Kenaikan Harga BBM, Prof Syafruddin Karimi: Potensi Risiko Stagflasi Harus Disiapkan Penangkalnya
Pemerintah resmi menaikkan harga bahan bakar minyak(BBM) bersubsidi jenis pertalite dan solar, begitu juga BBM jenis Pertamax pada Sabtu (3/9/2022)
Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Mona Triana
"Sebelum kenaikan harga BBM biayanya hanya Rp 1,8 Juta, hari ini usaha angkutan hanya mau terima Rp 2,3 Juta dengan alasan kenaikan harga BBM. Itu info dari petani yang langsung memasarkankan hasil pertaniannya," kata dia.
Lalu, petani tersebut tentu tidak mau menerima untung yang lebih rendah atau merugi. Selanjutnya akan naikkan pula harga jualnya pada pemesan dengan alasan kenaikan harga BBM yang membuat harga pokoknya meningkat.
Selanjutnya konsumen akan merasakan biaya hidupnya meningkat. Dijelaskannya, jika yang membeli adalah reseller, maka reseller akan menaikkan harga jualnya.
"Kemudian, pembeli terakhir tidak bisa menggeser langsung ke pembeli selanjutnya, tetapi pada biaya hidupnya. Ini baru satu contoh dampak kenaikan harga BBM terhadap transportasi barang-barang," imbuh dia.
Lebih lanjut dikatakannya, kenaikan harga BBM hilirnya mendorong kenaikan inflasi. Bagi keluarga tidak mampu dan rendah daya beli, pemerintah sudah siapkan bantalan sosial termasuk buat pekerja dengan upah tertentu.
Analisa dia, pemerintah tentu sudah memperkirakan kompensasi terhadap lapisan masyarakat dan pekerja dengan kalkulasi bahwa kenaikan harga BBM yang menurunkan tingkat kesejahteraan, dan bisa digenjot dengan bantalan sosial.
"Artinya kelompok ini kesejahteraannya minimum tetap sama atau lebih tinggi dengan menerima bantalan sosial. Andai kata tidak terjadi, tentu mereka akan alami kesejahteraan yang menurun akibat kenaikan harga BBM. Yang dulunya berada di atas garis kemiskinan, kini jatuh di bawah garis kemiskinan," terang Syafruddin.
Adapun, ia juga menunggu juga bagaimana kebijakan moneter Bank Indonesia merespon potensi kenaikan inflasi dampak kenaikan BBM itu.
"Apakah akan menaikkan suku bunga kebijakan agar inflasi yang potensial terjadi tidak melampaui target inflasi yang ditetapkan pemerintah? Kalau itu dilakukan bakal terjadi sejenis Quantitative Tightening (QT) yang menaikkan suku bunga pinjaman yang selanjutnya mempengaruhi permintaan kredit untuk investasi. Selanjutnya ini akan berdampak pula terhadap pemulihan ekonomi," pungkas dia. (*)
ReplyForward