Kisah Inspiratif

Cikal Bakal Bank Sampah Tuah Basamo di Pasaman Barat Sumbar, Bermula dari Becak hingga Mobil

Hingga saat ini Bank Sampah Tuah Basamo ini berlokasi di Jalan Tuangku Sasak, Kejorongan Kapa Utara, Kecamatan Luhak Nan Duo, Kabupaten

Penulis: Rezi Azwar | Editor: Emil Mahmud
ISTIMEWA
Ilustrasi 

Selain itu, menurutnya dapat digunakan sebagai pengharum serta produknya telah dihasilkan.

Bahannya, kata dia, dapat digunakan semua jenis sampah organik yang ada, seperti dari sayur-sayuran dan buah-buahan.

UPDATE Covid-19 Sumbar: Bertambah 6 Orang, Per 12 Juli 2020 Pagi Total 800 Kasus Positif

Ekspor Ikan Sumbar Terkendala pada Masa Pandemi, Hanya Lobster yang Dikirim ke China

Terkait pemilihan sampahnya dapat menggunakan semua yang organik serta mengandung air.

Namun, untuk sampah organik yang kering seperti kulit bengkuang justru tidak disarankannya.

Sedangkan, khusus untuk pembuatan pengharum ruangan dipilih sampah organik dari buah yang harum juga.

"Kami sarankan menggunakan sampah dari buah nenas, jeruk, dan buah yang harum lainnya. Tapi, dalam pembuatan eco enzyme pasti dimasukkan sampah organik dari buah yang baunya harum," ujar Iwen.

Proses pembuatan eco enzyme di Bank Sampah Tuh Basamo di Jalan Tuangku Sasak, Kejorongan Kapa Utara, Kecamatan Luhak Nan Duo, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Proses pembuatan eco enzyme di Bank Sampah Tuh Basamo di Jalan Tuangku Sasak, Kejorongan Kapa Utara, Kecamatan Luhak Nan Duo, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). (ISTIMEWA)

Ia mengatakan setelah dilakukan fermentasi, dan ampas serta cairan dari hasil fermentasi tersebut digunakan untuk menjadi pupuk.

Kata dia, proses pembuatannya degan menyiapkan sampah organik yang didapatkan dari sampah pedagang jus.

Selain itu, ada tambahan bahan lainnya yaitu gula merah yang dicampurkan ke dalam sampah organik tersebut. Sesudah itu ditambahkan air putih biasa.

"Jadi, dalam 1 kilogram/Kg gula merah, itu kita masukkan sampahnya 3 Kg dan untuk airnya sebanyak 10 Kg. Nantinya, kita larutkan gula merah dengan air. Jika sudah larut dan tidak ada gumpalan lagi, lalu dimasukkan sampahnya," ujar Iwen.

Semua itu diaduk rata, dan setelah itu ditutup di dalam wadah yang telah disediakan.

Selanjutnya, menunggu selama tiga bulan. Namun, selalu dibuka untuk membuang gas yang ada di dalamnya.

Ia menyebutkan, tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk mengurangi sampah yang ada di lingkungan. Selain itu, dapat menyelamatkan bumi.

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Hari Ini, Hujan Lebat Disertai Angin Kencang di Daerah Sumbar

Libatkan Peran Adat Minang, Mulyadi Optimalkan Prinsip Tigo Tungku Sajarangan

"Sebenarnya, ide ini sudah sejak lama. Cuman karena sibuk mengumpulkan sampah non organik, jadi baru terlaksana saat ini," katanya.

Ia mengatakan, selanjutnya akan disosialisasikan kepada masyarakat. Kalau memang sudah dibolehkan untuk berkumpul banyak, kami akan mengumpulkan beberapa ibu rumah tangga (IRT) untuk diberikan materi terkait bagiamana memfermentasi sampah organik ini.

Ia berharap sampah dapur dapat digunakan menjadi lebih bermanfaat, dan dapat diterapkan oleh masyarakat yang dimulai dari dapur masing-masing.

"Sehingga sampah itu tidak terbuang sia-sia, tapi bisa menjadi pengharum ruangan, pupuk, pembersih kaca dan sebagainya. Kalau pembuatan eco enzyme ini tidak tertutup kemungkinan bisa dijadikan ladang bisnis atau usaha baru," kata Iwen.(*)

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved