Melihat Proses Pembuatan Ladu Arai Pinang Ayang di Pariaman, Sudah Ada Sejak 22 Tahun Lalu
Kota Pariaman terkenal memiliki ragam khas makanan yang lezat, baik itu makanan berat maupun makanan ringan.
Penulis: Panji Rahmat | Editor: afrizal
Laporan Reporter TribunPadang.com, Rahmat Panji
TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN- Kota Pariaman terkenal memiliki ragam khas makanan yang lezat, baik itu makanan berat maupun makanan ringan.
Di antaranya adalah Ladu Arai Pinang Ayang di Kampung Perak, Kota Pariaman sudah berusia 22 tahun.
Pemiliknya Ayang (62) berkisah usaha ini ia mulai sejak tahun 2000, berbekal tekad untuk membesarkan 3 anaknya.
Baca juga: Kampung Perak Identik dengan Ladu Arai Pinang, Pengunjung Bawa Buah Tangan, Pulang ke Rumah
Baca juga: Kampung Makanan Ringan Pusat Jajanan Tradisional Khas Kota Pariaman, Ada Ladu Arai Pinang
"Setelah suami saya meninggal, saya coba membuat ladu arai pinang untuk menafkahi keluarga," kenangnya.
Ayang memulai usaha ini dari produksi rumahan, melibatkan anak dan saudaranya.
Pilihan menjual ladu Arai pinang kata Ayang memang karena banyak warga setempat yang berusaha itu.
Kampung Perak ini memang identik dengan ladu arai pinang.
Sampai saat ini ke mana mata memandang di kawasan Kampung Perak pasti akan terlihat ladu arai pinang terpajang.
Hanya saja waktu pertama Ayang memutuskan berjualan ini, pedagang ladu arai pinang masih bisa dihitung jari.
"Kurang lebih awal itu ada 6 penjual termasuk saya," katanya sambil menghitung.
Baca juga: Bisnis Keripik Jengkol di Kota Pariaman, Putri: Ada yang Datang dari Padang, Beli Karupuak Jariang
Pada awalnya terang Ayang, ladu arai pinang miliknya menggunakan tepung beras yang ia tumbuk sendiri.
Sebelum akhirnya ia memiliki mesin untuk membuatnya.
"Jadi kami ada mesin untuk membuat tepung beras itu, dulu yang mengoperasikan adik saya," katanya mengenang almarhum adiknya itu.
Sejak almarhum adiknya itu meninggal dan pertimbangan modal, kini Ladu Arai Pinang Ayang tidak lagi menggunakan tepung beras yang dibuat sendiri.
Selain menggunakan mesin sendiri, Ladu Arai Pinang Ayang juga mulai mempekerjakan orang lain tahun 2004.
Saat itu Ayang sudah mampu mempekerjakan satu orang untuk proses produksinya.
"Itu orangnya masih ada, orang pertama yang bantu saya," katanya menunjuk perempuan yang sedang memotong adonan.
Selang beberapa tahun berlalu anggota Ayang terus bertambah.
Total saat ini sudah ada 15 anggota yang membantunya untuk produksi.
Anggota tersebut ia perdayakan dari warga setempat yang ingin bekerja.
Kebanyakan anggota Ayang terlihat adalah perempuan paruh baya.
Karena anggotanya warga setempat dalam proses produksi mereka tidak hentinya bercerita dan bekerja.
Pertumbuhan anggota Ladu Arai Pinang Ayang setiap tahun ini, berbanding lurus dengan pertumbuhan harga jual ladu Arai pinang nya.
"Dulu harga ladu itu cuma Rp 20 ribu sekilo, sekarang sudah Rp 45 ribu per kilo," kata Ayang yang berdiri di balik timbangan.
Variasi ladu Arai pinang Ayang juga mengalami perkembangan.
Biasanya hanya ada ladu original, saat ini juga ada ladu sala.
Perbedaan keduanya terlihat pada warna dan rasa.
Harga terkini Ladu Arai Pinang Ayang, untuk original Rp 45 ribu per kilo dan ladu sala Rp 55 ribu per kilo.
Penjualan ladu arai pinang ini menyasar beberapa kabupaten kota di Sumbar.
Ladu Arai pinang ini bisa ditemui di beberapa tempat oleh-oleh seperti di Bukittinggi, Payakumbuh, Dharmasraya dan jalan menuju ke Medan.
Beberapa tahun terakhir, Ayang mampu menghabiskan 12 kardus tepung beras per hari.
Satu kardus itu berisi 20 bungkus tepung berat setengah kilogram.
"Hanya selama pandemi jumlah produksi berkurang dan penjualan tersendat," terangnya.
Selama pandemi Ayang hanya memproduksi 7 kardus tepung beras dalam seharinya.
Sesuai dengan niat awal Ayang yang hendak menyekolahkan anaknya, melalui produksi ladu Arai pinang ini.
Akhirnya juga tercapai, 3 orang anaknya berhasil mendapatkan ijazah sarjana.
"Si bungsu sekarang juga sudah mengajar, yang paling tua sudah menikah," tutupnya.(*)