OPINI

Keadilan dan Imaji Anti Korupsi

KATA-KATA yang paling sering dipakai oleh setiap orang untuk menilai bahkan menghujat penegakkan proses hukum adalah adil atau tidak adil.

Editor: Saridal Maijar
Istimewa
Helmi Chandra SY 

Tidak hanya itu, masyarakat juga sulit menerima fakta bahwa institusi kepolisian justru menyediakan tim penasihat hukum yang dipimpin seorang perwira tinggi bintang satu alias brigadir jenderal padahal terdakwa disebut melakukan kejahatan atas nama pribadi bukan institusi.

Saat ini publik tentu hanya berharap kepada hakim agar menilai lebih obyektif dan menjatuhkan hukuman yang lebih berat dari pada tuntutan jaksa.

Pada prinsipnya yang menjadi ukuran bagi hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan adalah surat dakwaan jaksa, bukan surat tuntutan sehingga hakim dapat menjatuhkan putusan melebihi apa yang dituntut (ultra petita).

Ketentuan ini berdasarkan Pasal 193 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana kepadanya.

Dalam praktiknya, sudah berkali-kali hakim menjatuhkan pidana penjara lebih tinggi dari yang dituntut jaksa.

Kasus penyiraman air keras seperti yang terjadi pada Novel juga pernah terjadi beberapa kali mulai dari kasus Mulyono penyiram air keras kepada istrinya tahun 2006 yang divonis 12 tahun, kasus Lamaji penyiram air keras kepada pemandu lagu di Mojokerto tahun 2017 yang divonis 15 tahun, kasus Ahmad Irawan penyiram cuka para tahun 2019 yang divonis 10 tahun, kasus Rika Sonata penyiram air keras kepada suaminya tahun 2019 yang divonis 10 tahun, kasus Ruslam penyiram air keras kepada istrinya tahun 2019 yang divonis 8 tahun dan kasus Heriyanto penyiram air keras kepada istrinya di Bengkulu tahun 2020 yang divonis 20 tahun.

Publik tentu akan membandingkan semua kasus itu dengan vonis kasus Novel nantinya yang saat ini hanya dituntut rendah jauh diluar logika. 

Minim Imaji Anti Korupsi

Pemberantasan korupsi hanya akan berhasil selama para pemimpin di negeri ini masih memiliki bayangan dalam pikiran (imaji) anti korupsi. Ketika imaji tersebut hilang maka upaya pemberantasan korupsi hanya akan berubah menjadi sekedar retorika belaka.

Hal ini tentu berhubungan langsung dengan KPK dan sebagian personel penegak hukumnya dalam menghadapi ancaman kriminalisasi hingga serangan fisik seperti kasus Novel.

Maka perlindungan terhadap penegak hukum kasus korupsi akan menjadi penilaian bagi publik bahwa pemimpin negeri ini masih punya atau semakin menjauh dari imaji anti korupsi yang jika terus dibiarkan akan pelan-pelan melemahkan lembaga anti korupsi.

Secara historis sejak tahun 1959, Indonesia telah membentuk 8 (delapan) lembaga pemberantasan korupsi mulai dari Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara (Bapekan) tahun 1959, Panitia Retooling Aparatur Negara (Peran) tahun 1959, Operasi Budhi tahun 1963, Komando Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi (Kotrar) tahun 1964, Tim Pemberantas Korupsi (TPK) tahun1967, Komisi Empat tahun 1970, Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN) tahun 1999, Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) tahun 2000 dan terakhir KPK yang dibentuk tahun 2002 hingga sekarang (historia.id).

Namun semua lembaga anti korupsi sebelum KPK tersebut berakhir masanya akibat kurangnya dukungan politik sehingga pemerintah gagal menyelamatkan wajah pemberantasan korupsi. Bagi Presiden Jokowi saat ini tentu tidak ingin mengulangi hal itu dan meninggalkan legacy buruk dengan mengabaikannya.

Keadaan semakin membuat masyarakat pesimis dengan upaya pemberantasan korupsi dengan tidak adanya perlindungan bagi aparat penegak hukumnya.

Data dalam 8 tahun terakhir setidaknya ada 5 (lima) kasus penyerangan secara fisik terhadap personil KPK (detik.com) dengan rincian pada tahun 2011 penyidik KPK Dwi Samayo, sepeda motornya ditabrak oleh mobil dari belakang sehingga mengalami retak pada kaki.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved