Sumatera Barat
Jokowi Soroti Angka Inflasi di Sumbar, Gubernur Mahyeldi Jelaskan Faktor Penyebab dan Upaya Pemprov
Presiden Jokowi menyoroti sejumlah daerah di Indonesia yang angka inflasinya berada di atas rata-rata nasional.
Penulis: Wahyu Bahar | Editor: afrizal
TRIBUNPADANG.COM, PADANG- Presiden Jokowi menyoroti sejumlah daerah di Indonesia yang angka inflasinya berada di atas rata-rata nasional.
Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) ialah salah satu daerah yang disorot Jokowi, karena periode Juli 2022 inflasi di Sumbar menembus angka 8,01 persen.
Dikatakan Jokowi, angka inflasi di Sumbar menjadi yang tertinggi kedua di antara seluruh provinsi di Indonesia.
Baca juga: Pengamat Ekonomi UIN IB Huriyatul Akmal Ungkap Faktor Pendongkrak Inflasi di Sumbar
Baca juga: Sesuai Arahan Jokowi, Gubernur Sumbar Siapkan Langkah Strategis Pengendalian Inflasi
Berkenaan dengan itu, Gubernur Sumbar Mahyeldi membeberkan sejumlah faktor penyebab lonjakan inflasi di Sumbar.
Pertama, kata dia, inflasi di Sumbar berkaitan dengan ketersediaan.
"Kemudian produksi kita juga didistribusikan ke provinsi tetangga, di mana bukan hanya memenuhi kebutuhan di Sumbar," ujar Mahyeldi kepada TribunPadang.com, di Truntum Hotel Kota Padang, Rabu (24/8/2022).
Ia menguraikan, sejumlah komoditi dikirim keluar daerah, misalnya beras, dan hasil-hasil holtikultura.
Pada saat yang sama, kata dia, Presiden Jokowi juga menyoroti kelangkaan dan harga pupuk yang tinggi yang salah satunya disebabkan oleh perang antara negara Ukraina dan Rusia.
Adapun dampak dari perang antara kedua negara itu ialah kelangkaan dan tingginya harga pupuk dikarenakan bahan-bahan pupuk juga dari negara tersebut.
"Hal itulah yang tentunya menjadi langkah kita ke depan untuk menormalkan harga dan meningkatkan ketersediaan," kata Mahyeldi.
Adapun, ujarnya, Pemprov sudah menyiapkan langkah-langkah untuk menurunkan angka inflasi di Sumbar, di antaranya mendorong gerakan menanam cabai di rumah-rumah dan di kemudian kelompok wanita tani (KWT).
"Kemudian kita mendorong penggunaan pupuk organik sehingga petani tidak tergantung dengan pupuk kimia. Selanjutnya, juga tentu kelancaran transportasi, dan kepastian produksi ke depannya," pungkas Mahyeldi. (*)