KPK Tetapkan Mensos Tersangka
Kasus Dugaan Korupsi Bansos Covid-19, Ketua KPK Firli Sebut Dalami Ancaman Hukuman Mati
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mendalami soal kemungkinan penggunaan pasal 2 ayat 2 UU 31 tahun 1999 yang m
TRIBUNPADANG.COM, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mendalami soal kemungkinan penggunaan pasal 2 ayat 2 UU 31 tahun 1999 yang menjerat Menteri Sosial (Mensos) nonaktif, Juliari Batubara.
Penegasan itu dikemukakan oleh Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih, Minggu (6/12/2020) kemarin.
"Terkait dengan pasal-pasal khususnya pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor tentu kita akan dalami terkait dengan apakah pasal 2 itu bisa kita buktikan terkait dengan pengadaan barang dan jasa," kata Firli Bahuri, di Jakarta, kemarin.
Diketahui, Pasal 2 Ayat 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan, korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu, terutama di saat bencana, bisa dijatuhi hukuman mati.
Meskipun demikian, penyidikan lebih lanjut dibutuhkan soal penggunaan pasal tersebut dalam kasus Juliari Batubara.
Adapun hal terpenting saat ini, menurut Firli, KPK sudah menetapkan tersangka dari kasus dugaan suap dalam pengadaan Bansos Covid-19 dan akan menyidik perkara lebih dalam.
"Tetapi perlu diingat bahwa yang kita sampaikan hari ini adalah salah satu klaster dari tindak pidana korupsi, yaitu penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara, atau untuk menggerakkan seseorang agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Hal itu yang kita gelar hari ini," ujar Firli.
Baca juga: BREAKING NEWS - KPK Tetapkan Mensos Juliari Batubara Jadi Tersangka, Terkait Bansos Covid-19
Baca juga: Mahfud MD Ingatkan Korupsi saat Bencana Terancam Hukuman Mati, Terkait Mensos Jadi Tersangka
dalam dugaan kasus ini, KPK menetapkan lima orang dalam dugaan kasus korupsi dana bansos Covid-19 di Kementerian Sosial.
Selain Mensos RI (non-aktif) JPB; juga ada MJS dan AW selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.

Sementara dua unsur swasta yakni AIM dan HS dijerat sebagai tersangka pemberi suap.
Diduga JPB mendulang 'cuan' alias untung dari dua periode atau paket sembako program bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19.
Aparat hukum menyangkakan JPB, yang diduga menerima uang suap dengan total Rp17 miliar dari pihak swasta guna mendapatkan tender sembako di Kementerian Sosial (Kemsos) RI tersebut.
Baca juga: Ketua KPK Sebut Mensos Juliari P Batubara Bisa Terancam Hukuman Mati, Tersandung Bansos Covid-19
"Khusus untuk JPB pemberian uangnya melalui MJS (selaku PPK di Kemensos) dan SN (Sekretaris di Kemensos) selaku orang kepercayaan JPB)," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari.
Diduga uang suap itu berasal dari pihak swasta, AIM dan HS. Dugaan suap itu diawali adanya pengadaan Bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI Tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode.
"JPB selaku Menteri Sosial menunjuk MJS dan AW sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan," ungkap Firli.
Diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS. Untuk fee tiap paket Bansos di sepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu perpaket Bansos.

"Selanjutnya oleh MJS dan AW pada bulan Mei sampai dengan November 2020 dibuatlah kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang diantaranya AIM, HS dan juga PT RPI yang diduga milik MJS. Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW selaku PPK," terang Firli.
Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama, kata Firli, diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada Mensos JPB melalui AW dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Pemberian uang tersebut, selanjutnya dikelola oleh Ek dan SN selaku orang kepercayaan JPB.
"Untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi JPB," kata Firli.
Sementara pada periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar. "Yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB," ucap Firli.
Atas dugaan tersebut, JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Adapun AIM dan HS yang diduga pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com berjudul; KPK Dalami Ancaman Hukuman Mati dalam Kasus Dugaan Korupsi Bansos Covid-19