Kota Bukittinggi
Mengenal Ampiang Dadiah, Kuliner Ranah Minang Berbahan Susu Kerbau yang Difermentasi
Berwisata ke Kota Bukittinggi jangan pernah melewatkan kuliner yang satu ini. Namanya Ampiang Dadiah, kuliner khas Ranah Minang nan legendaris.
Penulis: Muhammad Fuadi Zikri | Editor: afrizal
Laporan Reporter TribunPadang.com, Muhammad Fuadi Zikri
TRIBUNPADANG.COM, BUKITTINGGI- Berwisata ke Kota Bukittinggi jangan pernah melewatkan kuliner yang satu ini.
Namanya Ampiang Dadiah, kuliner khas Ranah Minang nan legendaris.
Ampiang merupakan beras ketan yang ditumbuk dan dadiah adalah fermentasi susu kerbau.
Baca juga: Ampiang Dadiah, Kudapan Khas Minangkabau yang Tak Cuma Nikmat tapi Juga Berkhasiat
Baca juga: Galamai, Kuliner Khas dan Buah Tangan Khas, dari Perkampungan Adat Nagari Sijunjung, Provinsi Sumbar
Kadua bahan ini dipadukan dengan cairan gula aren dan ditaburi parutan kelapa.
Diberi sedikit es, semangkok Ampiang Dadiah mampu menggugah selera.
Ampiang yang teksturnya agak keras, dikunyah dengan dadiah yang lembut bisa bikin ketagihan.
Apalagi rasa keasamasaman dari dadiah dan aroma susunya yang bercampur dengan gula aren yang manis.
Ditambah dengan kasatnya parutan kelapa membuat semuanya terasa lengkap.
Di Kota Bukittinggi, cukup banyak yang menjual kuliner ini, salah satunya warung Uni Upik di samping Pasa Ateh.
Cukup menggocek saku Rp20.000, semangkok ampiang dadiah dapat dinikmati.
Rudi, pengelola warung mengatakan, dadiah yang menjadi bahan utama kuliner ini dibuat dengan susu kerbau murni.
Susu kerbau yang diperah difermentasi di dalam potongan bambu yang ditutup dengan daun pisang.
Fermentasi susunya pun alami tanpa tambahan bahan lainnya.
"Fermentasinya biasanya selama satu malam," kata Rudi kepada Tribun.
Ia menuturkan, semakin lama proses fermentasi maka dadiahnya semakin keras.
Namun, untuk jualannya, ia menggunakan dadiah yang difermentasi satu malam agar sedikit kenyal.
"Tapi ini beda dengan 'yoghurt' pada umumnya" ungkapnya.
Berusia puluhan tahun
Rudi menuturkan kuliner ini sudah ada sejak tahun 1973 atau bahkan lebih.
Sedari kecil ia sudah sering mengkonsumsi dadiah yang dibuat neneknya.
Dulu sebelum dicampur dengan ampiang, kata Rudi, dadiah ini dijadikan teman makan nasi.
"Orang-orang tua dulu memakan dadiah ini dengan nasi, ditambah bawang dan cabai," katanya.
Karena perkembangan zaman, untuk memenuhi selera, dadiah pun dicampur dengan ampiang. (*)
