OPINI

Sengkarut Korupsi Politik

HARI Anti Korupsi Internasional, Senin 9 Desember 2019 menjadi titik resolusi negeri ini terhadap korupsi.

Editor: Saridal Maijar
Istimewa
Helmi Chandra SY 

Hal ini terlihat setidaknya sejak pemilu langsung pertama tahun 2004 hingga saat ini tidak ada satu pun presiden yang mampu dan mau membentuk kabinet yang berisi tokoh dan orang-orang ahli dalam bidangnya (zaken cabinet) tanpa terafiliasi dari partai politik.

Kondisi ini menjadikan posisi pimpinan partai politik punya pengaruh yang sangat siknifikan sehingga tidak jarang terjadi praktik memperdagangan pengaruh (trading influence) dan korupsi yang melibatkan pimpinan partai politik tersebut.

Sebagai gambaran sejak KPK berdiri tahun 2002 sudah 5 (lima) ketua umum partai politik yang ditangkap mulai Lutfi Hassan Ishaaq (PKS) tahun 2013, Anas Urbaningrum (Demokrat) tahun 2013, Suryadhama Ali (PPP) tahun 2014, Setya Novanto (Golkar) tahun 2017 dan terakhir Romahurmuziy (PPP) tahun 2019 (katadata.co.id).      

Kedua, minimnya perbaikan internal parpol, besarnya fungsi dan peran partai politik tidak berbanding lurus dengan usaha perbaikan terhadap internal partai politik. Korupsi yang melibatkan partai politik sesungguhnya hanya “puncak gunung es” dari banyaknya masalah yang terjadi pada institusi partai politik mulai dari pengelolaan sebagian besar partai politik secara oligarki atau personalistik jauh dari demokratis sehingga tidak jarang ada partai politik yang hanya dipimpin oleh orang yang sama dalam waktu yang lama tanpa ada perioderisasi masa jabatan.

Selanjutnya sistem kaderisasi juga menjadi masalah pelik bagi partai politik, sebab hampir tidak ada partai politik yang melaksanakan sistem kadarisasi yang sistemik, berjenjang dan komprehensif dengan menitikberatkan pada integritas calon.

Realitanya yang ada partai politik lebih banyak mengajukan calon-calon yang populer dari pada kader yang secara berjenjang dihasilkan oleh proses pendidikan internal partai politik tersebut.

Namun sebenarnya tanpa sadar partai politik mengabaikan integritas terhadap orang-orang yang mereka hasilkan sehingga tak jarang praktik korupsi masif terjadi melibatkan orang-orang yang berasal dari partai politik sehingga dapat dipahami bahwa koruptor yang ditangani KPK, sebanyak 61,17 persen di antaranya berasal dari unsur partai politik.

Ketiga, adanya kekosongan regulasi, UU tindak pidana korupsi saat ini memiliki beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki sehingga menimbulkan kekosongan hukum, diantaranya tidak diaturnya pasal tentang memperdagangan pengaruh (trading influence) yang menjadi delik korupsi baru.

Tanpa pengaturan memperdagangkan pengaruh, UU Tipikor akan sulit untuk menjerat korupsi politik akibat kedudukan dari pejabat publik. Misalnya, pada kasus Ketua DPD Irman Gusman, yang dengan jabatannya dianggap mempengaruhi kuota gula impor yang diberikan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) kepada CV Semesta Berjaya untuk Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2016 dan kondisi yang hampir sama terjadi pada kasus Romahurmuziy (Romi) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK untuk kasus dugaan suap jual-beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag), dimana keduanya bukan merupakan pejabat yang memiliki kewenangan namun dengan pengaruhnya mampu menentukan hasil kebijakan negara.

Harusnya dilakukan revisi terhadap UU Tipikor yang lebih progresif untuk menjerat pelaku-pelaku korupsi namun yang terjadi justru UU KPK yang diubah oleh DPR yang lagi-lagi dari partai politik.

Akhirnya momentum Hari Anti Korupsi Internasional harus menjadi perbaikan menyeluruh partai politik, sebab jika hal tersebut diabaikan menjelang pilkada serentak 2020 yang akan datang maka tentu pemilik kedaulatan tertinggi yaitu rakyat akan memilih jalannya sendiri. Rakyat akan mulai bersikap apatis terhadap partai politik sehingga tidak ada lagi kepercayaan terhadap sistem bernegara.

Helmi Chandra SY
Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta & Peneliti Pusat Kajian Bung Hatta Anti Korupsi (BHAKTI)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved