YouTube Live hingga FB Live Harus Memiliki Izin Siar Jika Gugatan UU Penyiaran Dikabulkan MK

Pemerintah meminta Mahkamah Konstitusi ( MK) menolak permohonan PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) dan PT Visi Citra Mitra Mulia (Inews TV).

Editor: afrizal
independent.co.uk dan colorlib.com
Facebook dan Instagram 

TRIBUNPADANG.COM- Pemerintah meminta Mahkamah Konstitusi ( MK) menolak permohonan PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) dan PT Visi Citra Mitra Mulia (Inews TV).

Seperti diketahui, kedua stasiun TV tersebut menggugat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Jika permohonan itu dikabulkan, pemerintah menilai masyarakat tidak akan bisa lagi mengakses media sosial secara bebas.

Mereka beralasan, layanan over the top (OTT) yang menggunakan internet akan disamakan dengan layanan penyiaran.

Sehingga, tayangan audio visual akan diklasifikasikan sebagai kegiatan penyiaran yang harus memiliki izin siar.

"Definisi perluasan penyiaran akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram live, Facebook live YouTube live dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial akan diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin," kata Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kemenkominfo Ahmad M Ramli dalam persidangan di MK, Rabu (26/8/2020), seperti dipantau Kompas.com melalui YouTube MK RI, Kamis (27/8/2020).

"Artinya kita harus menutup mereka kalau mereka tidak mengajukan izin," tutur Ramli.

Ppabila kegiatan-kegiatan tersebut dikategorikan sebagai penyiaran, lanjut Ramli, maka lembaga negara, pendidikan, konten kreator baik badan usaha ataupun badan hukum yang menggunakan platform OTT harus memiliki izin sebagai lembaga penyiaran.

Jika tidak memiliki izin, mereka dapat dinyatakan melakukan penyiaran ilegal.

Mereka yang melakukan penyiaran ilegal pun terancam sanksi pidana.

Menurut Ramli, mengingat penyedia layanan audio-visual umumnya melintasi batas negara, maka mustahil untuk menerapkan hukum Indonesia di luar wilayah yuridiksi dalam negeri.

"(Jika gugatan diterima) akan mengubah tatanan industri penyiaran dan mengubah secara keseluruhan UU Penyiaran serta peraturan terkait di bawahnya," ujar dia.

Ramli menyebut, terdapat perbedaan yang jelas antara penyiaran yang dilakukan lembaga penyiaran dengan layanan audio visual OTT.

Misalnya, penyiaran dilakukan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui satelit. Penyiaran juga dibatasi layanannya di televisi dan radio.

Kegiatan penyiaran dilakukan melalui infrastruktur yang dibangun dan disediakan secara khusus untuk keperluan penyiaran. Masyarakat pun tidak dapat memilih program siaran yang ditayangkan.

Menurut Ramli, keliru jika menyamakan layanan penyiaran dengan layanan OTT, meskipun konten yang dihasilkan sama-sama audio dan atau audio visual.

Halaman
12
Sumber: TribunNewsmaker
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved