dengan kontruksi rumah warga juga berpengaruh terhadap dampak gempa," kata dia.

Daryono menjelaskan, kenyataan tinggal di wilayah rawan gempa tidak boleh membuat masyarakat menyerah. Bagaimana pun semuanya bisa dimitigasi.

"Bagaimana kita menyiapkan mitigasi, menyiapkan evakuasi, menyiapkan rambu-rambu, ini akan membuat kita lebih kreatif memahami karakter alam," katanya.

Menghadapi ini semua tidak perlu ditakuti selama bisa memahami. Misalnya tidak membangun bangunan dan tempat usaha di wilayah rawan seperti pantai.

Pemerintah pun dengan teknologi sekarang bisa membuat pemodelan tsunami dengan data yang akurat, sehingga bisa menjadi bahan untuk mitigasi.

"Peta tsunami misalnya itu berguna untuk mitigasi, jadi itu bukan untuk menakut-nakuti, lewat pemodelan kita tahu tingginya berapa, jangkauannya berapa dan lainnya," ujarnya.

Memahami soal ini juga bisa menjadi acuan bagi pemerintah untuk mengatur tata ruang wilayah.

Soal tindakan masyarakat Mentawai yang langsung evakuasi ke tempat tinggi menurut dia itu merupakan suatu hal bagus. Masyarakat sudah memahami tentang mitigasi. (*)

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved