Kota Pariaman
Kisah Inspiratif Rio Saputra: Peternak Muda Asal Desa Batang Tajongkek, Kota Pariaman
Sejak duduk di bangu sekolah Sekolah Dasar (SD) kebanyakan anak akan menghabiskan waktu untuk bermain setelah pulang sekolah.
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Emil Mahmud
TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN - Sejak duduk di bangu sekolah Sekolah Dasar (SD) kebanyakan anak akan menghabiskan waktu untuk bermain setelah pulang sekolah.
Kesenangan bermain anak ini juga sering didukung oleh orangtua, agar anaknya bisa tumbuh seimbang baik dalam dunia pendidikan maupun lingkungan sekitar.
Kebiasaan untuk bermain atau sekadar berkumpul dengan teman adalah hal tabu bagi Rio Saputra (22) peternak sapi di Desa Batang Tajongkek Pariaman Selatan, Kota Pariaman Provinsi Sumbar.
Baginya, pada usia SD, ia sering menghabiskan waktu di ladang rumput menemani abangnya.
“Sejak Tahun 2010an saya lebih suka bantu abang menyabit rumput untuk ternak,” terang anak ketiga dari 5 bersaudara ini.
Beternak memang bukan hal baru bagi Rio, sejak kecil ayahnya sudah menggembala sapi sembari pergi ke sawah.
Kebiasaan ini yang turun pada abangnya dan menular pada Rio, sehingga waktu bermainnya hilang untuk membantu abangnya.
Bermula dari memasukan rumput ke dalam karung, abangnya terus menularkan ilmu beternak pada Rio.
Beberapa bulan setelah terlena menemani abangnya, Rio kecil sepulang sekolah pergi mengembala sapi ke ladang rumput untuk makan.
“Soalnya dulu tidak bisa menyabit rumput, jadi saya gembalakan saja,” katanya mengenang, bahwa setelah ternak kenyang baru kembali ia seret ke kandang.
Kegiatan itu sudah jadi rutinitas bagi remaja ini hingga mendapat kepercayaan untuk mengembala satu ekor sapi.
Kepercayaan itu ia jawab dengan ketekunan serta kerja keras , itu modalnya saat mulai mengembala seekor sapi Tahun 2013an.
Selama pihak TribunPadang.com mewawancarinya, Rio memang tidak pernah berhenti bekerja.
Sembari melahap pertanyaan ia sibuk mengaka rumput untuk sapi, memindahkan kotoran atau mengangkat ember seakan paham sapi-sapi itu kehauasan.
Langkah kaki dan gerak tangannya seperti sudah otomatis disiapkan untuk bekerja.
Berhenti Sekolah, Fokus Beternak
Sama seperti remaja yang duduk di Bangku SMP, setiap pagi Rio pergi ke sekolah untuk belajar, sedangkan kegiatan mengembala sapi diambil alih oleh ayahnya.
Lalu sepulang sekolah selepas makan siang dan mengganti baju, ia akan kembali ke kandang sapi yang berlokasi ditempat Bako (Saudara dari ayahnya) untuk mengembala sapi ke ladang rumput sembari menyabit rumput itu untuk dibawa ke kandang setiap harinya.
Sudah terlena dengan enaknya bekerja, saat kelas satu SMA Rio memilih untuk berhenti sekolah dan fokus untuk beternak.
“Lagian semasa sekolah saya juga nakal, fikiran saya juga tidak fokus belajar makanya saya berhenti saja,” terangnya membenarkan putusan itu.
Terlebih sejak sapi pertamanya sudah mulai berkembang dan abangnya yang dulu membawanya beternak dibawa oleh seorang pedagang emas ke Tebo untuk berkeja di sana.
“Jadi abang saya ikut pedagang emas ke Tebo, pedagang itu mempercayakan juga pada saya satu kandang sapi berjumlah puluhan ekor untuk dikembalakan,” katanya memperkuat alasan tersebut.
Keterbatasan ekonomi juga mendasari keputusannya, Rio berharap dengan mengembalakan sapi titipan itu dan membesarkan sapi miliknya bisa menambah pemasukan serta uang belanjanya.
Pilihan itu memang membuatnya kehilangan waktu untuk bermain dengan teman sebayanya.
“Jadi pikiran saya dariii dulu itu untuk masa depan saja, bagaimana bisa menghasilkan uang dan mensejahterakan keluarga,” sebutnya.
Tapi usaha itu memang membawakan hasil, saat ini Rio memiliki 5 ekor sapi, serta 11 ekor sapi keluarga dan 40 ekor sapi titipan untuk digembalakan.
Ia juga sudah bisa membeli satu unit kendaraan dan melengkapi kebutuhan pribadinya, bahkan juga sduah rutin memberi uang saku untuk kedua orang tua dan adiknya.
Peternak Muda Sangat Minim
Akhirnya memilih menekuni pekerjaan sebagai peternak, Rio menilai saat ini peternak muda itu sangat minim. Ia melihat banyak teman sebayanya saat ini masih sibuk untuk bermain seperti nongkrong, bermain game online dan balapan di jalanan.
Bahkan teman sebanya yang masih melanjutkan studi di perguruan tinggi, atau yang sudah tamat juga tidak semuanya sudah bekerja.
“Kebanyakan dari teman sebaya saya di sini itu masih sibuk bermain, nongkrong dan minta uang ke orang tua,” bebernya.
Selain itu ada juga yang merantau namun dalam beberapa bulan kembali lagi ke kampung dan tidak membawa apa-apa.
“Sebenarnya lebih enak beternak, waktunya bebas dan juga tidak terikat,” terangnya menjawab alasan banyak temannya yang sulit beradaptasi bekerja terikat diperantauan.
Baginya beternak ini adalah pekerjaan yang bisa membantu banyak orang, selain itu ia juga bisa bergaul dengan banyak peternak yang sudah berpengalaman.
Sepulang beternak ia biasanya duduk di warung untuk sekedar sharing dengan peternak senior dan menambah pengetahuan.
“kalau yang seumuran saya saat ini banyak duduk di warung tapi bergaul dengan HandPhone saja,” ujarnya berurai.
Pria ini mengaku sering memperhatikan ternaknya makan dan itu selalu menjadi kebahagiaan baginya.
Saat ini ilmu beternak ini juga sudah diturunkan Rio pada adik lelakinya, yang kemudian sang adik Reza turut membantu Rio dalam mengurus ternak.
Mereka berdua saling bahu membahu dalam memberi makan dan membersihkan kandang.(TribunPadang.com/Rahmat Panji
