MUI Sumbar Sebut Aturan Menag Yaqut soal Aturan Toa di Masjid dan Musala Munculkan Tanda Tanya

Ketua MUI Sumbar Sebut Aturan Menag Yaqut soal Aturan Toa di Masjid dan Musala Memunculkan Tanda Tanya.

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM/RIZKA DESRI YUSFITA
Ketua MUI Sumbar Gusrizal Gazahar saat ditemui di ruangan kerjanya, Kamis (19/3/2020). 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Gusrizal Gazahar mengatakan Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 5 tahun 2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala memunculkan sejumlah pertanyaan.

Menurut Gusrizal Gazahar penting untuk meninjau SE itu dari berbagai sisi.

Pertama, kata dia, dari segi substansi atau muatan dari SE tersebut.

"Memang ada dari muatan SE itu yang perlu diperhatikan oleh umat Islam, namun bukan berarti muatan dari SE itu bisa diterima, karena banyak hal-hal yang mengandung tanda tanya, apalagi implementasinya."

"Jadi dari sisi substansi itu bermasalah," ujar Gusrizal Gazahar saat diwawancarai TribunPadang.com melalui sambungan telpon, Kamis (24/2/2022) sore.

Baca juga: Ditolak Polda Metro Jaya, Roy Suryo Pertimbangkan Lapor Menag Yaqut ke Bareskrim?

Baca juga: Terkait SE Menag RI, Ketua MUI Sumbar : Mestinya Pengaturannya oleh Internal Umat Beragama

Ia juga tidak menampik bahwa memang ada hal-hal yang perlu diatur, tapi SE tersebut menurutnya mengundang banyak pertanyaan.

Belum lagi, kata dia mengenai implementasinya. Ia mempertanyakan bagaimana mengatur pengeras suara dengan batasan 100 desibel dan hal-hal lainnya.

Hal yang kedua, sisi urgensi juga menjadi sorotan dari ketua MUI Sumbar ini.

"Apa urgensinya sehingga terlalu ngotot seperti ini? MUI Sumbar dari dahulu sudah mengingatkan berbagai pihak, perkara seperti ini mestinya dilakukan pengaturannya oleh internal umat beragama itu," kata dia.

Ia kemudian menyebut seharusnya pengaturan seperti penggunaan pengeras suara di masjid dan musala bukan diatur melalui SE menteri tersebut.

Menurutnya, Kemenag RI sepatutnya mengkoordinasikan dulu kepada lembaga-lembaga keumatan yang terkait, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI).

"Karena itu koordinasikan saja, kalau ada hal yang perlu yang terlihat oleh Menag atau kementerian dan penataan lebih lanjut, jadi harus dikoordinasikan dengan lembaga-lembaga keumatan yang terkait seperti MUI dan DMI," tambah Gusrizal Gazahar.

Dikatakannya, Kemenag seharusnya tidak masuk terlalu jauh untuk mengatur penggunaan pengeras suara itu.

Ia menilai, tidak ada urgensinya sehingga SE itu perlu diterbitkan.

"Tidak terlalu urgen, dan tidak terlalu penting kemenag masuk ke ranah ini, biarlah itu urusan internal umat beragama, umat Islam sendiri, biar umat Islam yang mengaturnya," tutur dia.

Sumber: Tribun Padang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved