Kabupaten Lima Puluh Kota
Mengintip Cara Produksi Kerupuk Sakura: Kerupuk Ubi Ukuran Lebar atau Opak, Pelengkap Makanan Sate
Kerupuk ubi atau dikenal juga dengan Opak merupakan satu panganan goreng, yang cukup terkenal dari Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera
Penulis: Muhammad Fuadi Zikri | Editor: Emil Mahmud
TRIBUNPADANG.COM, LIMAPULUH KOTA - Kerupuk ubi atau dikenal juga dengan Opak merupakan satu panganan goreng, yang cukup terkenal dari Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat atau Sumbar.
Kerupuk ini kerap menjadi teman makan saat menyantap berbagai macam makanan berat, seperti sate, lontong kuah dan lain sebagainya.
Di wilayah Provinsi Sumbar, daerah Piladang di Kecamatan Akabiluru, Kabupaten Lima Puluh Kota cukup terkenal sebagai sentral produksi kerupuk tersebut.
Di sana sebutan Opak atau dikenal dengan nama kerupuk sakura dan terkadang juga disebut kerupuk lebar. Sebagian daerah di Sumbar juga menyebut kerupuk laweh (lebar).
Humailis (69), seorang pengusaha opak di Piladang menyebut pembuatan panganan yang satu ini tidaklah sulit.
Katanya, cukup giling halus ubi kayu kemudian aduk dengan bawang putih giling halus, sedikit cabai merah keriting giling kasar, potongan daun bawang, dan penyedap rasa.
Sebagai pewarna agar tidak terlihat pucat, wanita paruh baya itu menyebut bisa tambahkan pewarna makanan berwarna kuning atau sesuai selera.
Baca juga: Info Cuaca Sumbar: Potensi Hujan Siang Hari di Lima Puluh Kota, Payakumbuh, dan Padang Panjang

Adonan yang telah diaduk dicetak tipis di atas loyang berbahan seng.
"Kemudian dikukus sekitar 10 menit, terus dijemur sampai kering," ujar Humailis saat TribunPadang.com berkunjung ke rumah produksinya, pakan lalu.
Warga Piladang itu menuturkan produksi opak saat ini jauh lebih mudah ketimbang saat ia mulai merintis usahanya 12 tahun silam.
Humailis berkisah, saat awal merintis usaha opak, ia menghaluskan ubi kayu secara manual menggunakan alat parut kayu.
Sehingga produksi kerupuk sakura dirumahnya terbatas karena lamanya proses menghaluskan bahan utama.
"Kalau sekarang tinggal giling saja dengan mesin. Berapa kilo mau kita buat, tinggal giling, kalau dulu capek marutnya," kata dia.
Sulitnya membuat kerupuk zaman dulu, lanjut Humailis, sebanding dengan banyaknya permintaan. Bahkan kerupuk yang ia produksi dipasarkan hingga ke luar provinsi.
"Ada juga yang memesan untuk dibawa ke Singapura, Malaysia," imbuhnya.
Mudahnya memproduksi saat ini, tambahnya, permintaan kerupuk tak seramai dulu.
"Kalau sekarang kita yang membatasi mau buat berapa kilo. Apalagi pas Covid-19, paling sulit nyari uang dengan kerupuk ini," ungkapnya. (TribunPadang.com, Muhammad Fuadi Zikri)