Artikel
Dharmasraya Menuju Era Baru, Bertekad untuk Mengulang Kejayaan Masa Lalu
SECARA administratif pada 7 Januari 2020, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) tepat menginjak usia ke-16 tahun.
Penulis: Emil Mahmud | Editor: Emil Mahmud
Dharmasraya Menuju Era Baru, Bertekad untuk Mengulang Peradaban Masa Lalu
SECARA administratif pada 7 Januari 2020, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) tepat menginjak usia ke-16 tahun.
Prospek dan perkembangan Kabupaten Dharmasraya terbuka seiring letak geografisnya, berada di jalur darat atau jalan lalu-lintas Sumatera (Jalinsum).
Menariknya, kepala daerah dari Kabupaten Dharmasraya, Sutan Riska Tuanku Kerajaan merupakan sosok yang terbilang muda serta menjanjikan harapan baru bagi daerahnya.
Melalui peluncuran Festival Pamalayu yang diadakan di Museum Nasional Jakarta pada Kamis 22 Agustus 2019 lalu, makin terbersit harapan dari kabupaten pemekaran di Provinsi Sumatera Barat.
Kepada para awak media dalam wawancara bersama jurnalis, Sutan Riska Tuanku Kerajaan di sela rilis atau launching Festival Pamalayu pada 22 Agustus 2019 di Museum Nasional Jakarta, pihak pemerintah kabupaten (Pemkab) sudah tidak sabar mengisi ruang dan waktu dalam membangun daerahnya.
Menurutnya, maksud dari agenda kali ini adalah untuk menjadikan Dharmasraya sebagai salah satu Destinasi wisata sejarah
"Kami menginginkan banyak orang datang ke Dharmasraya melalui event Festival Pamalayu, yang puncaknya seiring Peringatan hari jadi ke-16, Kabupaten Dharmasraya, 7 Januari 2020 mendatang," papar Sutan Riska Tuanku Kerajaan, sesaat launching Festival Pamalayu di Jakarta, 22 Agustus 2019.
• Wenri Wanhar Sebut Singosari Tak Pernah Taklukkan Dharmasraya, Sejarah Perlu Diluruskan
Sejarah Ekpedisi Pamalayu
Berdasar catatan dari perspektif sejarawan Belanda, bahwa Ekspedisi Pamalayu yang dilakukan oleh Kerajaan Singosari (Jawa) ke Dharmasraya (Sumatera) Tahun 1208 masehi, menyebutkan sebagai ekspedisi militer.
Diterangkan, ekspedisi itu bertujuan untuk menaklukkan Sumatera atau yang saat itu disebut Bumi Malayu.
Setelah ditemukan bukti bukti empirik, ternyata apa yang dari sudut pandang Sejarawan Belanda itu malahan bertentangan serta relatif tidak relevan serta sulit diterima saat ini.
Hal itu menjadikan latar belakang bagi, sekelompok anak muda Kabupaten Dharmasraya, termasuk Bupati Sutan Riska Tuanku Kerajaan, bertekad untuk meluruskan sejarah ekspedisi Pamalayu.
Sebagaimana diserukan oleh Bupati Sutan Riska Tuanku Kerajaan bahwa rangkaian Festival Pamalayu selama 3,5 bulan dimulai 22 Agustus 2019 hingga 7 Januari 2020.
Adapun sejumlah agenda, Festival Pamalayu pun digelar guna meluruskan sejarah dan mengangkat nilai nilai luhur di dalamnya.
Secara khusus merawat keberagaman sekaligus mengakhiri rasisme, kesukuan tapi membangun persatuan Indonesia berbalut Bhinneka Tunggal Ika.
Adalah Wenri Wanhar, seorang sejarawan muda asal Minangkabau mengungkapkan bahwa Kerajaan Singosari tidak pernah menaklukkan Kerajaan Dharmasraya.
Mengutip paparannya saat tampi sebagai pembicara saat peluncuran Festival Pamalayu yang diadakan di Museum Nasional Jakarta pada Kamis 22 Agustus 2019.
Menurutnya, semula ada sebagian yang beranggapan bahwa Kerajaan Dharmasraya telah ditaklukkan oleh Kerajaan Singosari, yang dianggap telah keliru.
Kekeliruan itu menurut Wenri terjadi, karena masyarakat berpatokan kepada narasi yang ditulis oleh sejarawan zaman kolonial dan para pengikutnya.
Wenri mengatakan bahwa Meseum Nasional yang sekarang, pada masa lalu adalah kantor Bataviaasch Genootchaap, tempat berkumpulnya para ilmuwan kolonial.
Pada suatu masa menurutnya, para-ilmuwan kolonial itu datang ke Sumatera untuk melihat reruntuhan Kerajaan Dharmasraya.
Pada 1880 para ilmuan tersebut mendapati sebuah arca yang dinamakan Amoghapassa di Rambahan di Bukik Baralo, -- tepian tebing Batanghari -- yang kini oleh masyarakat setempat disebut Lubuak Bulang.
Selanjutnya pada 1911, giliran lapik batu alas Amoghapassa ditemukan persisnya di Lulua’an, Sungai Lansek, Padang Roco.
Lantaran ditemukan di Padang Roco, para ilmuwan itu memberinya nama Prasasti Padang Roco.
Yang mana kedua peninggalan itu dibawa ke Museum Nasional saat ini.
Selain itu, dari tepian hulu Batanghari, di antara reruntuhan Kerajaan Dharmasraya juga ditemukan satu arca lagi.
Tepatnya pada Tahun 1935, ilmuwan kolonial mendapati Bhairawa.
"Karena paling besar, ia dijuluki Raja Arca Museum Nasional ini," jelas Wenri.
Wenri menilai kekeliruan-kekeliruan yang terjadi pada sejarah yang dibuat ilmuan-ilmuan kolonial itu terjadi karena keterbatasan pengetahuan, serta sudut pandang melihatnya.
Selain faktor tersebut, cerita yang berkembang di tengah masyarakat Minangkabau sendiri juga menyumbang kepercayaan akan sejarah yang dinilai keliru itu.
Kedatangan kerajaan Singosari ke Dharmasraya bukan untuk menaklukkan, melainkan kata Wenri dengan tujuan menjalin hubungan raja sama raja.
"Itu dibuktikan dari tulisan yang ada di arca, bahwa isinya ucapan selamat dan doa," jelas Wenri.
Wenri menyarankan agar narasi-narasi yang ada pada arca-arca yang di pajang di Museum Nasional agar ditulis ulang sesuai isi tulisan di arca atau peninggalan lain tersebut.
Hal itu menurutnya untuk menghindari kekeliruan-kekeliruan lain di masa yang akan datangnya.
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki sejarah yang kuat," jelas Wenri.
Target Festival Pamalayu
Seiring semangat untuk mengangkat dan mempromosikan Kabupaten Dharmasraya hingga mendunia atau go-international, maka momentum peringatan HUT ke-16 kabupaten tersebut menjadi tepat.
Semangat untuk “Melestarikan Peninggalan Peradaban Masa Lalu di Kabupaten Dharmasraya”, kiranya menjadi landasan dan titik tolak bagi daerah ini meluas.
Tidak mustahil apabila, Kabupaten Dharmasraya yang dibedah analisa sejarahnya, bakal menjadi daerah pemekaran setingkat provinsi baru nantinya.
Mengutip kertas kerja berjudul; Malayu Dharmasraya Malayu-Pagarruyung yang disusun oleh Bambang Budi Utomo bahwa terungkap di hulu Batanghari pada sekitar abad ke-13 bahkan jauh sebelumnya telah ada pusat pemerintahan yang dikenal dengan nama: Dharmaśrāya atau Dharmasraya.
Dipaparkan, Kelompok masyarakat disini menganut ajaran Buddha lalu Malayu Dharmaśrāya dianggap sebuah kerajaan penting.
Hampir tidak terselip sebutan; Minangkabau dalam catatan tertulis dari prasasti yang merupakan bukti-bukti peninggalan sejarah.
Sejauh ini, Minangkabau yang identik sebutannya dengan Sumatera Barat secara administrasi pemerintahan setingkat provinsi.
Keberadaan Minangkabau daan Dharmasraya, menjadi berbeda serta punya riwayat sejarah tersendiri, baik secara historis dan administrasi pemerintahan semenjak periode sejarah tersebut di atas.
Melongok dari riwayat daerah Dharmasraya yang demikian, langkah pemerintah Sumatera Barat hingga berhasil memekarkan jadi kabupaten semenjak 15 tahun silam memang langkah yang strategis.
Ke depannya, Dharmasraya bukan mustahil juga berpotensi kembali untuk terus dimekarkan atau meningkat secara administrasi pemerintahan menjadi provinsi. (*)