Mengais Rezeki di Antara Kuburan, Begini Kisah Muharidin Si Perawat Makam di Padang
Kisah seorang lelaki yang menghidupi keluarga dengan menjadi perawat makam di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tunggul Hitam, Kota Padang
Penulis: Rezi Azwar | Editor: Saridal Maijar
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rezi Azwar
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Kisah seorang lelaki yang menghidupi keluarga dengan menjadi perawat makam di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tunggul Hitam, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar).
Lelaki tanpa pernah menyerah tersebut bernama Muharidin (47), panggilan Saik, di Jalan Elang Raya Nomor 6, Air Tawar Barat, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang.
Ditemui oleh TribunPadang.com di TPU Tunggul Hitam, lelaki tersebut sedang duduk di bawah pohon rindang dekat kuburan.
Baca juga: Kisah Nelayan Mentawai Bertahan di Punggung Perahu Setelah Dihantam Badai, Dulu Pernah Mati Mesin
Karena terik matahari, sehingga dirinya memilih duduk di bawah pohon sambil menyeruput segelas teh yang dipesan dari pedagang dekat kawasan TPU.
Setiap hari dirinya melihat jenazah lalu lalang untuk dikuburkan dengan layak di tempat peristirahatan terakhir.
Muharidin mengaku, satu-satunya penghasilan yang ia berikan untuk anak dan istrinya di rumah adalah dari bayaran merawat makam.
"Saya hanya sampai pendidikan SMP dan pernah mengalami sakit sehingga tidak bisa bekerja berat," kata Muharidin, Kamis (21/1/2021).
Baca juga: Kisah Nakes Padang yang Divaksinasi, Dewi Ngaku Sudah Lega
Setiap hari, setelah bangun pagi ia berangkat menuju TPU Tunggul Hitam untuk merawat makam yang telah dipercayakan kepadanya.
Setelah kebanyakan orang pulang, dan sekitar pukul 18.00 WIB barulah ia berangkat menuju rumah untuk bertemu keluarga di rumah.
"Saya merawat makam yang telah membuat kesepatakan dengan ahli waris, dan dibayar untuk merawatnya selama satu bulan," katanya.
Selama sebulan merawat makam, Muharidin akan mendatangi rumah ahli waris untuk meminta upah dari hasil jerih payahnya.
Baca juga: Raffi Telah Minta Maaf, Polisi tidak Menemukan Pelanggaran Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan
"Kadang dalam merawat makam itu dibayar Rp 50 ribu dan ada yang Rp 100 ribu dalam waktu satu bulan," ujarnya.
Dikatakannya, selama satu bulan dirinya bisa dapat uang lebih kurang Rp 1 juta makam-makam yang dirawatnya.
Namun, tidak selalu mudah untuk meminta uangnya. Terkadang setelah sebulan lamanya ahli waris tidak dapat ditemui.
"Hari-hari saya rawat makam itu dengan dipotong rumputnya, dipotong bunga yang tumbuh di sekitarnya, dibersihkan keramiknya agar mengkilap sehingga orang yang melihatnya merasa puas dan senang," katanya.
Baca juga: Ngobrol Bareng Dedi Vitra Johor, Penulis Buku Knock Out: 21 Kisah Inspiratif
Disebutkannya, ahli waris yang melihat makam bersih terkadang memberikan uang yang lebih kepadanya.
Ahli waris juga terkadang mempersiapkan bunga, batu kerikil, dan lainnya untuk penambah perawatan makam.
"Kadang dibelikan oleh ahli waris, dan kalau kita yang membelikan bahan-bahan perbaikan makam. Maka, akan diganti oleh ahli waris," katanya.
Karena kebutuhan hidup yang cukup tinggi, belum untuk biaya anak yang sekolah di masa pandemi membuatnya harus meminjam uang.
Baca juga: Kisah Petugas Pemakaman Jenazah Covid-19 di Padang, Sempat Takut hingga Tak Berani Pulang
"Kalau di masa pandemi banyak tidak terpenuhi biaya di rumah, sehingga pinjam ke kawan, pinjam ke tempat ahli waris dari makam yang kita rawat. Jadi, kita pinjam atau minta uang biaya perawatan bulan selanjutnya," katanya.
Dikatakannya, dirinya rela bekerja hingga sampai meminjam untuk karena ada istri dan anaknya yang duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar.
Anaknya yang masih sekolah dasat memerlukan biaya untuk sekolah, seperti biaya paket internet untuk bisa belajar daring saat tidak tatap muka.
"Saya tidak ada pekerjaan lain, sehari-hari hanya ini. Mencari nafkah sehari-hari ya di kuburan," ujarnya.
Baca juga: 8 Destinasi Antimainstream di Sumatera Barat, Cocok Buatmu yang Ingin Sensasi Baru
Muharidin pernah menderita sakit pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2018. Namun, selama sakit ada sekitar 7 bulan dirinya hanya berbaring di rumah.
Semua aktivitas tidak dapat dilakukannya, karena tubuhnya terasa sakit dan nafasnya sesak saat melakukan aktivitas.
"Kata pihak rumah sakit, saya mengalami penyakit TB atau pebyakit paru-paru," katanya.
Setelah jatuh sakit yang lama, dirinya kembali sehat. Namun, tidak dapat melakoni pekerjaan berat seperti kuli bangunan dan lainnya.
Baca juga: Juventus Raih Trofi Perdana, Ronaldo Tebarkan Aroma Peperangan buat AC Milan dan Inter Milan
"Walaupun ada lowongan pekerjaan sebagai kuli, entah itu hanya sebagai pekerja. Orang akan mencari orang lain untuk dikerjakan daripada saya," katanya.
Hal itu, dikarenakan rasa khawatir dari ornag jika penyakitnya kambuh lagi sehingga membuat orang tidak berani memperkejakannya.
"Saya kira, umur saya ini pendek dulu. Tapi Alhamdulillah sampai saat ini maih diberikan kesempatan dan masih diberikan rezeki," ujarnya.
Ia menyebutkan untuk selama Covid-19 pendapatannya semakin menurun dan terkadang tidak ada sama sekali.
"Selama Covid-19 ini, kurang penghasilan. Dibandingkan dengan sebelum Covid-19 kita bisa dapatkan uang Rp 50 ribu, saat ini sampai 4 hari tidak ada penghasilan sama sekali," kata Muharidin.
Bahkan, ia pernah tidak mendapatkan penghasilan sama sekali selama satu minggu.
Selain itu, terkadang ahli waris pun juga mengalami dampak terhadap pandemi Covid-19 sehingga tidak ada uang untuk membayar upah jerih payahnya. (*)